Mohon tunggu...
daniel tanto
daniel tanto Mohon Tunggu... Montir - melukis dengan cahaya, menulis dengan hati...

bekerja di institusi penelitian suka menulis, memotret, dan berfikir

Selanjutnya

Tutup

Politik

Griya Jeruji Sejahtera

22 Maret 2010   04:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:16 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_99478" align="aligncenter" width="500" caption="terpenjara dalam kenyamanan - foto: daniel tanto"][/caption]

Membaca di halaman 1 harian KOMPAS, Jumat 19 Maret 2010. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbarmengaku terkejut dengan laporan adanya narapidana kasus terorisne yang disebut-sebut mengendalikan aksi-aksi teror dari balik jeruji di LP Cipinang, Jakarta. Di harian KOMPAS juga diberikan data tentang narapidana yang bertingkah bukan seperti narapidana, melainkan lebih mirip cuma pindah rumah saja. Tidak semua di LP Cipinang tetapi di beberapa LP. Diantaranya disebutkan: Dari kelas Bisnis (bukan kelas seperti di kereta api, ini terpidana kasus bisnis) Artalyta Suryani, terpidana kasus suap, yang sering mengundang rapat bawahannya di sel khusus dan mewah di penjara Cipinang. Nurdin Halid, terpidana kasus korupsi, yang ternyata selama jadi napi tetap menjadi ketua umum PSSI. Tidak heran mengapa PSSI juga jadi terpenjara prestasinya. Dari kasus narkoba disebutkan, Innocent Iwuofor (dari namanya memang "tidak bersalah"), Jet Lie Chandra (yang ini kayaknya tidak masuk ke Hollywood), dan dua napi lain, ternyata memiliki telepon seluler dan tetap mengatur operasi peredaran narkoba. Sedangkan dari klan teroris malah paling mantap. Imana Samudra, terpidana mati kasus bomb Bali, memiliki laptop dan telepon seluler di sel. Imam berinteraksi lewat internet dengan anggota jaringannya, mengelola sebuah situs, dan merekut anggota jaringan. Iwan Dharmawan alias Rois, terpidan mati kasus bom Kuningan, memiliki delapan (benar, delapan) telepon seluler, dan sering berkomunikasi dengan Sapta dan Zaki, dua tersangka teroris yang ditangkap di Aceh pada Maret 2010. Memahami sebuah arti penjara sepertinya sudah tidak seperti bayangan banyak orang. Penjara sekarang bisa di"pesan" seperti yangdimaui, sesuai dengan kemampuan finansial dan kekuatan "koneksi" sang narapidana. Pandangan umum merasa takut jika dimasukkan bui. Dikurung. Tanpa hiburan. Tanpa informasi. Makan tidak enak. Tidur tidak nyaman. Diperas. Bahkan diperkosa di penjara. Tetapi dengan adanya informasi ini. Sedikit banyak bisa memberi pencerahan kepada khayalak ramai bahwa penjara tidak semengerikan dahulu. Jika memang benar seperti yang diberitakan dan memang semua memang bisa di"beli". Sudah saatnya pihak Lembaga Pemasyarakatan memberikan penjelasan yang transparan kepada masyarakat. Bahwa penjara bukan tempat yang mengerikan. Penjara adalah tempat yang sangat manusiawi dan nyaman. Tinggal seberapa besar kemampuan anda. Mungkin bisa disetarakan membeli rumah. Bisa tipe RSS, menengah, mewah, atau super lux. Atau ibaratnya seperti rumah sakit saja, bukankah narapidana kebanyakan berpenyakit sosial? Jadi nanti bisa memilih: Kelas 2 Isi 4 orang 1 kamar mandidan kipas angin Kelas 1 Isi 2 orang 1 kamar mandi dan kipas angin Utama Isi 1 orang 1 kamar mandi, fan, dan TV VIP Isi 1 orang 1 kamar mandi, AC, dan TV VVIP Isi 1 orang 1 kamar mandi, AC, TV, dan ruang tamu Seperti tulisan ibu. Wi, soal privatisasi penjara. Nantinya narapidana akan berhak membiayai dirinya sendiri. Bukankan koruptor itu cukup kaya? Pengedar narkoba? Wah jelas-jelas untungnya gede, kan distribusi barang terlarang pasti banyak uangnya. Pejabat? Sepertinya bisa diatur juga supaya bisa tetap menjabat selama masih dipenjara. Contohnya di organisasi PSSI yang disebutkan di cuplikan berita di atas. Buat apa uang pajak rakyar dipakai lagi untuk orang yang sudah mencurinya? Apa kata dunia? Nantinya ini akan menjadi win-win solution, semua happy. Dari segi pemerintah jelas tidak perlu lagi membiayai hidup para narapidana. Mereka akan membiayai hidupnya sendiri selama dipenjara, bahkan mungkin pemerintah bisa memungut keuntungan dari Lembaga Pemasyarakatan. Bukan tidak mungkin kita bisa menerima narapidana impor dari negara-negara maju karena jelas biaya hidup napi lebih murah di negara ini dibandingkan di negara asal narapida impor. Bagaimana pula dengan napi-napi tanpa kelas atau kelas teri? Pemerkosa, copet terminal, preman palak, penusuk, pembunuhan karena terjepit kondisi, dan kasus-kasus "kering" alias tidak ada kandungan uang. Khusus napi tipe ini akan dimasukkan golongan napi pekerja, dengan kamar ukuran besar, isi 10 orang, cukup 1 kamar mandi. Pekerjaan mereka? Jelas mereka bisa dipekerjakan untuk para narapidana "berkelas". Service, jelas napi berkelas membutuhkan service. Makan saja, butuh sarapan, makan siang, makan malam, belum lagi jika napi berkelas mengadakan meeting denga koleganya. Masih ada cucian, AC, kipas angin, TV, ruang rekreasi, dan lain-lain yang perlu dirawat. Napi-napi kelas 1 yang terkait cybercrime juga bisa dipekerjakan di bidang IT, atau diminta ngeblog, untuk mempopulerkan Lembaga Pemasyarakatan. Jika image Lapas memang mau dirubah, bisa aja blogger-blogger amatir diperbantukan. Seperti langkah yang diambil BI untuk mempopulerkan perbankan syariah. Buat semboyan lapas menjadi: Jalanilah masa hukuman anda dengan lebih berkesan di lapas kami. Brosur buat semirip mungkin dengan hotel bintang 5. Expose fasilitas, dari fitness sampai fax dan internet unlimited di tiap kamar VVIP. Persaingan fasilitas dan layanan antar penjara juga membuat nantinya ada lapas berprestasi dengan hunian tertinggi. Jadi nantinya headline di KOMPAS mungkin bisa menjadi: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar mengaku terkejut dengan laporan adanya narapidana yang mengeluh tetang fasilitas internet lapas yang lemot.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun