Hari mulai beranjak senja ketika kami berempat (saya, Rohmat, mbak Santi dan Mas Teguh) memasuki kota Pemalang dalam perjalanan mudik minggu lalu. Rohmat yang dahulu pernah tinggal di Pemalang sewaktu SD mengajak rombongan untuk menikmati kuliner khas kota yang berada di jalur pantura Jawa Tengah ini, yaitu nasi grombyang. Ini pertama kalinya saya (dan mungkin juga mbak Santi dan mas Teguh) mendengar nama kuliner ini, sehingga tanpa banyak alasan kami pun menyetujui ajakan Rohmat.
Mobil mengarah menuju Jalan R. E. Martadinata yang berada di sebelah utara alun-alun kota Pemalang, tepatnya di daerah Pelutan. Barisan kendaraan baik mobil dan sepeda motor sudah terparkir di sepanjang jalan, sehingga kami sedikit kesulitan mencari celah untuk memarkir mobil. Saya, Rohmat dan mbak Santi turun terlebih dahulu sementara mas Teguh masih mencari-cari tempat parkir. Kami menuju salah satu warung yang menjual nasi grombyang, yaitu warung Haji Warso.
Begitu masuk warung, saya melihat dua orang pemuda di bagian depan warung tampak asyik bernyanyi dan memainkan gitarnya menghibur para pengunjung dengan menyanyikan Tombo Ati dan lagu-lagu berbahasa Jawa lainnya. Di samping dua pemuda tadi, pemilik warung sibuk menyiapkan makanan yang dipesan oleh para pengunjung. Warung begitu ramai dan sesak sore itu, namun akhirnya kami menemukan tempat untuk duduk meski sedikit berhimpitan. Setelah memesan makanan, tak lama kemudian semangkuk nasi grombyang pun terhidang di meja.
[caption id="attachment_258871" align="aligncenter" width="600" caption="Warung nasi grombyang H. Warso (dok. pribadi)"][/caption]
[caption id="attachment_258872" align="aligncenter" width="600" caption="Para artis penghibur (dok. pribadi)"]
Nasi grombyang ini disajikan di dalam sebuah mangkuk yang berukuran tidak terlalu besar. Di mangkuk tersebut, nasi putih dicampur dengan kuah semacam gulai dengan daging kerbau dan jeroan. Konon, karena nasinya yang grombyang-grombyang (mengambang) di dalam mangkuk berkuah inilah yang menjadi alasan mengapa kuliner ini disebut dengan nasi grombyang.
Saya pun menikmati nasi grombyang yang disajikan dalam keadaan panas ini. Kuah dengan rasa dan aroma rempahnya yang khas begitu nikmat untuk diseruput pelan-pelan sore itu. Tekstur daging kerbau dengan seratnya yang berukuran relatif kasar atau besar jika dibandingkan dengan daging sapi juga cukup empuk saat digigit dan dikunyah perlahan. Melengkapi menu nasi grombyang ini, seporsi sate daging dan jeroan kerbau dengan bumbu khasnya yang lezat pun kami nikmati beramai-ramai. Mak nyuss!!!
[caption id="attachment_258873" align="aligncenter" width="600" caption="Nasi Grombyang yang hmmmmm .... (dok. pribadi)"]
Selesai menyantap nasi grombyang dan sate, kami pindah ke warung tahu campur yang berada tepat di samping warung Haji Warso. Rasa khas tahu campur yang asam dan pedas ini sungguh pas untuk menjadi penetral terhadap nasi grombyang yang berlemak.
Nah, bagi anda yang kebetulan melintasi jalur pantura dan sedang berada di kota Pemalang, saya sarankan untuk mampir sebentar menikmati nasi grombyang yang alamatnya saya sebutkan di atas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H