Saya mengingat masa kecil saya yang selalu memberi inspirasi sekaligus dorongan kepada saya terutama ketika menghadapi keadaan yang sulit.
menurut cerita dari ibu. Saya dilahirkan secara normal dan bertumbuh seperti anak-anak lain seusia saya pada waktu itu. namun pada waktu usia 16 bulan tiba-tiba badan saya panas dan itu ternyata gejala dari penyakit polio. lalu kemudian kaki saya lumpuh . betul-betul kemudian saya tidak dapat berjalan.
ibu kemudian membawa saya untuk diterapi di YPAC solo dan ada jadwal saya dilatih secara rutin. terapis fisoterapi yang menangani saya saat itu adalah Om Siahaan (demikian saya memanggil beliau). beliau sangat baik sekali dan telaten melatih saya.
untuk menuju ke tempat terapi tersebut ibu saya menggendong saya dengan berjalan kaki (kira-kira jarak rumah-tempat terapi sekitar 10 Km) dan itu dilakukan pulang pergi. Di tengah jalan karena kecapaian ibu beristirahat dan sering diberi minum dan makanan oleh orang-orang yang merasa iba melihat kami.
suatu hari kami diantar oleh adik ibu (om), ketika perjalanan pulang kaki saya yang lumpuh itu masuk ke jeruji sepeda belakang dan sampai terluka berdarah. namun ibu dan om tidak menyadari, lalu ada orang melihat dan memberitahukan kondisi tersebut. Kata ibu saya tidak menangis pada waktu itu.
suatu hari ibu tidak membawa saya untuk terapi lagi dan itu membuat om Siahaan bertanya-tanya. lalu beliau pergi ke rumah kami untuk mencari tahu kenapa saya tidak di terapi lagi. Ketika berjumpa dengan om Siahaan, ibu hanya menangis. lalu om Siahaan mengatakan “oh ya aku tahu, besuk tetap datang aja ke terapi tapi anakmu akan diterapi paling akhir”. artinya om Siahaan memahami kalau ibu tidak punya uang untuk membawa saya terapi lagi. kami memang dari keluarga miskin, apalagi ayah sudah tidak bersama kami ketika saya berada dalam kandungan. sering untuk pergi terapi, banyak bantuan keuangan yang didapat dari saudara. lama-lama ibu sungkan.
entah bagaimana perasaan ibu saat itu, tapi kemudian esoknya saya dibawa terapi lagi dan menunggu antrian paling akhir. sejak itu om Siahaan tidak pernah menerima bayaran dari ibu saya, bahkan kadang kami diantar pulang oleh om Siahaan dengan naik vespa. Betapa baiknya om Siahaan itu.
itu berlangsung selama beberapa tahun, dan akhirnya saya bisa berjalan tanpa bantuan alat penolong meski tidak sempurna.
dari pengalaman ini, membuat saya menyadari bahwa ini bisa terjadi karena kasih sayang Tuhan, ibu dan om Siahaan dan orang-orang yang banyak menolong kami. selain itu berkat ketekunan ibu yang mengupayakan saya di terapi meski harus belelah-lelah menggendong saya. berkeringat, kepanasan, menanggung malu dan sungkan karena menerima belas kasihan orang.
di sisi lain ada andil om Siahaan yang mau menyediakan waktu dan tenaganya untuk melatih saya bahkan tanpa dibayar sepeserpun. Saat ini saya merindukan untuk bertemu beliau, meski hanya ingin mengucapkan terima kasih saja. Saya tidak tahu dimana beliau berada. Saya bertemu beliau di rumahnya di Jakarta ketika saya masih kecil tapi saya tidak tahu itu di daerah mana.
pelajaran yang saya dapatkan : tidak putus asa ketika menghadapi kesulitan, terus mengupayakan apapun untuk bisa mengatasi persoalan itu dan siap menanggung apapun dari proses perjuangan itu. dengan kasih sayang, ketekunan dan kesabaran, berharap semua dapat diatasi.