Mohon tunggu...
Daniel Ronda
Daniel Ronda Mohon Tunggu... Dosen Teologi -

Dosen Teologi, tinggal di kota Makassar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Skandal “Gay Sex” Pemimpin

8 September 2010   15:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:21 2360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di tahun 2006, publik Amerika dikejutkan oleh skandal seks yang dilakukan tokoh terkenal Pendeta Ted Haggard, seorang tokoh yang memiliki umat 14.000an dan juga dikenal dekat dengan mantan Presiden George W. Bush yang sekaligus menjadi penasehat presiden negara adidaya itu. Dikatakan menghebohkan, karena di samping Ted Haggard sudah punya istri, anak dan cucu, dia terlibat skandal di mana dia ketahuan menyewa PSK pria dan membelikan narkoba kepada PSK yang sekaligus pemijatnya. Perselingkuhan ini ketahuan setelah Ted sibuk berkampanye anti pernikahan sesama jenis di media, termasuk televisi. Pria PSK yang kebetulan menyaksikan hal ini di TV, yang kemudian dikenal bernama Mike Jones, kemudian menghubungi fihak media dan menyatakan bahwa Ted adalah teman kencannya. Kontan saja ini menghebohkan semua fihak, baik dari kaum agamawan dan orang yang beragama tentunya. Apalagi kaum yang menentang agama (baca: ateis) menjadikan skandal ini sebagai bahan lelucon dan olok-olok di berbagai media. Intinya mereka menertawakan dan membuktikan betapa munafiknya kaum rohaniwan dan agama sebetulnya tak lebih dari sebuah kemunafikan.

Ted kemudian berhenti dari kepemimpinan di gerejanya dan berbagai kepemimpinan lainnya. Dia mengikuti program konseling dan juga mengikuti beberapa mata kuliah di universitas yang berhubungan dengan konseling selama kurang lebih dua tahun.

Setelah lama tidak terdengar kabarnya, maka pertengahan tahun ini (2010), Ted Haggard kembali ke publik dengan melakukan tur pertobatan (repentance tour), mengumumkan pendirian gereja baru dan istrinya Gayle menerbitkan buku baru yaitu "Why I Stayed: The Choices I Made In My Darkest Hour" di mana istrinya ternyata mengampuni perselingkuhan suaminya dan tetap mempertahankan pernikahan. Ia pun mengklaim bahwa suaminya sudah sembuh dari sisi "gay" yang ada pada suaminya. Hal ini menarik publik Amerika yang ingin tahu mengapa Gayle rela kembali kepada suami yang mengkhianatinya. Ia pun diundang di berbagai TV nasional termasuk Oprah Winfrey's Show, Larry King, Good Morning America, termasuk dibuatkan film dokumenter di HBO tentang kisah Ted Haggard.

Mengapa Gayle bisa megampuni? Walaupun saya belum membaca bukunya, ada beberapa petikan pelajaran yang bisa diambil dari kisah yang dituliskannya. Ini saya ambil dari beberapa wawancara yang ada di berbagai media:

Pertama, Gayle mengakui ternyata di awal pernikahannya, bahwa suaminya pernah mengaku punya hubungan homoseksual sebelumnya. Namun Gayle menganggap enteng masalah ini dan membuat hal ini seolah tidak ada. Ini mungkin pelajaran berharga bagi setiap pasangan untuk mengecek latar belakang masing-masing dan memperbaikinya sebelum sesuatunya terlambat dan akhirnya bisa menghancurkan pernikahan. Kebanyakan pasangan, terutama wanita, tidak percaya bila suaminya selingkuh dan malah menutupinya. Lebih baik diselesaikan dengan baik dan jika perlu mencari konselor untuk menyelesaikan masalah ini.

Kedua, Gayle bersedia mengampuni suaminya. Dalam bukunya tentu ia menggambarkan betapa sakitnya mendengar cerita-cerita skandal yang kemudian ternyata ada kebenarannya. Tetapi dalam kepedihannya ia mengampuni dan sejak skandal muncul, dia tidak pernah pisah ranjang. Ini tentu pelajaran berharga bahwa pengampunan penting dalam kehidupan rumah tangga. asalkan ada pengakuan dan penyesalan dari fihak yang berselingkuh. Memilih mengampuni memang langka dalam masyarakat independen seperti Amerika, tetapi nilai ini masih ada dan perlu dilakukan. Tidak ada orang yang sempurna dan semua orang punya kesalahan, termasuk di area seksual. Inilah merupakan kesimpulan yang diambil oleh Gayle dalam masa-masa sulitnya. Maka kalau kita lihat dan bandingkan dengan kasus Cut Tari, seharusnya kita belajar bagaimana suaminya bisa juga mengampuninya. Publik menganggap aneh, tetapi bagi saya itu nilai yang harus dihidupkan.

Ketiga, Gayle memutuskan untuk tetap mencintai suaminya (choosing to love). Memilih untuk tetap menaruh cinta kepada suaminya walaupun dia sudah berbohong memang bukan hal mudah. Sejak awal dia sudah memilih tetap mencintai suaminya, memilih untuk berjuang (fight) untuk mempertahankan pernikahan dan keluarganya. Kita bisa belajar ternyata cinta bukan melulu perasaan, tetapi komitmen dan penggunaan akal budi untuk memilih bertahan di dalam kelebihan dan kekurangan pasangan. Tanpa pilihan yang jelas, maka kita akan terus hidup dalam kegelapan dan sakit hati yang berkepanjangan.

Yang terpenting tentunya bagaimana sang suami sendiri yang bersedia mengakui kesalahan dan komitmen untuk memperbaikinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun