Mohon tunggu...
Daniel Morris
Daniel Morris Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

I'm an university student based in Medan, I think while I'm writing something I can talk to myself freely, is the best time to evaluate also improving what I've learn until nowadays.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Oh Pengadilan Negeri

31 Januari 2015   22:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:02 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Medan, 30 Januari 2014

Tanggal diatas  akan selalu ku ingat sebagai pertama kalinya saya mendatangi pengadilan negeri dengan status pelanggar hukum, ya benar, karena aku sadar telah melanggar hukum maka itu aku datang kesana untuk mempertanggungjawabkan kesalahan serta berdamai dengan "Penegak Hukum".

Kesalahan yang saya lakukan bukan terbilang fatal, hanya saja saya berkendara tidak membawa SIM (Surat Izin Mengemudi) pada saat ada razia Polisi di sekitaran sudut Kota Medan, 10 hari sejak 20 Januari 2015 dimana STNK saya harus ditahan dan saya tidak leluasa bepergian. Akhirnya STNK saya berganti menjadi Slip Merah surat tilang, (di Medan Slip Merah & Biru fungsi sama).

Dan pada saat jatuh tempo saya pergi ke Pengadilan Negeri untuk "bertanggung jawab", saya sampai tepat waktu jam 10.00 WIB sesuai dengan surat tilang. Saya sampai di Pengadilan Negeri dan tampak tidak terlalu ramai, bentuk dan interior bangunan masih bisa dikatakan "tempo doeloe", mungkin bangunan "Belanda". Saya parkirkan sepeda motor, memasang kunci ganda dan seseorang datang, saya kira tukang parkir  ternyata calo, ia menanyakan apa kepentingan saya datang kesitu, saja jawab seadanya. Kemudian ia meminta saya untuk menunjukkan surat tilang, kemudian saya berikan. Setelah itu Ia langsung menjelaskan ulang tentang pelanggaran yang saya lakukan beserta UU nya, setelah itu ia bilang "Mau ikut pengadilan atau kita keluarkan sekarang STNK nya ?", dengan santai saya jawab "gak usah bang, saya ikut sidang aja (dalam hati saya juga penasaran bagaimana disidang)", kemudian ia langsung bilang kalau masa persidangan sudah habis dan dilanjutkan jam 3 sore, setelah itu aku ucapkan terimakasih dan pergi.

Sesampainya di Pintu Utama (Masuk), ada penjaga menggunakan Batik "Resmi" dan saya merasa lega (tidak menjumpai calo lagi), sama, ia mempertanyakan maksud dan tujuan saya, setelah itu dia bilang "mau STNK nya di keluarkan disini aja ? (di meja receptionist ala hotel) langsung saya tepuk jidat dalam pikiran saya. Lagi-lagi ketemu seperti mereka, secara pribadi saya menganggap hal tersebut hal yang wajar karena dipastikan tidak semua orang sempat, ingin, rela ataupun percaya diri datang ke Pengadilan dan menyelesaikan persoalan, disitulah peran calo, sayangnya pihak pengadilan tidak menyediakan jasa pemandu (calo legal).

Sama seperti yang pertama, saya tetap ingin bersidang, kemudian saya diarahkan ke lorong ruang sidang, disana ada banyak kamar-kamar berukuran kecil yang merupakan ruang sidang, sudah banyak yang kosong dan diluar ruangan masih banyak antrean. Karena tidak ada media informasi pendukung, saya bingung mau ketemu siapa dan ruangan mana. Akhirnya ada seorang hakim (berjubah) keluar dengan perasaan tidak bersalah langsung saya tanyakan "Pak saya mau sidang tilang, ke ruang yang mana ya Pak ?", beliau menjawab "Oh sidang sudah tutup, tunggu aja lah kalau udah ada orang lagi (menunjuk meja hakim yang kosong ditinggal pergi). Kembali saya menjadi orang bingung, segera ada yang menanggapi nya, langsung mau nanya keperluan saya apa, "mau ngapain dek ? sidang tilang ?, sini surat nya biar saya keluarkan", jawabnya hendak membantu, kemudian ia minta surat tilang saya, kebetulan saya pegang dan saya kasih, dan beliau langsung mau bawa pergi, sementara saya tidak kenal dan tidak tahu mau dibawa kemana, dengan tegas saya minta kembali (dengan sopan), "mau dibawa kemana bang ? sini aja biar saya ikut sidang", dengan sikap tegas, seandainya surat tersebut dibawa pergi dan saya tidak tahu keberadaannya bisa jadi kena pasal berlapis (ala penegak hukum). Akhirnya saya tidak mau repot, saya jalani seluruh lorong gedung karena para "calo" selalu tidak memberikan informasi yang akurat. Calo yang pertama nyaris mengarahkan saya keruang sidang Utama (besar dan modern) saya yakin bukan yang itu, emang saya melakukan aksi terorisme kemudian di liput di koran harian sehabis sidang.

Tidak lama kemudian ada seorang bapak tua yang mengarahkan supaya membayar dendanya aja langsung, pikir saya daripada lama-lama langsung aja bayar dendanya tohnya saya sudah berupaya ingin jalur resmi.

Seperti loket karcis ada lubang kecil tempat memberikan surat tilang, dan langsung di proses, segera petugasnya mengatakan "dendanya Rp. 80.000,-", saya bayar ditempat kemudian STNK saya dikembalikan. Ini merupakan pilihan terbaik karena para calo menawarkan "mahar" sebesar Rp. 125.000,- lebih.

semua proses berlangsung sangat cepat yaitu sekirat 15 menit saja, setelah itu saya kembali pulang dengan berpikir betapa uniknya pengalaman saya tadi, di Pengadilan Negeri di penuhi para abdi negara yang punya peran penting hingga peran nyentrikm tapi ya sudahlah, secara fakta para calo tidak mengurangi efek jera bagi para pelanggar hukum hanya saja mereka mewariskan tabiat "uang salam-salam".

Beberapa poin penting yang layak saya bagikan kepada rekan-rekan kompasianer :

1. Jalani prosedur sidang dengan jalur formal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun