"Jika energi pulih, maka jaringan listrik dan telekomunikasi juga terbantu sehingga proses operasional membantu korban bencana Sulteng lebih lancar."
Saya beberapa kali ikut hadir pada acara bincang-bincang yang diadakan oleh Kompasiana, yang disebut dengan Kompasiana Nangkring. Acara ini biasanya menggandeng pihak lain seperti kementerian, BUMN atau yang lainnya untuk membahas isu-isu terkini.
Ada dua sesi utama pada acara nangkring tersebut yaitu pemaparan atau presentasi dari narasumber, dan tanya jawab antara kompasianer dengan narasumber. Biasanya kompasianer mengajukan pertanyaan yang cukup kritis terkait tema yang dibahas. Namun apa yang terjadi pada Kompasiana Nangkring bersama Pertamina pada hari Rabu, 17 Oktober 2018 yang lalu benar-benar berbeda.Â
Acara ini mengambil tema "Energi untuk Sulawesi Tengah", terkait dengan bencana gempa bumi yang disertai tsunami dan likuefaksi yang melanda Palu, Donggala dan Sigi. Narasumber pada acara ini adalah Arya Dwi Paramita selaku Manajer External Communication dari Pertamina.
Yang saya maksud 'berbeda' yaitu ketika memasuki sesi tanya jawab. Tidak seperti acara Kompasiana Nangkring lainnya, alih-alih memberikan pertanyaan atau kritik, para kompasianer malah memberi apresiasi terhadap langkah Pertamina dalam upaya penanganan gempa di Sulteng tersebut.
Apa yang diperlukan untuk penanganan bencana alam seperti gempa bumi di Palu, Donggala, dan Sigi? Bahan makanan, pakaian, obat-obatan, atau air bersih adalah barang-barang yang dibutuhkan untuk membantu korban. Namun ada satu hal yang juga penting, yaitu energi.
Kendaraan untuk mengangkut bahan makanan atau obat-obatan, truk-truk militer untuk proses evakuasi korban, excavator untuk memindahkan puing bangunan atau genset untuk pembangkit listrik saat keadaan darurat, semuanya membutuhkan bahan bakar atau energi untuk bisa beroperasi. Tanpa energi maka semuanya akan lumpuh.
Menyadari akan pentingnya hal tersebut, Pertamina melakukan gerak cepat. Bahkan saat terjadinya gempa berkekuatan 7,4 SR tersebut, Pertamina langsung memberikan respon.Â
Pada tanggal 28 September 2018, diaktifkanlah crisis center untuk mengidentifikasi dampak bencana terhadap Terminal BBM Donggala, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPPBE), Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) berikut sejumlah lembaga penyalur BBM dan elpiji.
Sebuah catatan penting, personil Pertamina juga terdampak bencana tersebut. CNN Indonesia (30/9) menyebut bahwa 50 persen pekerja Pertamina di Palu selamat dari gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Donggala dan Palu. Sementara 50 persen pekerja lainnya masih dalam proses pencarian.Â