Publik dikejutkan dengan tindakan yang dilakukan oleh salah satu mahasiswa Universitas Indoneisa lantaran telah mengeluarkan "kartu kuning" terhadap presiden Joko Widodo ketika menghadiri acara Dies Natalis UI ke-68. Diketahui mahasiswa tersebut adalah Ketua BEM dari Universitas Indonesia yang bernama Zaadit Taqwa. Akibat aksi itu Zaadit diamankan oleh Paspampres.
Zaadit mengatakan apa yang dilakukannya merupakan  peringatan atas berabagai masalah yang terjadi di negeri ini. Ada tiga hal yang menjadi fokus dalam tindakan ini. Yang pertama adalah soal gizi buruk yang terjadi di Asmat, kemudian isu penghidupan kembali dwifungsi Abri dengan diangkatnya perwira Polri aktif menjadi pejabat gubernur, dan mengenai peraturan baru mengenai organisasi mahasiswa yang dianggap akan membatasi pergerkan mahasiswa.
Apa yang dilakukan Zaadit merupakan bentuk ekspresi terhadap permasalahan yang ada di negeri ini. Tidak salah memang mahasiswa berpikir kritis terhadap permasalahan yang ada di negeri ini. Dan memang seorang mahasiswa harus kritis dan tidak acuh dengan permasalahan  yang ada di negeri  ini.
 Namun pertanyaannya, pantaskah yang dilakukan  oleh Zaadit tersebut? Sebenarnya tindakan tersebut tidak perlu dilakukan, karena jika ingin menyampaikan aspirasi, sampaikanlah aspirasi tersebut dengan jalan yang elegan, tidak berbenturan dengan etika. Tidak seharusnya seorang mahasiswa yang dikatakan sebagai agen perubahan melakukan hal tersebut. Apalagi yang dilakukan oleh Zaadit bisa saja mencoreng nama baik dari UI sendiri.
Padahal ada agenda presiden untuk bertemu dengan BEM UI pada hari itu, alangkah lebih baik dan elok jika bentuk kritis tersebut disampaikan melalui pertemuan tersebut. Karena sesungguhnya ada  ruang bagi mahasiswa khususnya BEM UI untuk menyampaikan apirasi mereka. Mahasiswa sebagai agen perubahan memang harus kritis dengan apa yang terjadi di pemerintahan, bentuk kritis tersebut tidak melulu dilakukan dengan demonstrasi dan melakukan hal anarkis lainnya, tetapi bisa dilakukan dengan hal yang lebih positif, misalnya dengan menulis atau berdialog, bermusyawarah.
 Alangkah cantiknya bentuk kritis dari Zaadit terhadap pemerintahan ini dilakukan dengan jalan yang elegan yaitu dengan cara musyawarah atau dengan diskusi, karena musyawarah adalah cara orang Indonesia untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H