Mohon tunggu...
daniellnonok
daniellnonok Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Saya mahasiswa B-, yang mungkin tak selalu bersinar di atas kertas, tapi tak pernah berhenti belajar, merenung, dan mencari makna di balik perjalanan ini. Nilai boleh menilaimu, tapi jangan biarkan ia mendefinisikanmu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fenomena Guru Muda dalam Seleksi PPPK: Kasus Erlinda Alyanuari sebagai Studi Kasus

3 Januari 2025   09:57 Diperbarui: 3 Januari 2025   09:57 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru Muda (Sumber: Dihasilkan dengan teknologi AI oleh OpenAI's DALL*E.)

Pengangkatan guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) telah menjadi isu penting dalam sistem pendidikan Indonesia. Salah satu kasus yang menarik perhatian publik adalah kelulusan Erlinda Alyanuari, seorang guru honorer muda asal Subang, dalam seleksi PPPK melalui jalur Ruang Talenta Guru (RTG). Kasus ini tidak hanya menyoroti keberhasilan seorang individu, tetapi juga menimbulkan berbagai kontroversi terkait transparansi dan keadilan dalam proses seleksi tersebut.

Latar Belakang Pengangkatan PPPK

PPPK merupakan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga pendidik, khususnya guru honorer. Program ini dirancang untuk memastikan bahwa tenaga pendidik memiliki status kepegawaian yang lebih jelas dan hak-hak yang setara dengan Aparatur Sipil Negara (ASN). Jalur Ruang Talenta Guru (RTG) merupakan salah satu mekanisme seleksi yang diperuntukkan bagi guru honorer yang telah memenuhi kriteria tertentu, termasuk masa kerja minimal dua tahun di institusi pendidikan formal.

Namun, dalam konteks pengangkatan Erlinda, muncul polemik karena ia baru lulus dari program S1 pada tahun 2023 dan memiliki pengalaman kerja sebagai guru honorer kurang dari dua tahun.

Perspektif Akademis: Transparansi dan Akuntabilitas dalam Seleksi PPPK

Proses seleksi PPPK seharusnya didasarkan pada prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kesetaraan. Menurut teori Good Governance, kebijakan publik yang baik harus mencakup:

  • Partisipasi: Semua calon peserta memiliki akses yang setara untuk mengikuti seleksi tanpa diskriminasi.
  • Transparansi: Informasi tentang proses seleksi, kriteria kelulusan, dan mekanisme evaluasi harus disampaikan secara terbuka.
  • Akuntabilitas: Hasil seleksi harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat melalui sistem verifikasi dan audit yang ketat.

Dalam kasus Erlinda, publik mempertanyakan apakah prinsip-prinsip ini telah diterapkan secara optimal. Ketiadaan informasi yang jelas tentang kualifikasi jalur RTG bagi peserta dengan pengalaman kerja kurang dari dua tahun menimbulkan persepsi negatif terhadap proses seleksi.

Reaksi Publik dan Implikasinya terhadap Kebijakan

Kontroversi yang muncul atas kelulusan Erlinda mencerminkan pentingnya kepercayaan publik terhadap sistem seleksi PPPK. Reaksi negatif dari sebagian masyarakat, seperti tuduhan adanya praktik nepotisme atau "orang dalam," dapat merusak legitimasi kebijakan pemerintah. Dalam perspektif kebijakan publik, hal ini menunjukkan perlunya evaluasi terhadap mekanisme seleksi untuk memastikan kredibilitas program.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun