PEMIKIRAN PLATO DAN ARISTOTELES TENTANG KONSEP SEBUAH NEGARA YANG IDEAL
Plato (429 – 347 ) dan Aristoteles (384 – 322 ) adalah dua filsuf besar yang berstatus guru dan murid.Pemikiran Plato sangat banyak dipengaruhi oleh filsuf besar sebelum dia yakni Socrates (469 – 399 ) yang notabene adalah gurunya terdahulu. Pengaruh Socrates terhadap Plato nampak dalam pandangannya tentang kebajikan (virtue) sebagai dasar negara ideal. Baik Plato maupun Aristoteles adalah ana peradaban Yunani klasik. Tanpa peradaban Yunani Klasik, peradaban barat mungkin tak akan muncul dalam sejarah peradaban manusia.Pemikiran Plato dan Aristoteles terdapat banyak perbedaan hal itu tampak dari cara keduanya melihat realitas dan metodologi filsafatnya. Dalam merumuskan teori – teori politik, Aristoteles menggunakan metode induktif dengan bertitik tolak dari fakta – fakta ‘nyata’ atau empiris sedangkan Plato menggunakan metode deduktif dan merumuskan teorinya berdasarkan kekuatan imajinatif pikiran, atau wisfhul thinking . Akan tetapi disini saya akan membahas pemikiran keduanya mengenai konsep negara ideal.
PEMIKIRAN PLATO
Menurut Plato, negara ideal menganut prinsip mementingkan kebajikan (virtue ). Kebajikan menurut Plato adalah pengetahuan. Apa pun yang dilakukan atas nama negara haruslah dimaksudkan untuk mencapai kebajikan itu. Atas dasar itulah Plato melihat pentingnya lembaga pendidikan bagi kehidupan kenegaraan. Demikian pentingnya prinsip kebajikan, hingga Plato berpendapat bahwa negara ideal atau negara yang terbaik bagi manusia adalah negara yang penuh kebajikan didalamnya. Dan yang berhak menjadi penguasa hanyalah mereka yang mengerti sepenuhnya prinsip kebajikan ini. Keluasan pengetahuanlah menurut Plato, merupakan kriteria utama untuk menilai keabsahaan seorang negerawan. Dengan memiliki pengetahuan, maka seorang negarawan akan mengetahui persis apa dan bagaimana penyakit suatu masyarakat dan memiliki kemampuan bagaimana membentuk suatu negara yang baik bagi anggota masyarakat.
Hubungan timbal balik dan pembagian kerja secara sosial merupakan prinsip pokok kenegaraan yang lain. Negara dalam hal ini berkewajiban memperhatikan penukaran timbal balik ini dan harus berusaha agar semua kebutuhan masyarakat terpenuhi dengan sebaik baiknya. Negara ideal menurut Plato juga didasarkan prinsip larangan atas kepemilikan pribadi, baik dalam bentuk uang, harta, keluarga, anak dan istri. Dengan hak atas kepemilikan pribadi menurut filosof ini akan tercipta kecemburuan dan kesenjangan sosial dan menjadikan setiap orang berusaha menumpuk setiap orang berusaha menumpuk kekayaan dan milik pribadi tanpa batas. Dalam hal inilah Plato mengemukakan gagasan tentang hak kepemilikan bersama, kolektivisme atau komunisme. Inti dari gagasan ini adalah gagasan anti individualisme. Negara ideal menurut Plato tidak memperkenalkan lembaga perkawinan. Hal ini dilihat Plato lembaga perkawinan telah menciptakan ketidaksamaan antara laki laki dengan wanita. Melalui lembaga perkawinan wanita terinstitusionalisasi secara sosial sebagai pekerja rumah tangga yang mengabdi pada suami dan menjadi pengasuh anak. Dengan kata lain , Plato mengungkapkan bahwa lembaga perkawinan telah menciptakan diskriminasi sosial dan mengekang bakat alami wanita. Dan bagi negara hal ini merugikan karena menurut Plato wanita dengan laki laki secara kodrati mempunyai potensi yang sama.
PEMIKIRAN ARISTOTELES
Aristoteles adalah murid Plato di akademi. Ia dikenal sebagai seorang pemikir politik empiris-realis, berbeda dengan gurunya Plato yang dijuluki idealis – utopianis. Asal usul negara menurut Aristoteles adalah tidak terlepas dari watak politik manusia. Manusia menurut Aristoteles adalahzoon politicon, mahluk yang berpolitik. Komponen – komponen negara adalah desa desa yang terdiri dari unit-unit keluarga. Keluarga adalah unit persekutuan terendah sedangkan yang tertinggi adalah negara. Negara dari segi ideal menurut Aristoteles, adalah sepertipolisataucity state.Hal ini yang menyebabkan Aristoteles berbeda pendapat dengan Alexander Agung yang berambisi menciptakan negara imperium yang luas. Negara merupakan jenjang tertinggi ( dari keluarga dan desa ) maka ia memiliki kekuasaan mutlak atau absolut.
Menurut Aristoteles, negara adalah lembaga politik yang paling berdaulat, meski bukan berarti negara tidak memiliki batasan kekuasaan. Tujuan terbentuknya negara adalah untuk mensejahterakan seluruh warga negara, bukan individu individu tertentu. Tujuan negara lainnya: bagaimana negara bisa memanusiakan manusia. Dalam buku Politics, Aristoteles mengemukakan beberapa bentuk bentuk negara. Bentuk negara ini terkait erat dengan aspek moralitas. Hal ini terbukti dari klasifikasinya mengenai negara yang baik dan negara yang buruk. Negara yang baik adalah negara yang sanggup mencapai tujuan tujuan negara, sedangkan negara yang buruk adalah negara yang gagal melaksanakan cita-cita itu. Aristoteles menetapkan beberapa kriteria dalam melihat bentuk negara: ertama, berapa jumlah orang yang memegang kekuasaan. Kedua, apa tujuan dibentuknya negara. Berdasarkan kriteria itu, Aristoteles mengklasifikasikan negara ke dalam beberapa kategori.Monarkhi,apabila kekuasaan terletak di tangan satu orang, bertujuan untuk kebaikan, kesejahteraan semua. Ini bentuk pemerintahan terbaik, negara ideal. Bentuk penyimpangan monarkhi adalah negara tirani, dimana kekuasaan di tangan satu orang dan kekuasaan demi kepentingan pribadi dan sewenang wenang.
Idealnya menurut Aritoteles monarkhi sebagai negara ideal karena ia diperintah oleh seorang penguasa yang filsuf, arif dan bijaksana. Akan tetapi Aristoteles menyadari bahwa monarkhi nyaris tak mungkin ada dalam realitas. Ia hanya refleksi gagasan normatif yang sukar terealisasi dalam dunia empiris . Karena itu ia menyadari bahwa aristokrasi jauh lebih realistis untuk terwujud dalam kenyataan. Dari ketiga bentuk negara itu, yang paling mungkin diwujudkan dalam kenyataan adalah demokrasi atau politea atau ( polis ) . Pemerintahan dikuasai oleh beberapa orang dan bertujuan baik demi kepentingan umum, maka bentuk negara itu adalah aristokrasi. Penyimpangan terhadap bentuk negara ini adalah oligarkhi, kekuasaan pada sedikit/beberapa orang dan bukan untuk kesejahteraan dan kebaikan bersama. Kekuasaan terletak di tangan orang banyak/rakyat dan bertujuan demi kepentingan semua masyarakat, maka bentuk negara itu adalah politea. Tetapi bila negara dipegang oleh banyak orang dan bertujuan hanya demi kepentingan mereka, maka bentuk negara itu adalah demokrasi. Berbeda dengan sang guru Plato yang menentang hak milik, Aristoteles membenarkan adanya hak milik individu. Hak milik penting karena memberikan tanggung jawab bagi seseorang untuk mempertahankan keberlangsungan kehidupan negara.
KESIMPULAN
Pemikiran kedua filsuf ini tentang negara ideal menganut prinsip mementingkan kebajikan ( virtue ). Yang berbeda adalah Aristoteles membenarkan adanya hak milik individu, sedangkan Plato tidak . Aristoteles menyadari bentuk negara monarkhi yang menurutnya adalah bentuk negara ideal karena diperintah oleh seorang penguasa yang filsuf, arif dan bijaksana sangat tidak mungkin terealisasi karena mustahil ada orang seperti itu. Dalam hal ini Aristoteles lebih bersifat realistis daripada gurunya Plato. Plato tidak memberikan alternatif lain yang lebih aktual daripada bentuk pemerintahan oleh seorang raja filsuf.