Oleh Teuku Rahmad Danil Cotseurani                                                                         Â
         Tahun 2015 dan 2017 di Indonesia pada umumnya ada pesta pilkada serentak tahap I, Aceh pada khususnya akan mengada pesta demokrasi pilkada seretak tahap II pada tahun 2017 nanti. Ya, hajatan akbar untuk pemilihan kepala daerah langsung (pilkadasung) baik tingkat I yaitu gubernur dan wakil gubernur dan ditingkat II yaitu bupati dan wakil bupati juga walikota dan wakil walikota walaupun tidak serentak karena ada beberapa daerah yang belakangan menggelar even tersebut.
Pilkada akan berdampak besar bagi sebagian rakyat Aceh maupun Indonesia dari segi ekonomi, dimana para percetakan dan sablon kebanjiran order untuk spanduk, kaos, cetak stiker dan pernak pernik pilkada lainnya. Media cetak dan elektronikpun kebanjiran iklan dan reklame,bahkan ada diskon khusus bagi para calon kandidat peserta pilkada. Masyarakat yang akan memilihpun akan mendapatkan rezki musiman berupa sarung, sembako, uang dan lain-lain.
         Aceh memang beda bila kita lihat dengan propinsi lain di Indonesia, punya tempat khusus dimata Mahkamah Konstitusi (MK) dimana jalur independen kembali diperbolehkan untuk bertarung dalam pilkada.
Padahal semua tahu, partai lokal adalah penguasa parlemen Aceh, seharusnya tokoh-tokoh dari partai tersebutlah yang lebih dominan untuk menduduki posisi satu dan dua di daerah tingkat I dan daerah tingkat II, namun kali ini dari jalur perseorangan dapat kembali mencalonkan diri asalkan sejumlah syarat dapat terpenuhi seperti pengumpulan KTP masyarakat. Segenap lapisan masyarakat dipersilahkan memimpin rakyat Aceh baik dari kalangan politisi, akademisi, pengusaha,seniman, praktisi, bankir, tokoh pemuda, tokoh masyarakat sampai tukang becakpun dibolehkan.
         Fenomena ini membuat semua orang galak jeut keu raja,karena memang peluang itu ada tergantung dipilih atau tidak oleh rakyat, Namun apakah ada calon pemimpin yang mulia, pro rakyat dan berhati pahlawan yang ikhlas berbuat untuk negeri ini,bukan karena kepentingan dan impian proyek yang akan melimpah di propinsi kaya tapi rakyatnya miskin ini.
Sepertinya sosok inilah yang dibutuhkan rakyat, tentunya tidak harus dari kalangan politisi yang tak kenal kawan dan lawan, tidak harus dari kalangan akademisi yang terlalu larut dengan teori-teori, tapi dari kalangan pengusaha yang berbisnis tidak mencampurkan aturan-aturan bernegara dan peraturan-peraturan pemerintah dengan usaha yang dirintis, orang yang sudah mapan dalam kerajaan bisnisnya dan tidak ada kepentingan untuk memperkaya diri dengan jabatan dan kekuasaan, karena usaha yang dirintis dan pendapatan dari usahanya melebihi angka gaji dan tunjangan yang ia dapatkan dari APBN dan APBD.
Aceh butuh figur yang benar-benar mementingkan rakyat, berjiwa pahlawan dan pengabdian bagi daerah dan negerinya. Pahlawan seseorang yang berbuat pamrih tanpa mengharap imbalan demi kepentingan orang banyak. Bukan seperti pahlawan tanpa tanda jasa yang identik dengan guru, apa pantas dikatakan pahlawan untuk lulus jadi PNS saja harus sogok,atau pahlawan-pahlawan dibidang lain,yang sebelum mendapatkan gelar itu sudah main suap dan ingin dikenang oleh masyarakat.
        Pemimpin dari kalangan pengusaha, yang semata-mata mengabdi untuk rakyat dan daerahnya, dan punya tanggung jawab bagi kemaslahatan rakyat, gaji dan tunjangannya akan dialokasikan dan diperuntukkan rakyat miskin, menggenjot ekonomi kaum lemah yang sebagian besar penduduk Aceh yang masih berada dibawah garis kemiskinan. Pemimpin seperti itu akan jauh dari prilaku-prilaku korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, kepentingan proyek, memperkaya diri dan menghabiskan uang rakyat main perempuan ke propinsi tetangga.
Pemimpin dari kalangan pengusaha seperti itu sudah mapan dari diri sendiri, keluarga dan orang lain, berniat memajukan Aceh dari berbagai bidang, dengan tidak ada lagi daerah yang mengemis ke tingkat propinsi dan atau pusat karena defisit anggaran untuk membiayai aparatur pemerintahan dan rodanya pemerintahan setempat, sebagaimana yang diberitakan harian Serambi Indonesia, beberapa kabupaten bangkrut.
Sungguh miris jika seorang pemimpin tidak bisa berbuat apa-apa bagi daerahnya, sumber PAD tidak meningkat dari tahun ke tahun mengapa ini terjadi, apa karena tidak becus memimpin dan menjalankan roda pemerintahan daerah, padahal negri Aceh kaya raya, ada yang salah dalam pengelolaan pemerintahan atau pemimpinnya yang tidak mampu.