Kiluan. Saya pertama kali mendengar nama ini dari seorang teman ketika kami melakukan perjalanan ke Anak Krakatau pada bulan Juni 2012 yang lalu. Menurut teman saya tersebut, di Kiluan kita bisa melihat lumba-lumba yang banyak muncul ke permukaan laut setiap pagi. Wah, saya teringat dengan Pantai Lovina di Bali yang juga ada lumba-lumbanya. Berdasarkan informasi ini dan hasil pencarian di internet, saya pun merasa tertarik dan berharap bisa berkunjung ke Kiluan yang lokasinya berada di pesisir selatan Lampung. Dan akhirnya, akhir pekan lalu saya berkesempatan berkunjung ke Kiluan.
Rombongan kami berkumpul di Pelabuhan Merak pada Jumat malam, 21 September 2012. Dan pada Sabtu dinihari, kami pun menyeberang dengan menggunakan feri ke Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Perjalanan menuju Kiluan sebenarnya bisa dilakukan melalui perjalanan darat dengan menyusuri pesisir Lampung atau perjalanan laut. Dan rombongan kami pun memilih yang kedua. Dari Bakauheni, kami melanjutkan perjalanan mencarter mobil ke Pelabuhan Canti.
[caption id="attachment_200921" align="aligncenter" width="540" caption="Dermaga Canti di pagi hari (dok. pribadi)"][/caption]
Dari dermaga Canti, kami pun melanjutkan perjalanan dengan perahu motor berkapasitas 30-an penumpang menuju pulau-pulau kecil yang ada di sekitar Sulat Sunda sebelum menuju Kiluan. Pulau Legundi dan Pulau Umang menjadi tujuan kami. Air laut yang biru jernih di sepanjang perjalanan begitu memanjakan mata. Dan warna biru itu berubah menjadi turquoise (biru kehijauan) yang luar biasa cantik ketika mendekati pantai. Sebelum tengah hari, kami pun tiba di Pulau Legundi dan Pulau Umang untuk melakukan snorkeling, makan siang dan menikmati keindahan pantai pulau tersebut.
[caption id="attachment_200922" align="aligncenter" width="360" caption="View dari atap kapal (dok. pribadi)"]
Perjalanan pun dilanjutkan kembali menyusuri Selat Sunda ke arah barat menuju Teluk Kiluan yang berada di daratan Lampung. Kami sempat dua kali melihat beberapa lumba-lumba yang berenang muncul ke permukaan laut beberapa puluh meter di sisi kiri perahu. Setelah menempuh sekitar tiga jam, kami pun tiba di Teluk Kiluan sekitar jam empat sore. Setelah meletakkan ransel dan barang-barang bawaan di penginapan, kami pun menghabiskan sore itu dengan bersantai menikmati keindahan Teluk Kiluan yang begitu tenang sambil menunggu matahari terbenam.
[caption id="attachment_200891" align="aligncenter" width="540" caption="Dermaga kayu di Teluk Kiluan (dok. pribadi)"]
Minggu pagi, kami pun bersiap-siap untuk menikmati tujuan utama kami yaitu menyaksikan lumba-lumba. Air laut di Teluk Kiluan pagi itu surut sehingga perahu motor yang kami pakai kandas dan miring. Dengan menaiki jukung berkapasitas tiga penumpang dan satu pengemudi, kami bertolak dari Teluk Kiluan menuju perairan Selat Sunda. Perairan di Teluk Kiluan yang semula cukup tenang, perlahan mulai bergelombang seiring kami keluar menuju Selat Sunda dengan jukung berkatir tersebut.
Beberapa kali air laut bahkan masuk dan membasahi tubuh kami setelah ombak menghantam badan jukung. Perasaan sedikit takut yang kami alami, berganti dengan kegembiraan ketika kami berhasil melihat lumba-lumba beberapa kali berenang muncul di permukaan tak jauh dari jukung-jukung kami. Sayang, tak banyak lumba-lumba yang berhasil tertangkap kamera digital yang saya pakai.
[caption id="attachment_200894" align="aligncenter" width="540" caption="Bersiap menaiki jukung di Teluk Kiluan (dok. pribadi)"]
Setelah puas menyaksikan lumba-lumba di laut lepas, kami pun kembali ke Teluk Kiluan. Rencananya kami akan segera berkemas-kemas dan pulang dari Teluk Kiluan tersebut. Namun ada agenda tambahan di luar rencana yaitu melihat laguna yang berada di balik bukit di belakang Teluk Kiluan tersebut. Beberapa anak-anak setempat pun menyertai kami. Karena tak terbiasa, kebanyakan kami dengan bersusah payah dan nafas tersengal-sengal mendaki bukit. Berbeda dengan anak-anak Kiluan yang dengan mudahnya mendaki bukit tersebut, bahkan sesekali dengan berlari tanpa terlihat lelah sedikit pun.
Setelah menuruni bukit, rasa lelah kami terbayar dengan pemandangan laut berpasir putih yang indah. Namun perjalanan tidak berhenti di situ saja. Kami harus berjalan ke arah kanan menyusuri tebing-tebing karang yang cukup berbahaya. Setelah beberapa puluh menit bersusah-payah menyusuri tebing, tibalah kami di sebuah laguna yang luar biasa indah. Beberapa dari kami pun segera menceburkan diri ke laguna tersebut. Betapa beruntungnya anak-anak Kiluan itu, mereka memiliki halaman depan di Teluk Kiluan yang tenang dan juga sebuah laguna yang elok sebagai halaman belakangnya.
[caption id="attachment_200901" align="aligncenter" width="540" caption="Pantai berpasir putih (dok. pribadi)"]
[caption id="attachment_200902" align="aligncenter" width="540" caption="Menyusuri tebing karang (dok. pribadi)"]
Setelah puas mandi di laguna, kami pun kembali ke penginapan (tentunya harus menyusuri tebing dan melewati bukit kembali). Lepas tengah hari sekitar jam dua, kami pun berkemas-kemas meninggalkan Teluk Kiluan yang indah tersebut. Dengan perahu motor, kami bergerak kembali ke Canti yang membutuhkan waktu sekitar lima jam perjalanan dari Kiluan.
Ketika menjelang sore, beberapa orang dari rombongan menaiki atap perahu. Kami menikmati luasnya lautan dan langit biru dan selanjutnya juga menyaksikan keindahan matahari terbenam dari atas perahu motor. Bulan setengah lingkaran tampak di langit, hingga akhirnya kami sampai di Canti ketika hari sudah gelap. Inilah cerita yang bisa saya bagikan tentang indahnya Teluk Kiluan, yang membuat saya bersyukur memiliki tanah air Indonesia yang begitu elok ini.
[caption id="attachment_200904" align="aligncenter" width="540" caption="Menikmati luasnya lautan dan langit biru (dok. pribadi)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H