Prahara yang muncul dalam internal Partai Demokrat menjadi awal dari drama politik ini. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang merupakan Ketua Umum Partai Demokrat menyatakan bahwa ada satu gerakan yang berupaya mengambil alih kepemimpinan partai Demokrat, atau yang lebih populer disebut  kudeta.
Tentunya publik bertanya, siapa yang akan melakukan perbuatan keji itu. Apakah dari internal partai, dari luar partai, atau bahkan dari pemerintah yang ingin mengganggu rumah tangga partai. Semuanya masih tanda tanya.
Kemudian dalam keterangannya AHY menyampaikan upaya gerakan politik tersebut diinisiasi oleh oleh 4 orang mantan kader, dan seorang lainnya adalah pejabat penting dalam lingkar pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Tentunya publik sebagai penonton drama ini, dan sebagian yang menjadi pengamat akan bertanya siapa orang yang berada di dalam pemerintahan ini.
Sungguh tidak etis, mengurusi urusan partai orang lain, kader bukan, ini orang luar, gak ada rasa malunya. Ya mungkin ada sebagian yang berpandangan seperti itu.
Lain lagi jika si pengamat yang berbicara, pemerintah janganlah diam akan kejadian ini, diamnya pemerintah  mengindikasikan bahwa pemerintah menyetujui gerakan ini.
Seharusnya pemerintah bisa mengawasi bawahannya dengan baik, bila perlu pecat sekalian, karena tidak sesuai dengan etika dalam berpolitik.
Tapi itulah politik, Nicollo Machiavelli bahkan menulis buku cara-cara mempertahankan kekuasaan yang mengesampingkan moral, yah mungkin inspirasinya dari sana.
Publik masih bertanya siapa orang yang dekat dengan istana tersebut, tidak ada yang tahu pejabat istana banyak, namun perlahan-lahan mengerucut ke dalam satu nama yaitu Kepala Staff Kepresidenan (KSP) Moeldoko.
Kemudian nama mantan kader pun muncul, diantarnya ada Marzuki Alie, Muhammad Nazarudin, Jhoni Allen, dan Damrizal.