Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Peraih Medali Perunggu Olimpiade Lebih Gembira daripada Peraih Perak?

15 Agustus 2021   21:37 Diperbarui: 15 Agustus 2021   21:54 1101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: tangkapan layar video dari akun Youtube Olympics

Foto pertama memperlihatkan momen di sebuah ring tinju. Peraih emas tentu saja tersenyum gembira. Dua pemain peraih perunggu juga sama gembiranya. Yang mengejutkan, wajah peraih perak nampak begitu sedih dan tanpa senyum sama sekali. Atlet juara kedua ini bahkan tidak mau mengalungkan medali perak pada lehernya.

Video tersebut kemudian menunjukkan foto-foto lainnya dari Olimpiade terdahulu. Sama seperti foto pertama, para peraih medali perak menunjukkan ekspresi kesedihan dan kekecewaan di wajah mereka. Hal inilah yang disebut kutukan medali perak yang memberi efek terhadap  para atlet level dunia. Efek ini dinamakan less-is-better effect atau efek "lebih sedikit itu lebih baik".

Konsep psikologis yang didasarkan pada sebuah eksperimen di tahun 1998 menunjukkan bahwa para atlet olimpiade tidak melihat kemenangan mereka secara objektif. Atlet peraih medali perak membandingkan apa yg diperolehnya dengan peraih emas. Alhasil, mereka kurang bergembira karena telah kehilangan medali emas.

Para peraih perak berpikir telah kalah dalam sebuah kompetisi. Dan mereka menganggap dirinya sebagai pecundang yang hanya berhasil mencapai posisi kedua.

Sementara peraih perunggu membandingkan dirinya dengan pemain di bawahnya. Mereka merasa gembira bisa berada di podium, daripada tidak meraih medali sama sekali. Mereka hampir gagal, namun entah bagaimana, mereka bisa sampai di podium.

Peraih perunggu ini sama gembiranya dengan peraih emas. Peraih perunggu melihat dirinya sebagai salah satu atlet terbaik dunia. Hampir semua pemain telah mereka kalahkan, yaitu pemain-pemain lainnya yang meninggalkan arena Olimpiade tanpa medali. 

Third place mentality (mentalitas peringkat ketiga) ini menarik untuk dibahas.

Kita tahu jika dunia sangat memuja-muja para juara, di bidang apa pun. Banyak buku, workshop, motivator, guru, bahkan orang tua mengajarkan agar kita menjadi yang terbaik di antara yang lain.

Hal tersebut bisa membuat kita tidak pernah merasa cukup. Akan selalu ada orang lain yang kita jadikan perbandingan. Kita merasa tidak bahagia jika ada orang lain yang lebih kuat, lebih cepat, lebih sukses, lebih pintar, dan lainnya.

Berhentilah menjadi pemenang medali perak. Berhentilah untuk selalu membuat perbandingan, yang akan membuat kita selalu melihat kesempurnaan orang lain. Inilah yang membuat kita tidak bahagia.

Alangkah lebih bijak jika kita punya mentalitas pemenang medali perunggu. Mentalitas seperti ini penting, bahkan bagi non-atlet yang menjalani kehidupan sehari-hari. Hargailah apa yang sudah kita raih dan miliki. Maka kita bisa menjadi bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun