Mandok hata adalah sebuah tradisi yang menjadi budaya pada etnis Batak yang dilakukan masyarakat adat Batak setiap malam pergantian tahun. Mandok hata berasal dari kata mandok yang berarti membuat dan hata yang berarti kata. Sehingga secara bebas mandok hata dapat diterjemahkan dengan membuat kata. Membuat kata dalam budaya Batak setiap malam pergantian tahun bukanlah membuat kata-kata yang biasa.Â
Pada pukul 24.00. 31 Desember setiap tahun mayoritas masyarakat Suku Batak yang beragama Kristen akan menjalani prosesi ibadah pergantian tahun. Ibadah pergantian tahun ini menjadi wujud syukur dan menjadi dasar pedoman untuk melangkah pada tahun yang baru. Suku Batak yang mayoritas memeluk agama Kristen menjadikan momen malam pergantian tahun sebagai refleksi dan evaluasi diri atas apa yang sudah dilakukan kepada Tuhan dan sesama. Sehingga pada tradisi malam tahun baru Masehi dijadikan acuan untuk memperbaiki diri agar tahun selanjutnya dapat dijalani dengan lebih hikmat dan bijaksana.
Setelah mayoritas masyarakat Suku Batak menjalani Ibadah Malam Pergantian Tahun di gereja maka setiap keluarga akan mengasingkan diri dari keramaian dan melakukan ibadah keluarga di rumah masing-masing. Adapun liturgi atau tata ibadah yang umum digunakan pada saat mandok hata adalah:
1. Lagu Pujian Ucapan Syukur kepada Tuhan
2. Lagu Penyembahan kepada Tuhan atas berkat sepanjang tahun
3. Membacakan pujian atau mazmur kepada Tuhan atas karunia selama satu tahun
4. Lagu refleksi atau pengakuan dosa selama tahun yang sudah dijalani
5. Renungan introspeksi dan refleksi serta pembaruan dengan ayat Alkitab
6. Lagu Respon atas renungan yang sudah didengarkan
7. Refleksi keluarga yang disampaikan dari anak yang paling muda diteruskan sampai kepada orang tua
8. Lagu Komitmen dan Syukur kepada Tuhan atas tahun yang baru
9. Doa Pembaruan Tekad dan Responsi kepada gereja
10. Bersalaman dan bermaafan
Inti dari budaya mandok hata adalah ungkapan rasa syukur tertinggi dari setiap keluarga Suku Batak atas karunia Tuhan yang menyertai keluarga dan gereja sekaligus menjadi media refleksi bagi keluarga untuk mengerjakan pekerjaan Tuhan yang lebih baik. Dalam liturgi yang biasanya dibuat oleh gereja selalu ada ungkapan syukur kepada Tuhan dan gereja sebagai perpanjangan Tuhan.
Mandok hata bukan hanya sebagai media pribadi keluarga, namun juga alat untuk mendoakan gereja dan sesama. Dalam refleksi keluarga masing-masing anggota keluarga akan menyampaikan kesan dan pesan mereka masing-masing kepada keluarga. Kesedihan, kebahagiaan dan keluh kesah dalam keluarga inti harus disampaikan untuk menjaga keharmonisan keluarga dan mandok hata menjadi momen untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi selama tahun yang sudah dijalani.
Tradisi ini bukanlah sebuah omong kosong, namun hal yang sangat krusial untuk memperbaiki keharmonisan keluarga dan mendekatkan keluarga dengan Tuhan. Dengan kata lain, budaya ini dapat melahirkan resolusi-resolusi dan tujuan-tujuan yang penting untuk dicapai setiap anggota keluarga pada masa yang akan datang. Sehingga tujuan keluarga dan tujuan masing-masing anggota keluarga dapat tercapai. Budaya adalah hal yang penting dan perlu dilestarikan sebagaimana budaya mandok hata pada keluarga-keluarga Suku Batak. Akhir kata, saya berpesan pada setiap masyarakat hukum adat Suku Batak untuk tetap melestarikan budaya ini agar tujuan keluarga dan keharmonisan keluarga dalam tahun-tahun yang akan dijalani tetap terjaga.
Penulis: Daniel Julianto Simanjuntak
31 Desember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H