Mohon tunggu...
Daniel Yedidia
Daniel Yedidia Mohon Tunggu... -

injek kopling belokin stir tarik handbrake

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

PULAU-PULAU KECIL DI KAWASAN PERBATASAN

30 Oktober 2011   15:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:16 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PULAU-PULAU KECIL DI KAWASAN PERBATASAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat Provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasannya baik bila ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini (PNG). Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil. Beberapa diantaranya masih perlu penataan dan pengelolaan yang lebih intensif karena mempunyai kecenderungan permasalahan dengan negara tetangga. Bagaimana Kondisi Pulau Kecil Perbatasan? Pulau–pulau kecil perbatasan di Indonesia jumlahnya 92 buah pulau itu memiliki permasalahan yang kompleks dari berbagai aspek baik secara ekonomi, ekologis, geologis, osenografis, politik, sosial-budaya maupun pertahanan keamanan. secara ekonomi PPKB memiliki akses ekonomi dan dinamikanya lebih bergantung kepada negara tetangga. Contohnya pulau Sebatik yang berbatasan langsung dengan Malaysia Utara dan wilayahnya dibagi dua antara Indonesia dan Malaysia, kondisi ekonomi masyarakatnya berbeda jauh dengan wilayah yang masuk teritorial Malaysia ketimbang Indonesia. secara politik, keberadaan pulau-pulau perbatasan maritim memiliki nilai strategis karena menyangkut posisi tawar Indonesia di mata dunia internasional. Pada tahun 2002, Indonesia mengalami kekalahan dalam Mahkamah Internasional di Denhag Negeri Belanda dalam kasus perebutan pulau Sipadan- Ligitan dengan Malaysia. Perbandingan suaranya 16 mendukung Malaysia dan 1 mendukung Indonesia. secara sosial-budaya, Problem sosial budaya senantiasa berhubungan dengan masalah teritorial antara Indonesia dengan negara tetangga yang berbatasan maritim. Penangkapan nelayan-nelayan tradisional Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berasal dari Rote, Ndado dan Alor di perairan Laut Timor tak bisa hanya dipandang sebagai persoalan pelanggaran batas teritorial Australia oleh nelayan kita. Ada problem kultural yang tak bisa disederhanakan begitu saja karena nelayan-nelayan itu sudah mencari teripang, sirip hiu dan Lola di perairan tersebut dan menyinggahi Pulau Pasir (Ashmore Island ) yang kini dikuasai Australia berlangsung sejak abad 16. Bahkan, nenek moyang mereka banyak dimakamkan di pulau-pulau tersebut. Artinya, ada faktor kultural yang mempengaruhi motif ekonomi masyarakat yang hidup di pulau-pulau tersebut. Bahkan di beberapa PPKB kerapkali terjadi konflik akibat perebutan wilayah tangkap antara nelayan tradisional dengan nelayan modern yang menggunakan trawl. Akibat keterpencilan dan keterisolasian amat jarang PPKB dikunjungi oleh pemerintah daerah setempat. Selain, keterbatasan infrastruktur transportasi laut, faktor alam yang kurang bersahabat juga menghambat. Dari pelbagai aspek tersebut, PPKB memiliki peranan yang amat penting dan strategis bagi pengembangan strategsi pembangunan nasional terutama aspek tata ruang yang selama ini kurang mempertimbangkan posisi PPKB. Permasalahan-permasalahan diatas tidak dapat diabaikan. Tantangan berat dihadapan kita adalah bagaimana memperbaiki untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, misalnya melalui: • Program peningkatan basis ekonomi lokal, • Program peningkatan produktivitas yang teritegrasi secara ekologis, mengurangi kemiskinan dan tetap memperhatikan isu pendidikan dan kesehatan. Terobosan inovasi kebijakan itu adalah sesuatu hal penting dan mendesak, dari pusat ke daerah yang difokuskan langsung pada tingkat Desa Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Program pembangunan pada sector-sektor pemerintahan harus terintegrasi, terencana, berkesinambungan dan terukur pemberdayaannya, dapat diwujudkan melalui pelaksanaan amanat UU OTDA No 22/1999, dengan cara memperbanyak program percontohan ”Tugas Pembantuan Pemerintah” langsung ke Desa-Desa Pesisir dan PPK, yang tersebar pada hampir 500 Kabupaten di seluruh Indonesia, untuk meningkatkan jumlah dan kualitas hidup nelayan. Bagaimana Penataan Ruang Pulau Kecil Perbatasan? Penataan ruang di pulau-pulau kecil perbatasan selama ini belum mendapatkan prioritas yang memadai. Namun lahirnya Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang memberikan suatu perspektif baru dalam menata ruang nasional dimana adanya integrasi antara ruang daratan, laut dan udara. Konsepsi Terpadu Penataan Ruang Pulau – Pulau Kecil Perbatasan Gambar di atas menunjukkan bahwa ada interaksi dan keterpaduan dalam penataan ruang pulau-pulau kecil. Hal ini penting karena semangat Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang sudah menekankan adanya keterpaduan antara wilayah daratan dan lautan dalam penataan ruang termasuk pulaupulau kecil. Interaksi yang saling berkaitan antara lain : 1. Faktor Sumberdaya alam Pulau-Pulau Kecil. Sumberdaya di PPKB terdiri dari sumberdaya hayati baik yang ada di daratan berupa flora dan fauna (termasuk yang endemik) maupun di wilayah perairannya yaitu terumbu karang, padang lamun, rumput laut, mollusca, dan crustacea (termasuk yang endemik) karena hal itu merupakan keunikan suatu pulau. Sementara sumberdaya non-hayati yang tak dapat diperbaharui dan bersifat amat terbatas. Di PPKB sumberdaya ini bisa berupa mineral (emas, timah dan nikel) dan air tawar serta lahan (yang menjadi faktor pembatas) yang dimanfaatkan olehmanusia. Terakhir, yaitu sumberdaya buatan (inrastruktur & jasa-jasa lingkungan) yang mendukung aktivitas di PPKB. 2. Faktor Manusia. Manusia sebagai amat mempengaruhi daya dukung lingkungan maupun lahan di PPKB. Aktivitas manusia yang bersifat destruktif seumpama penggalian pasir laut, penambangan karang dan eksploitasi pertambangan mineral (emas) di pulau kecil akan menurunkan daya dukung lingkungannya. Akibatnya, PPKB terancam tenggelam dan di Indonesia ada kasus tenggelamnnya pulau kecil yakni pengambilan pasir di Pulau Nipa dan batu granit di pulau Karimun (terancam). 3. Faktor Ruang. Ruang juga menjadi faktor penting karena memiliki interaksi dengan manusia dan sumberdaya. Di kawasan PPKB faktor-faktor ini mencakup (i) ruang perairan sekitar pulau dan sumberdaya yang ada di dalamnya yang dimanfaatkan oleh manusia; (ii) ruang lahan/daratan pulau yang juga dimanfaatkan oleh manusia untuk hidup, dan (iii) ruang peralihan (pesisir) yakni kawasan peralihan antara daratan dan perairan di sekitarnya. Umumnya, ruang peralihan ini berlokasi manusia dan melakukan aktivitasnya dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang berguna untuk kehidupannya. Wilayah perbatasan maritim dan pulau-pulau kecilnya adalah bagian terpenting dari kedaulatan wilayah nasional. Sudah saatnya membutuhkan pengelolaan yang terpadu dan terintegrasi. Salah satunya adalah melalui penataan ruangnya karena selama ini kita abai dalam hal itu. dengan mengembangkan ekonomi pulau-pulau tersebut menjadi kota-kota industri yang maju dengan memanfaatkan kerjasama dengan negara-negara terdekat. Pengembangan pulau-pulau kecil di daerah perbatasan harus terlebih dahulu didekati dengan pendekatan community development dengan cara mendayagunakan hasil-hasil sumber daya maritim yang ada di pulau tersebut untuk rehabilitasi ekonomi masyarakat pulau-pulau kecil. Tetapi pengembangan masyarakatnya harus secara paralel membangun kondisi fisik wilayahnya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat yang menghuni pulau tersebut. Dalam pandangan saya konsep itu disebut township berbasis sumber daya maritim. Perlu ditegaskan bahwa nilai ekonomi sebuah pulau, tidak ditentukan oleh besar kecilnya pulau tersebut, tetapi lebih kepada potensi alam dan manfaat ekonomi sosial yang terkandung di dalamnya. Lihat misalnya pulau Singapura, Hongkong, Hawaii, Manhatan New York, Maladewa, Bali, Bunaken, Wakatobi dan masih banyak lagi contoh-contoh kepulauan di dunia ini yang dapat diajukan untuk membuktikan bahwa pulau kecil tidak kalah penting nilai ekonominya dengan daratan. Negara tetangga akan terus mengincar pulau-pulau kecil di Indonesia karena kita sendiri belum serius mengurus atau memanfaatkan pulau-pulau itu sebagai sumber-sumber ekonomi baru. Padahal keberadaan pulau-pulau kecil itu dapat dijadikan kota-kota pantai berbasis sumberdaya maritim, misalnya memobilisasi investasi untuk menjadikan pulau-pulau kecil itu sebagai basis pembangunan perikanan dan pariwisata bahari di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun