Gapura berbentuk segitiga yang terbuat dari batang-batang bambu itu terlihat simpel namun artistik. Nyala dari lampu-lampu pijar yang teruntai membuatnya semakin indah. Tak heran pengunjung menjadikan tempat tersebut sebagai salah satu titik favorit untuk melakukan selfie. Aku berhenti sejenak, menunggu para pe-selfie tersebut selesai mengabadikan diri, lalu mengambil potret gapura segitiga tersebut.
Dari gapura aku melangkah ke arah kiri, berhenti di salah satu tenant. Seorang wanita muda berbaju warna oranye dan jilbab yang juga sewarna menawariku menu yang tersedia di tenant tersebut. Satu porsi ketan durian dan satu porsi tahu petis menjadi ‘menu ringan’ yang aku pesan, lalu aku beranjak menuju area panggung yang berada di sisi timur-selatan. Satu tempat kosong akhirnya aku peroleh, dan aku segera duduk di antara pengunjung yang sudah tiba terlebih dahulu.
***
Empat gelaran FKS lain sebelumnya memperkenalkan kekayaan kuliner dengan mengusung tema “Beauty of Bali” (2011), “Minang nan Rancak” (2012), “Jawa sing Ngangeni” (2013), dan “Sulawesi Nyamanna’… Pe Sadap” (2014) dari Sulawesi. Tapi sayangnya, keempat event ini tidak sempat aku datangi.
***
“Mengering sudah bunga di pelukan, merpati putih berarak pulang terbang menerjang badai …”
Sebuah lagu lawas karya Eros Djarot yang pernah dipopulerkan oleh Chrisye menjadi pembuka, dibawakan dengan syahdu oleh Astrid. Band pengiring cukup terampil memainkan musik populer untuk mengimbangi vokal dari artis kelahiran Surabaya tersebut. Dilanjutkan dengan lagu Di Dadaku Ada Kamu (Vina Panduwinata)yang dibawakan dengan gaya centil oleh Astrid. Aransemen musik dibuat berbeda dari lagu versi Vina. Band cukup kreatif dan cerdas untuk menampilkan suasana yang baru dengan memainkan irama jazz yang sedikit berbau tekno.
Astrid kemudian mengambil jeda dengan mengajak pengunjung berbincang.