Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh gugatan uji formil dan mengabulkan sebagian gugatan uji materi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam sidang yang berlangsung di Jakarta, pada Selasa (04/05/2021).
Mahkamah Konstitusi selaku penyelenggara kekuasaan kehakiman secara garis besar mempunyai kewenangan untuk menilai alias menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Ruang lingkup pengujian undang-undang mencakup uji formil dan uji materi.
Pengujian formil belum menyentuh materi atau substansi undang-undang. Pengujian formil sendiri lebih pada prosedur atau tata cara pembentukan undang-undang itu.
Uji formil sendiri bertujuan untuk mengetahui apakah prosedur pembentukan undang-undang tersebut sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau tidak.
Sedangkan uji materi adalah terkait substansi dari undang-undang. Apakah muatan yang terkandung dalam undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar atau tidak.
Pengujian materil ini undang-undang tersebut sudah menjadi produk hukum, sudah disahkan dan diundangkan.
Permohonan uji formil ini diajukan oleh mantan Ketua KPK Agus Rahardjo, Laode Muhamad Syarif, dan Saut Situmorang. Alasan pemohon sendiri, penyusunan perubahan kedua UU KPK terkesan terburu-buru.
Alasan lain yang diajukan adalah UU tersebut tidak ditandatangi oleh Presiden Jokowi dan tidak masuk prolegnas. Selain itu, naskah akademik undang-undang tersebut dinilai cacat.
Tetapi MK menolak seluruh gugatan formil tersebut dengan dalih bahwa undang-undang bisa disusun di luar prolegnas. Oleh karenanya dalil tersebut tidak beralasan hukum.
Selain itu, terkait Presiden Jokowi yang tidak menandatangani di dalam Undang-Undang Dasar sudah ditentukan dalam waktu 30 hari hal itu secara otomatis akan menjadi undang-undang.