Indonesia sebagai negara berkembang memiliki banyak permasalahan terkait kependudukan. Selain permasalahan mengenai besarnya angka populasi yang fantastis, salah satu permasalahan lainnya adalah migrasi penduduk. Seperti yang kita ketahui, bahwa saat ini banyak terjadi migrasi dimana-mana, baik dari desa ke kota, maupun dari kota ke kota. Buruknya, migrasi ini bisa dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja, sehingga hal ini dapat menyebabkan ketidaksiapan kota dalam melayani kebutuhan penduduknya yang meningkat diluar dugaan. Alhasil didalam kota tersebut dapat terjadi permukiman liar, ketidakstabilan ekosistem dll.
Menurut hasil sensus penduduk tahun 2000 penduduk Indonesia berjumlah 205,132,458 jiwa. Jumlah tersebut meningkat sekitar 1,98% per tahunnya, dengan Berdasarkan Sensus Penduduk (1971, 1980, 1990, 2000) dan Supas 2005. Kondisi semacam ini timbul berbagai masalah kependudukan antara lain: Ketidak merataan penyebaran penduduk di setiap Propinsi. Kepadatan di 27 Propinsi masih belum merata. Berdasarkan Sensus Penduduk (1971, 1980, 1990, 2000) dan Supas 2005 sekitar 58.8% penduduk tinggal di Pulau Jawa, padahal luas Pulau Jawa hanya sekitar 7% dari seluruh wilayah daratan Indonesia. Dilain pihak, Kalimantan yang memiliki 28% dari luas total, hanya dihuni oleh 5,5% penduduk Indonesia. Dengan demikian kepadatan penduduk secara regional juga sangat timpang. Ketidakseimbangan kepadatan penduduk ini mengakibatkan ketidakmerataan pembangunan baik fisik maupun non fisik yang selanjutnya mengakibatkan keinginan untuk pindah semakin tinggi. Arus perpindahan penduduk biasanya bergerak dari daerah yang agak terkebelakang pembangunannya ke daerah yang
lebih maju, sehingga daerah yang sudah padat menjadi semakin padat.
Semakin tinggi tingkat perekonomian suatu daerah, maka semakin tinggi pula laju migrasi masuk. Hal ini dapat terjadi karena dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, akan berpengaruh terhadap berbagai macam hal terkait dengan pembangunan di kota tersebut, dimana pada akhirnya akan memberikan pull factor atau faktor pendorong, yang mengakibatkan masyarakat tertarik untuk bermigrasi ke kota tersebut. Contohnya saja dengan tingkat perekonomian yang semakin membaik, maka akan dapat dilakukan pambangunan sarana dan prasarana daerah tersebut dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik. Kelengkapan sarana dan prasarana ini dapat menjadi sebuah pull factor, sehingga akan berakibat pada meningkatnya angka migrasi masuk. Pull factor lain dari meningkatnya perekonomian disuatu daerah adalah meningkatnya pula upah minimum dan peluang kerja di daerah tersebut, sehingga akan mendorong peningkatan angka migrasi masuk di daerah tersebut.
Semakin tinggi tingkat perekonomian kota, maka semakin tinggi pula pull factor di kota tersebut, sehingga angka migrasi masuk ikut meningkat. untuk mencegah ketidaksiapan kota, maka seharusnya perlu dilakukan kajian terkait pertumbuhan ekonomi dan pull factor, sehingga bisa diperkirakan berapa jumlah penduduk yang akan bermigrasi masuk ke kota tersebut.
Sebaliknya, menurunnya pertumbuhan ekonomi disuatu daerah juga akan ikut mengurangi angka migrasi masuk daerah tersebut, namun dapat memicu tingginya angka migrasi keluar daerah tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H