Menjadi tuan rumah, Brazil tentu saja diunggulkan menjadi salah satu kandidat juara Piala Dunia 2014. Brazil akan berusaha memenangi gelar keenam, atau yang pertama di negerinya sendiri. Gelaran tahun ini bukanlah yang pertama kali diadakan di tanah samba tersebut. Tahun 1950, Piala Dunia ke-4 diselenggarakan di Brazil. Sayangnya Brazil gagal meraih juara setelah di pertandingan terakhir kalah 1-2 oleh Uruguay. Kegagalan di Piala Dunia 1950 masih membekas dalam bagi rakyat Brazil.
Stadion Maracana. / www.kompas.com
Stadion Maracana di Rio de Janeiro menjadi saksi peristiwa kelam tanggal 16 Juli tersebut. Brazil yang unggul 1-0 atas Uruguay dan bersiap-siap menjadi juara dunia pertama kalinya, akhirnya harus menerima kenyataan pahit setelah Uruguay mampu menciptakan dua gol. Uruguay sendiri akhirnya memenangi pertandingan ini dan keluar sebagai juara. Alcides Edgardo Ghiggia, winger Uruguay sampai saat ini menjadi nama yang tidak akan pernah dilupakan dalam trauma sepakbola Brazil.
Pertandingan pada Piala Dunia 1950 hanya dilaksanakan melalui sistem group, tanpa babak knock out. Pada penyisihan group, empat tim yang menjadi juara setiap group group akan berlaga kembali di final round. Brazil, Spanyol, Swedia dan Uruguay saling bertemu dalam final round tersebut. Sampai pertandingan kedua, Brazil memimpin klasemen dengan nilai 4 dari dua kali kemenangan atas Swedia dan Spanyol dengan selisih gol yang fantastis. Sementara Uruguay di posisi kedua dengan nilai 3 dari satu kali menang dan seri. (Sebelum Piala Dunia 1994, hasil menang akan mendapat nilai 2).
Di pertandingan terakhir, Spanyol bertemu Swedia dan Brazil menghadapi Uruguay. Meski kedua petandingan dilaksanakan bersamaan, pertandingan`Brazil kontra Uruguay dianggap sebagai partai final Piala Dunia 1950. Tim Brazil sangat diunggulkan pada pertandingan yang diadakan di Stadion Maracana di Rio de Janeiro dan dipadati oleh hampir 200 ribu penonton. Hasil seri cukup untuk mengantarkan Tim Samba menjadi juara.
Brazil unggul terlebih dahulu pada menit ke-47 melalui gol yang diciptakan oleh Friaca. Maracana dipenuhi oleh sorak-sorai pendukung tuan rumah. Nyala asap petasan terlihat di beberapa sudut tribun. Gelar juara dunia sepertinya sudah semakin mendekat. Pada menit ke-66 sebuah umpan dari Alcides Edgardo Ghiggia berhasil dimaksimalkan oleh Juan Alberto Schiaffino menjadi gol, yang membawa kedudukan menjadi 1-1.
Malapetaka bagi tuan rumah terjadi di menit ke-79. Ghiggia yang berhasil melewati Bigode (bek kiri Brazil) kemudian masuk ke kotak penalty. Kiper Brazil Moacyr Barbosa mengira Ghiggia akan melakukan crossing kembali kepada Schiaffino seperti saat terjadinya gol pertama Uruguay. Barbosa bergerak untuk mencegat bola tersebut sehingga meninggalkan celah antara dirinya dengan tiang dekat. Ghiggia akhirnya memanfaatkan celah tersebut dengan melakukan sepakan meyusur lapangan dan terciptalah gol. Uruguay berbalik unggul 2-1.
Brazil tak mampu menciptakan gol balasan di menit-menit sisa pertandingan.Uruguay menang dan meraih juara dunia keduanya di depan public Brazil. Maracana begitu sunyi dan para pendukung Brazil larut dalam kesedihan mendalam menyaksikan tim Uruguay mengangkat Piala Jules Rimet. Begitu hebatnya kesedihan yang dialami Brazil, sehingga hari itu pun dikenal sebagai Maracanazo (dalam bahasa Portugal yang artinya Maracana Blow), atau juga catasthrope atau tragedi nasional.
Tak hanya di dalam stadion, kesedihan serupa juga terjadi di luar stadion. Pele, sang legenda hidup sepakbola Brazil yang saat itu masih berusia 10 tahun menyaksikan sendiri kesedihan itu. Pele melihat bagaimana ayahnya, yang mengikuti jalannya pertandingan bersama orang-orang lain melalui siaran radio, menangis di dekat radio karena kekalahan itu.
“Why are you crying, Papa?” “Brazil have lost The World Cup.”
Banyak orang yang depresi, bahkan ada yang meningal dunia karena mengalami serangan jantung.
Nama Alcides Edgardo Ghiggia tetap hadir di memori masyarakat Brazil hingga saat ini. Ghiggia, satu-satunya pemain di final 1950 yang masih hidup, seakan-akan menjadi ‘Hantu Maracana’ yang akan mengingatkan Brazil akan tragedi 16 Juli. Pria kelahiran 22 Desember 1926 ini selain menjadi pemain nasional Uruguay, juga pernah membela tim nasional Italia setelah dinaturalisasi pada tahun 1957. Ghiggia tampil membela Italia di kualifikasi Piala Dunia 1958 dan mencetak 1 gol dari 5 pertandingan, namun Azzuri gagal lolos ke putaran final di Swedia. Piala Dunia di Swedia 1958 adalah satu-satunya Piala Dunia di mana Italia gagal tampil di putaran final.
13 Juli 2014. Stadion Maracana di Rio de Janeiro akan kembali menjadi tempat berlangsungnya partai final. Publik tuan rumah tentunya berharap banyak bahwa tim Brazil akan berlaga di Maracana dan menjadi juara. Tak mudah bagi Tim Samba untuk mencapai hasil tersebut. Setelah Alcides Ghiggia 64 tahun yang lalu, akankah hadir kembali hantu-hantu lainnya yang membuat Maracana terdiam? Bisa jadi hantu tersebut adalah Lionel Messi, Arjen Robben, atau Luis Suarez.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H