Kejahatan siber saat ini menjadi tren dalam dunia kejahatan saat ini termasuk di masa pandemi covid 19, di masa pandemi saat ini banyak sekali kejahatan siber atau IT terjadi di seluruh belahan dunia termasuk di negara kita tercinta Indonesia. Dalam melakukan kejahatan siber, kejahatan lebih sering mengarah pada privasi seseorang misalkan peretasan (hacking), pemerasan atau pemaksaan seksual dengan menggunakan teknologi (sextortion), pengintaian (stalking), siber terorisme (cyber terorism). Tentunya ini menjadi kewaspadaan bagi kita semua disaat kita sedang menggunakan komputer atau smartphone kita, dalam teori ruang transisi siber (space transition theory of cyber crime)  yang sebagaimana dikatakan oleh Jayshankar dalam bukunya berjudul "Cyber Criminology Exploring Internet Crimes and Criminal Behaviour" bahwa pelaku kejahatan siber bisa menjadi siapa saja di dunia media sosial, maka dari kita secara tidak sadar kita telah diserang oleh kejahatan siber (cybercrime).Â
Penggunaan media sosial atau biasanya kita sebut gadget juga mempengaruhi anak anak dalam melakukan kejahatan siber, menurut data KPAI yang sebagaimana dikutip oleh Liputan 6 kasus anak yang berhadapan dengan hukum  (ABH) terutama kejahatan siber sebanyak 651 kasus, kejahatan siber yang terjadi dikalangan anak anak, mulai dari siber terorisme (cyber terorism), kejahatan seksual siber (sex cyber crime), hingga peretasan (hacking). Angka kasus tersebut sudah sangat mengkhawatirkan termasuk yang terjadi di kalangan anak-anak, penggunaan media sosial atau gadget secara bebas oleh kalangan anak-anak dapat berdampak buruk akan penggunaan media sosial atau gadget itu sendiri, sehingga anak anak bisa menjadi pelaku kejahatan siber di kemudian hari.
Era perkembangan teknologi yang serba modern dan sangat canggih, semua kalangan tanpa memandang umur bisa melakukan kejahatan siber ini, sebenarnya kita sudah mempunyai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi, Transaksi dan Elektronik (ITE), akan tetapi dengan adanya undang-undang tersebut tidak menyurutkan masyarakat melakukan kejahatan siber atau IT.Â
Perlunya edukasi oleh penegak hukum kepada masyarakat akan bahaya kejahatan siber (cyber crime), supaya kejahatan ini tidak dilakukan oleh masyarakat luas terutama pada anak-anak. Selain Undang-Undang ITE perlu adanya payung hukum disamping Undang-Undang ITE yaitu Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, kita juga berharap kepada DPR-RI mensahkan RUU-Perlindungan Data Pribadi menjadi Undang-Undang. Tulisan ini merupakan sequel dari artikel sebelumnya  yaitu "Peretasan di Masa Pandemi COVID 19."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H