Mohon tunggu...
Daniel Ronda
Daniel Ronda Mohon Tunggu... Dosen Teologi -

Dosen Teologi, tinggal di kota Makassar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kota Gertak Sambal itu Bernama Makassar

17 Maret 2013   10:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:37 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau mau melihat kota besar yang sangat semrawut lalu lintasnya, maka salah satuya tak lain dan tak bukan adalah Makassar.  Sepertinya kota ini tidak memiliki aturan keselamatan dalam berlalu lintas. Belum lagi lampu merah dan jalan yang rusak tidak pernah tuntas diperbaiki. Ditambah lagi aturan motor di lajur kiri yang aneh, di mana hanya berlaku pagi hari dan sebatas mata polisi memandang. Sebuah gambar kesemrawutan yang semakin parah dari waktu ke waktu. Belum lagi tidak ada pejabat yang cerdas di kota ini dalam mengatur rekayasa lalu lintas. Kota ini jadi sangat macet dan jorok. Maka dapat dibayangkan mengerikannya berlalu lintas di Makassar. Tiap hari nyawa melayang di jalan-jalan kota Makassar. Sebuah keprihatinan.

Yang bikin rasanya tertawa dan miris adalah perilaku pejabat yang membuat banyak aturan. Misalnya, ada Perwali yang melarang parkir di sepanjang jalan A.P. Pettarani. Di mana-mana dipasang spanduk himbauan (wow, kota himbauan rupanya) dilarang parkir. Para pejabat sibuk mengancam lewat koran dan radio dan telah diberikan tenggat waktu sampai 8 Maret yang lalu. Sampai heboh berita soal ancaman kurungan 2 bulan kepada yang berani parkir. Ternyata? Ini hanya gertakan belaka. Sampai hari ini orang masih seenaknya memarkir mobilnya di jalan-jalan yang sudah jelas ada tanda larangan. Tidak ada rasa hormat pada aturan dan tidak takut akan melanggar aturan. Bahkan masyarakat juga bangga kalau melanggar dan polisi berdiam diri. Ada perasaan bahwa mereka adalah orang hebat kalau bisa melanggar.  Ironi!

Apakah kota ini hanya sebuah kota himbauan? Apakah aturan hanya sekadar wacana dan gertak belaka? Belum lagi para pejabat yang tidak peduli. Tiap hari masyarakat marah dan memaki pejabat lewat radio (baik Celebes maupun Fajar FM). Para pejabat hanya berjanji dengan janji tanpa aksi nyata di lapangan. Kuping pejabat sudah ditutup dan hanya pikirkan diri sendiri. Kota yang menyedihkan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun