Pengertian Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan atau pembuatan keputusan dapat dikatakan sikap terhadap suatu keadaan yaitu sebagai eksekusi akhir dari beberapa pilihan keadaan, intinya menetapkan suatu kondisi demi tercapainya suatu tujuan dengan hasil sesuai yang diinginkan.
Konteks pengambilan keputusan seringkali dihadapkan pada seorang pimpinan atau setidaknya manajer dalam suatu organisasi, baik organisasi pemerintahan ataupun organisasi swasta. Kepiawaian seorang pemimpin atau minimal seorang manajer akan terlihat pada saat mengambil keputusan, terutama keputusan atas kondisi yang sulit dimana terdapat beberapa pilihan-pilihan yang cenderung kurang menguntungkan ataupun pilihan-pilihan prioritas yang levelnya satu sama lain sejajar dan memiliki konsekuensi dengan level yang sejajar pula atas resiko (kerugian) yang harus ditanggung.
Pengambilan keputusan cenderung memerlukan waktu pertimbangan yang harus cepat, bahkan kadang-kadang dalam keadaan darurat dan mendadak atau tiba-tiba pun konteks yang diputuskan biasanya konteks strategis sehingga bila salah atau keliru dalam mengambil keputusan pada momen kritis tersebut maka bersiaplah dengan sejumlah kerugian-kerugian besar bagi organisasi kemudian berdampak pada kualitas kepemimpinan seorang leader.
Kondisi Pengambilan Keputusan
Beberapa kondisi pembuatan/pengambilan keputusan seorang pemimpin seringkali :
1. Ambigue, di awal pemberlakuan keputusan tidak mampu diterjemahkan pihak bawahan secara jelas atau bahkan lebih parahnya adalah bahwa pemimpin tersebut bingung memutuskan kemudian menjadi bingung sendiri atas hal yang dia baru saja putuskan.
2. Debatable, di tengah keputusan berjalan, pada pihak-pihak terkait yang menjalankan keputusan terjadi pro-kontra, sehingga polemik muncul kemudian memunculkan masalah tanpa solusi yang berikutnya menambah masalah baru tanpa mengubur masalah sebelumnya.
3. Konflik dan kerugian, yaitu hasil pembuatan keputusan yang pada akhirnya disimpulkan cenderung tidak tepat.
Akar Masalah dalam Masalah Pengambilan Keputusan
Akar masalah dari pembuatan/pengambilan keputusan yang tidak tepat oleh pemimpin antara lain bahwa pemimpin tersebut :
1. Tidak memiliki kecakapan alami dalam mengambil keputusan.
2. Kurang kaya dalam pengalaman di beragam kondisi strategis yang mendesak keputusan-keputusan, terutama keputusan-keputusan ekstrim.
3. Tidak memiliki dasar keilmuan manajemen dan tata kelola (trail and error atas dasar pengalamannya saja).
4. Masih baru dalam menjabat namun tidak pada ranah “by design: the right man on the right place” dan kurang memahami sumber daya organisasi.
5. Komponen masalah pada suatu keputusan tersebut sangat kompleks (tidak terstruktur).
6. Kurang, atau tidak berdasarkan data yang akurat.
Potret lapangan terkait pemimpin seringkali dikaitkan dengan dikotomi pemimpin muda dan pemimpin “tua”. Istilah muda/tua menurut penulis sudah tidak lagi relevan mengingat arus perubahan terutama arus disrupsi adalah arus yang tidak berbasis kenormalan, sehingga penulis secara pribadi lebih memilih istilah matang atau mentah. Kemudian level organisasi juga sangat menentukan kiprah level kepemimpinan.
Pemimpin yang matang adalah hasil ektraksi dari suatu formula yang teruji berbasis meritokrasi. Terbukti meritokrasi merupakan sistem objektif yang berlaku seadil-adilnya yaitu bahwa pemimpin tercipta melalui pola “by design” dengan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasi, bukan kekayaan, senioritas, dan sebagainya.
Ada banyak cara menakar pemimpin yang baik melalui pengambilan keputusannya, dimana dalam kesempatan kali ini terkait pengambilan keputusan berbasis intuisi. Intuisi sebagai level tertinggi dalam pengambilan keputusan dikarenakan intuisi merupakan hasil dari pengetahuan dan pengalaman yang tersaring.
Intuisi menurut Para Pakar
1. Intuisi adalah hasil bentukan pengalaman yang luas sebagai dasar yang memungkinkan orang membangun pengetahuan yang lebih baik, seperti keterampilan perseptual dan model mental yang lebih kaya, sebagai sarana untuk mencapai keputusan yang lebih baik. (Gary Klein, 2015).
2. Suatu individu handal adalah individu yang cenderung menggunakan intuisi (yaitu, spontan, berbasis afektif) dan didukung kemampuan mode keputusan deliberatif (yaitu, usaha, perencanaan, dan analitik) (Thorsten Pachur dan Melanie Spaar, 2015).
3. Intuisi sering sebagai komponen penting dari penemuan apa pun. Meskipun pemecahan masalahnya muncul tiba-tiba, namun hal tersebut lahir dari periode pemikiran yang sangat panjang, dan kebiasaan menalar. (Ion Gresser, 2015).
4. Pada saat seseorang dihadapkan dengan pengambilan keputusan yang melibatkan resiko, maka dia akan menggantungkan diri pada intuisinya. (M. Mahdi Roghanizad dan Derrick J. Neufeld, 2015).
5. Metode pengambilan keputusan alami/natural yang cenderung dapat mengurangi tingkat kesalahan secara efektif adalah menggunakan intuisi ditambah pengalaman. (Julie Gore dan E. Conway, 2016).
6. Intuisi dikatakan sebagai kemampuan merespon secara cepat. (Sarah Furlan et.al, 2016).
7. Intuisi memiliki pengaruh yang lebih signifikan pada saat melakukan suatu penilaian dan pengambilan keputusan dibandingkan melalui suatu musyawarah baik dalam situasi yang biasa ataupun situasi yang kompleks. (Hong Li et.al., 2016).
8. Intuisi sebagai rekognisi berpola yang sudah tersimpan dalam memori. (Chase dan Simon, 2016 dalam S. Mattssona dan A. Fast Berglunda).
9. Penelitian menunjukkan bahwa beberapa situasi lebih baik ditangani dengan menggunakan intuisi (Nalilah RP, 2017).
10. Kemampuan intuitif, relatif terhadap kemampuan manajerial dasar (keterampilan perencanaan dan implementasi), terbukti sangat kritis dan penting dalam mencapai tujuan (P.L. Nuthal, 2018).
Kesimpulan
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli bahwa intuisi merupakan refleksi dari proses nalar suatu informasi dan proses suatu pengalaman yang mengakibatkan seorang pemimpin dalam mengambilan keputusan dapat secara cepat namun efektif.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu membuat keputusan yang efektif yaitu cepat sekaligus akurat, namun modal membuat keputusan yang efektif adalah kemampuan kognisi yang tinggi dan pengalaman bermakna.
Semoga saja para pemimpin organisasi dimana pun berada adalah para pemimpin yang piawai dalam membuat keputusan dikarenakan memiliki intuisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H