Setelah mengetahui rencana suksesi berdarah yang dilancarkan Patih secara rinci, Raja pura-pura tidak tahu agar tidak dicurigai dan rencana bisa berbelok. Perjamuan makan yang diselenggarakan tetap dilangsungkan.
Ketika pesta makan itu berjalan, Raja dapat merasakan bagaimana langkah demi langkah dari rencana suksesi itu dijalankan. Persis seperti dikatakan Maling Genthiri. Ia mulai percaya perkataan yang dijamin dengan nyawa. Perkataan itu patut dipercaya. Ia akan menghasilkan buah jika didengarkaan dan dilaksanakan. Namun, bila diabaikan akan mencelakakan dirinya sendiri.
 Sekarang tinggal tunggu situasi sampai matang. Biarlah rencana sang Patih itu dilaksanakan sesempurna mungkin dan serapi mungkin. Insting sang Raja mulai bekerja. Seperti bermain catur, Raja piawai memainkan pion-pion, menteri-menteri, raja, kuda, ataupun benteng. Berbagai strategi dibacanya untuk menemukan peluang emas. Segala kemungkinan dijajakinya. Ia membiarkan dirinya tampak terdesak dan terlena. Bahkan, dibiarkan dirinya tampak bodoh dan tak berharga.
"Makanan spesial ini khusus untuk Raja yang sangat bijaksana. Suatu kehormatan bagi kami bisa menghidangkan jamuan ini untuk Raja. Silahkan Tuanku Raja menikmatinya," kata Patih sesopan mungkin sambil berpikir "kamu tidak layak menjadi raja. Kamu harus mati malam ini. Sayalah yang akan berkuasa di wilayah ini."
"Nah, inilah saatnya membalikkan keadaan : dari sesuatu yang buruk menjadi yang baik dan menguntungkan. Inilah kesempatan emas," kata Raja dalam hati sambil tersenyum dan tanpa kehilangan kewaspadaan.
"Terimakasih Patih. Ada tradisi bahwa yang kreatif dan bekerja keras lebih dihargai. Patih telah menunjukkan kreativitas dan kerja keras itu sehingga perjamuan ini terselenggara baik. Karena itu, Patihlah yang berhak menyantap makanan ini terlebih dulu," kata Raja kepada Patih. Beberapa orang mulia berbisik mengatakan raja sangat menghargai usaha orang-orang yang berdedikasi.
      "Hamba sangat senang mendapat penghargaan setinggi itu, Tuanku. Namun, tidak ada maksud kami menonjolkan diri. Seluruhnya kami abdikan kepada keberhasilan Tuanku Raja. Ini penghargaan kami kepada raja kami. Sudilah Tuanku menyantapnya. Biarlah kami makan dari sisa-sisa Tuanku," kilah Patih. Orang-orang berbisik bahwa Patih ini rendah hati.
"Ini perintah, Patih ! Orang harus dihargai atas dasar kerja keras dan kreativitas serta pengabdiannya," kata Raja tegas. Orang-orang mulia yang hadir berbisik kalau Raja memegang teguh dalam komitmen dan berprinsip.
Karena tidak ada alasan lagi yang disampaikan, sementara orang-orang mulia yang hadir di situ sangat menghargai komitmen ketimbang lainnya, tidak ada jalan lain bagi Patih selain makan makanan yang sudah ditaburinya racun oleh tangannya sendiri. Mengulur waktu pun tidak ada gunanya karena tampaknya Raja sudah membaca rencananya. Lari pun juga tidak memungkinkan karena tampaknya Raja sudah mengantisipasi semuanya. Maka, makanlah dan matilah dia.