"Saat proses penggalian, diketahui rel trem itu ada di 27 sentimeter di bawah permukaan aspal pelapis jalan. Bentang yang ditemukan sepanjang 1,4 km tepatnya di proyek contract package atau paket kontrak (CP) 202 Fase 2A MRT Jakarta yang akan membangun jalur MRT dari Harmoni ke Mangga Besar. Sebelum ini, tim MRT Jakarta juga menemukan adanya rel trem di proyek CP 203 dari Glodok ke Kota."
Perkembangan infrastruktur sering kali menjadi elemen penting dalam sebuah karya novel. Infrastruktur yang berkembang dapat memberikan latar belakang yang kuat. Misalnya jalan, rel kereta, jembatan, atau gedung, dapat mencerminkan kemajuan teknologi dan kondisi sosial.
Perkembangan infrastruktur dapat membantu menggambarkan era tertentu dengan lebih akurat. Selain itu, Â juga dapat mempengaruhi alur cerita dan karakter dalam karya novel.
Ada salah satu novel lawas yang hingga saat ini masih saya ingat ceritanya. Saya membacanya sekitar akhir tahun 80-an, dari hasil meminjam buku perpustakaan SD.
Novel tersebut berjudul Si Jamin dan Si Johan, ditulis oleh Merari Siregar dan diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1921. Novel ini merupakan saduran dari karya sastrawan Belanda Justus van Maurik (1918).
Setidaknya ada dua hal membuat saya suka dengan Si Jamin dan Si Johan. Pertama, adalah ceritanya yang menarik dan menguras air mata tentang kakak-beradik Jamin dan Johan.
Kedua, adalah keadaan kota Batavia (Jakarta) yang menjadi setting cerita. Dalam novel itu, ada trem yang melintas di jalanan kota. Bahkan, tokoh Jamin diceritakan tertabrak trem dan akhirnya meninggal dunia.
Keberadaan trem itulah yang membuat saya penasaran saat membaca novel, seperti apa rasanya naik trem di kota tua Jakarta? Sayangnya, moda transportasi ini sudah hilang dari Jakarta.
Di Indonesia, trem pertama kali diperkenalkan pada akhir abad ke-19 di kota Batavia (Jakarta). Pada masa itu, trem ditarik oleh kuda. Trem kuda ini kemudian digantikan oleh trem uap dan akhirnya oleh trem listrik, mengikuti perkembangan teknologi pada masa itu.