Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menelusuri Sejarah dan Heritage Depok Bersama Bapak Boy Loen

5 November 2024   02:08 Diperbarui: 5 November 2024   16:50 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: dokumen pribadi

Hal yang berbeda terjadi ketika Camphuys diganti oleh Willem van Outhoorn. Pasalnya, van Outhoorn tidak lagi melakukan hal yang sama karena dianggap terlalu baik kepada kaum pribumi. Ia ingin menerapkan politik mercantilism dengan cara memperoleh keuntungan dan kejayaan dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Cornelis Chastelein sempat memperingatkan van Outhoorn, "Jumlah orang Belanda sangat sedikit dibandingkan dengan orang pribumi. Pada saatnya ketika mereka melawan, kita tidak bisa berbuat apa-apa."

Namun, van Outhoorn berkata, "Saya gubernur jenderalnya. Take it or leave it." 

Chastelein memutuskan berhenti, kemudian ia membeli tanah Depok dari seorang opsir tentara Hindia Belanda yang bernama Lucas Van der Meur. 

Van der Meur belum lama membeli tanah tersebut dari pemerintah Batavia, tetapi ia kemudian dimutasi menjadi asisten residen di Jepara. Mengetahui hal itu, Chastelein langsung mengatakan kepada Lucas van der Meur agar tanah tersebut dijual kepada Chastelein. 

Orang Belanda sudah terbiasa bertransaksi dengan bukti hitam di atas putih. Saat itu, surat yang disahkan notaris memang tertulis Het Land Depok. Jadi Ketika Chastelin membeli tanah tersebut pada tahun 1692, namanya memang sudah Het land Depok. Luas Het Land Depok, dari Sungai Ciliwung ke arah barat sampai ke Mampang. 

"Kalau yang ada di Youtube, itu menyimpang. Tertulis 'De Eereste Protestante Organisatie van Kristenen', itu tidak benar," kata Pak Boy.

Pak Boy punya banyak kerabat yang menikah dengan orang Belanda dan sekarang tinggal di Belanda. Pada tahun 1962 saat Trikora (perebutan Irian Barat), Presiden Sukarno memutuskan hubungan diplomatik dengan Kerajaan Belanda. Jadi, kerabat Pak Boy di Belanda yang biasanya pada bulan Desember pulang ke Depok untuk merayakan Natal dan Tahun Baru, tidak bisa kembali lagi ke Depok. 

Setiap tahun mereka melakukan reuni Depok di Belanda, yang lokasinya bisa berpindah-pindah kota. Waktu reuni, mereka meluapkan kerinduannya dan membuat akronim, seperti De Eereste Protestante Organisatie van Kristenen. 

Selain itu jika dilihat dari bahasa, orang Belanda tidak pernah menulis Kristenen pakai huruf K di depannya, tapi C. Dengan demikian akronim tersebut sebagai asal-usul Depok terbantahkan kebenarannya. 

Depok waktu itu masih hutan belantara. Chastelein berpikir bahwa Depok harus bisa seperti VOC, menghasilkan hasil bumi yang bisa diekspor ke Eropa. Maka dia mendatangkan 150 budak yang dibeli dari pasar budak di Bali. Pada masa itu, perdagangan budak adalah legal. Di nusantara ada 2 pasar budak, yaitu di Bali dan Makassar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun