Dia memberikan pandangannya tentang LGBT ini bahwa katanya itu merupakan satu kelainan orientasi seksual. Sedangkan saya memberikan pandangan dari sisi hukum.
Dia hanya ngangguk mendengar ceramah hukum saya. Entah dia mengerti atau tidak, saya hanya bisa menerka saja. Obrolan menunggu makanan berisikan permasalahan LGBT.
Kemudian kami terdiam kembali ketika topik itu habis. Mamang grab terasa begitu lama sampai, serasa berabad-abad menunggu makanan itu tiba, sedangkan perut sudah keroncongan.
Angin siang hari menyapu rambut panjangnya, pemandangan yang tampak di depan mata itu tidak bisa dilupakan. Akhirnya makanan datang, dan saya mengambil pesanan tersebut.
Kami berdua makan dengan khidmat, sehabis makan kami sudah mulai akrab, meskipun agak kaku. Dan kami memutuskan untuk membaca buku kembali.
Ketika sore hari tiba, saya mengingatkan agar tidak pulang terlalu sore. Alasan saya sederhana, ketika sore hari kereta yang akan menjadi tumpangan kami pulang akan penuh, saya tidak mau melihat wanita yang saya sukai itu berhimpitan.
Akan tetapi dia tidak menggubris perkataan saya, sebentar lagi, lagi asyik. Perihal penuh di kereta itu hal biasa. Saya hanya melongo mendengar jawaban itu.
Dan akhirnya kami pulang, benar saja kereta penuh. Saya menyuruh dia masuk terlebih dahulu agar bisa duduk, dan masih kebagian ternyata. Hanya saya yang berdiri, lah bodo amat yang penting dia duduk.
Akhirnya kami sampai, dan perjalanan ke rumah masing-masing harus naik angkot. Kami berdua naik angkot dan duduk berhadapan, saya hanya terdiam melihat wanita yang saya suka.
Ketika sampai, akhirnya kami berpisah karena rumah yang beda arah. Kami berdua jalan berbeda arah, ketika saya menengok ke belakang saya melihat dia sedang tersenyum begitu manis. Ah saya tidak bisa tidur kala itu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H