Ia memperhatikan seluruh lapisan masyarakat hal itu nampak dalam legasi yang ditinggalkan untuk rakyatnya baik berupa bangunan maupun adat-budaya bahkan menyangkut keagamaan. Karena menurutnya kalau warisan budaya hilang nanti kita tidak ada jadi Indonesia, karena suku bangsa di Indonesia tidak boleh ada yang hilang.
Pribadi yang dirasakan orang yang mengenal orang Dayak adalah kerendahan hati dan keramahan. Orang Dayak selalu menerima dengan terbuka terhadap siapa pun. Melayani menjadi kata yang mewakilinya. Demikian halnya dengan Cornelis tampil sebagai pemimpin yang melayani (Servant Leadership).
Mengubah Mentalitas Ulun
Pribadi Dayak juga dikenal dengan keberaniannya demikian dengan Cornelis. Namun keberanian tak serampangan, ia bahkan menemukan dari pengalaman hingga terucaplah moto/semboyan begitu terkenal di Kalimantan "Jika berani, jangan takut-takut; jika takut jangan berani-berani!
Dengan keberaniannya, ia pun didaulat sebagai bupati, gubernur masing-masing dua periode, Ketua DPD Partai, dan yang tak kalah mentereng sebagai presiden Dayak atau Ketua Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) dengan tugas menjaga martabat dan kehormatan suku bangsa Dayak.
Dalam masanya memimpin Dayak disegani, dihormati, orang yang tak lagi memandang sebelah mata bahkan orang mulai berani mengaku diri sebagai Dayak. Sebab siapa pun yang merendahkan Dayak akan dia tuntut dan diseret ke pengadilan adat dan negara. Bersamanya Dayak semakin kuat atau dengan istilah "Dayak Satu Komando". Keberaniannya juga ia tunjukkan dengan mampu berdiplomasi dan bersinergi dengan pemerintah bahkan dunia internasional.
Keberanian utamanya adalah mengubah mentalitas "ulun" orang Dayak. Untuk keluar dari paradigma itu ia memulai dengan pemikiran bahwa nenek moyang Dayak bukan dari Yunan.
Pengakuan akan keberaniannya menyuarakan persoalan rakyat membawanya melenggang ke Senayan sebagai anggota DPR-RI. Tak tanggung-tanggung ia menjadi anggota DPR dengan suara laki-laki terbanyak mengalahkan nama-nama yang telah dikenal publik seperti Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dan Fadli Zon. Di ruang dewan di komisi II lagi-lagi keberaniannya begitu nampak karena dengan lantang ia menyuarakan kepentingan rakyat.
Lebih dari Sekadar Sosok, Pribadi Dayak
Ditulis dengan semangat tak sekadar menganggumi atau mengelu-elukan sosok namun lebih menampilkan sosoknya sebagai pemimpin 'sejati' yang melayani rakyat sukunya dalam bingkai NKRI. Selain itu, bagaimana sosoknya ditampilkan dengan pemikiran Dayak yang sesungguhnya yang disarikan dalam nilai keberanian dengan didahului pertimbangan dan pemikiran yang mendalam.
Sosok Cornelis tak semata sebagai pribadi tapi melihat sosok Dayak yang jauh dari stigma negatif yang terlanjur disematkan untuk suku asli Borneo. Bukan hanya sebuah kisah perjalanan seseorang tetapi pembaca akan mendapati fakta dan sejarah Dayak dalam perspektif manusia Dayak.