Mohon tunggu...
danielleinad
danielleinad Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mudik = Tradisi?

23 Agustus 2012   04:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:26 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Lebaran memang sudah lewat dan hiruk pikuk yang berkaitan dengan mudik pun sudah hampir usai. Tradisi tahun ini sudah hampir tuntas dijalankan. Dan budaya negara pun dipertahankan.

Pertanyaannya, apakah benar mudik adalah tradisi? Bukankan tradisi adalah hal yang diwariskan (biasanya) dari nenek moyang? Lantas ini menjadi "perintah" budaya?

Sebenarnya bisa dikategorikan mudik adalah beban budaya dan beban bangsa, juga beban pribadi setiap pemudik. Dibalik keceriaan pemudik, dibalik itu pula bayangan maut sedang tersenyum.

Pemudik hanya bisa "pasrah" dengan apa yang akan dihadapi diperjalanan mereka. Ironisnya itu terasa setalah setahun berkerja keras, setalah semuanya dipersiapkan untuk "unjuk gigi" dan setelah semua tersusun rapi diatas jok/tangki motor atau diatas dek mobil.

Pemudik hanya bisa berharap semuanya lancar sesuai dengan harapan mereka. Dan harapan ini, tidak berlaku untuk semuanya.

Tahun ini kembali media memuat berita korban kecelakaan yang merengut korban jiwa. Lucunya, ini seolah menjadi berita wajib tiap musim mudik, lengkap dengan angka yang akurat. Bagi penyedia data ini (mungkin kepolisian) adalah kebanggaan jika bisa menyediakan data yang akurat, jika perlu termasuk nama dan desa asal mereka.!

Pertanyaannya lagi, apa yang menyebabkan hal ini? Premis umum mungkin mengatakan, "ya itu sudah takdir, mau gimana lagi." Tapi bukankah sebenarnya ini adalah sistem (bukan sekedar takdir)?

Tradisi ini terjadi secara tidak langsung juga adalah "ulah" pemerintah. Dan ketika korban berjatuhan, semua pihak hanya saling "menuding" takdir. Memang kematian adalah hak yang Kuasa, tapi mudik seolah-olah menjadi ajang atau moment terbesar kematiaan dalam satu rentang waktu yang notabene cukup pendek.

Jika saja pemerataan ekonomi bisa merata di seluruh kota-kota besar Indonesia, mungkin tingkat kecelakaan karena mudik bisa jauh dikurangi. Memang ini bukan jaminan, tapi paling tidak (secara logika) bisa dikurangi.

Paling tidak pemudik bisa sedikit berkurang rasa kuatirnya karena jarak tempuh yang lebih pendek. Hal ini tentu bisa meminimalkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Dan jika jarak rantau kaum urban tidak terlalu jauh, tentunya mereka tidak harus memboyong seluruh keluarganya untuk pindah ke kota. Dan mudik pun tidak harus terjadi hanya ketika lebaran.

Ironis dalam perjalanan mudik ini, kerap ada satu keluarga menjadi korban dan ini korban jiwa.!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun