[caption id="attachment_300864" align="aligncenter" width="615" caption="Museum Adityawarman di Padang"][/caption]
Cuaca cukup terik ketika saya dan beberapa teman tiba di Diponegoro 10, Kota Padang tengah hari itu. Setelah membayar tiket masuk, kami pun melangkah memasuki halaman Museum Adityawarman yang cukup luas dan ditanami banyak pohon. Sebuah tugu berbentuk silinder bercat putih dengan sebuah bola di atasnya yang juga bercat putih menyambut kami sebelum masuk ke bangunan utama museum.
Bangunan Museum Adityawarman memiliki bentuk khas yaitu rumah adat Minang atau Rumah Gadang, dengan tipe gajah maharam (gajah mendekam). Atap bangunan berbentuk tanduk kerbau sementara dinding dari kayu berwarna coklat tua dengan ukiran-ukiran yang indah. Sepasang patung pria-wanita berpakaian adat berdiri tepat di samping anak tangga di depan Museum Adityawarman tersebut. Nama Adityawarman diambil dari nama raja yang memerintah di daerah Pagaruyung pada abad ke-14, tepatnya tahun 1347-1375.
[caption id="attachment_300865" align="aligncenter" width="576" caption="Kayu berukiran indah pada bangunan museum"]
[caption id="attachment_300866" align="aligncenter" width="640" caption="Tugu berwarna putih yang berada di depan bangunan museum"]
Melewati beberapa anak tangga di bagian depan bangunan museum, kami pun tiba di lantai 2 museum. Sebuah pelaminan di salah satu pojok ruangan cukup menarik perhatian saya. Pelaminan ini didominasi warna merah dan emas dari kain-kain yang membentuknya, sementara sepasang pengantin berpakaian adat ada di tengah-tengahnya. Warna dan motif pelaminan tersebut dipengaruhi oleh budaya China dan Gujarat (India).
Selain pelaminan, lantai 2 museum juga berisi benda-benda budaya Minangkabau lainnya. Seperti seperangkat meja dan kursi berwarna coklat yang berada di luar sebuah kamar tidur yang biasa terdapat di rumah gadang. Laki-laki sebelum menikah tidak dapat kamar. Jadi tidak tidur di rumah keluarga, tapi di surau. Praktek ini masih bisa dijumpai di pedesaan. Berbagai perhiasan dan alat-alat musik yang dipakai dalam upacara perkawinan juga dipajang di museum ini. Tak ketinggalan replika makanan tradisional juga ditampilkan.
[caption id="attachment_300867" align="aligncenter" width="638" caption="Pelaminan yang dipengaruhi budaya China dan India"]
[caption id="attachment_300868" align="aligncenter" width="640" caption="Alat-alat musik yang dipakai pada upacara perkawinan"]
[caption id="attachment_300870" align="aligncenter" width="640" caption="Berbagai kue tradisional"]
Dari lantai 2, saya turun ke lantai dasar. Di sini bisa dijumpai beberapa hewan yang sudah diawetkan, seperti macan, beruang madu dan satwa lainnya. Juga ditampilkan penjelasan terbentuknya Indonesia secara geologis pada masa pra-sejarah beribu tahun lampau, termasuk manusia pra-sejarah yang ada di Indonesia. Ada sebuah penjelasan atau tulisan yang membuat saya tersenyum. Dalam tulisan dua bahasa (Indonesia dan Inggris) tersebut, istilah manusia homo (manusia purba) diterjemahkan dengan 'gay men'.