Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Meninjau Kebijakan Pembebasan Bersyarat Narapidana Karena Corona

4 April 2020   18:57 Diperbarui: 4 April 2020   19:01 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia saat ini sedang dihadapkan dengan pandemi korona (covid-19), beberapa kebijakan dikeluarkan oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini. Maklum saja dengan adanya pandemi ini mengakibatkan kerugian bagi bangsa Indonesia dari berbagai aspek, mulai dari ekonomi sampai pendidikan. 

Beberapa kebijakan dikeluarkan oleh pemerintah, misalnya dengan social distancing, kemudian istilah tersebut berganti menjadi physical distancing. Himbauan juga digaungkan oleh pemerintah kepada masyarakat, yaitu untuk belajar, bekerja, dan beribadah di rumah.

Kemudian kebijakan yang sempat menuai pro dan kontra juga akan diambil oleh pemerintah, yaitu darurat sipil, tetapi darurat sipil tidak relevan jika diterapkan dengan keadaan saat ini. Akhirnya pemerintah mengambil opsi Pembatasan Sosial Berskala Besar(PSBB) dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan menetapkan status Darurat Kesehatan Masyarakat.

Kemudian kebijakan yang menjadi perbincangan lainnya adalah terkait pembebasan para warga binaan dengan alasan covid-19, hal ini diutarakan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly, setidaknya ada sekitar 35 ribu warga binaan yang akan bebas dengan adanya covid-19 termasuk diantaranya adalah koruptor akan bebas. Dasar dari pengeluaran dan pembebasan tersebut adalah Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyeberan COVID-19.


ALASAN WABAH DAN ALASAN KEMANUSIAAN
Alasan kebijakan ini dikeluarkan adalah untuk mencegah penyebaran covid-19 di rutan, bukan rahasia umum lagi apabila lapas dan rutan yang ada di Indonesia tidak sesuai dengan standar dan over kapasitas. Tentunya dengan over kapasitas seperti itu semakin memperbesar peluang penyebaran virus corona itu sendiri. Tentunya dengan alasan kemanusian ini masih bisa diterima, mengingat banyak juga warga binaan yang sudah lanjut dan lebih rentan terkena virus mematikan ini. Dilanisr dari tirto.id, sampai dengan hari rabu tanggal 1 April 2020 sudah ada 5.556 yang sudah dikeluarkan.


NAPI KORUPTOR BEBAS BERSYARAT
Mari kita lihat sejenak pada bagian menimbang dalam PP No. 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan sebagai berikut :
Bahwa tindak pidana terorisme, narkotika, dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional lainnya merupakan kejahatan luar biasa karena mengakibatkan kerugian yang besar bagi negara atau masyarakat atau korban yang banyak atau menimbulkan kepanikan, kecemasan, atau ketakutan yang luar biasa kepada masyarakat;


Bahwa pemberian remisi, asimilasi, dan pembebasan bersyarat bagi pelaku tindak pidana terorisme, narkotika, dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya perlu diperketat syarat dan tata cara untuk memenuhi rasa keadilan.

Dari bagian menimbang pada huruf a dan b tersebut di atas, jelas bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa, oleh karenanya korupsi masuk ke dalam pidana khusus dengan peradilan khusus dan aturan yang khusus juga. Tentunya pemberian bebas bersyarat juga lebih ketat dibanding dengan pelaku tindak pidana umum lainnya. Dalam PP tersebut salah satu syarat untuk mendapat bebas bersyarat bagi pelaku tindak pidana di atas adalah bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya atau dengan kata lain menjadi justice collaborator.

Pembebasan napi koruptor dengan alasan corona adalah keliru, dan bertentangan dengan PP No. 99 Tahun 2012. Sempat mencuat ke permukaan bahwa PP ini akan direvisi agar para napi koruptor bisa bebas bersyarat dengan alasan corona ini. Wacana merevisi PP ini bukan kali ini saja, menurut ICW setidaknya dalam rentan tahun 2015-2019 sudah ada empat kali yang mengusulkan revisi PP ini.

Padahal PP ini dinilai aturan progresif, sehingga bisa membuat jera para pelaku tindak pidana seperti koruptor, jika terjadi revisi dengan alasan wabah maka ini akan memberikan kelonggaran dan keringanan bagi para napi koruptor, publik masih belum menerima atas revisi Undang-Undang KPK kemarin, dan sekarang akan ada wacana demikian, tentunya ini menjadi pertanyaan dimana konsistensi pemerintah dalam memberantas kejahatan korupsi.

Perlu diingat juga, corona ini bisa menular apabila ada kontak langsung dengan orang lain, pertanyaannya apakah para koruptor bersentuhan langsung dengan orang lain seperti napi pidana umum lainnya? Sudah bukan rahasia umum para koruptor memiliki fasilitas yang mewah di dalam sel, bahkan satu sel satu napi, lalu bagaimana cara virus itu menular jika dalam sel minim kontak dengan orang lain? Jutru para koruptor tersebut akan lebih aman di dalam sel karena minimnya kontak dengan orang lain, itu adalah salah satu pencegahan corona terbaik untuk para koruptor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun