Mohon tunggu...
Jossephine Daniella Iki
Jossephine Daniella Iki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Yogyakarta

Mahasiswa_Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam/Pendidikan Kimia_Universitas Negeri Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sekedar Aduh dan Tanda Tanya

1 Juli 2022   19:00 Diperbarui: 1 Juli 2022   19:01 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri Penulis: Perempuan Sedang Merias

Apakah air bisa memilih ingin mengalir di sungai atau berguling di lautan? Apakah angsa bisa memilih hidup dalam istana atau lumpur belantara? Apakah bunga bisa memilih tumbuh di taman atau di pinggir jalan? Apakah kita bisa memilih dimana hati ini mekar dan mengakar? Kepalaku sakit, kakiku pegal, hatiku seperti dibegal. Tuhan, mengapa semakin melelahkan hari-hari ini. Rasanya ingin mati. Rasanya ingin berhenti. Rasanya ingin membunuh. Membunuh siapapun yang menghalangiku. Membunuh jiwa-jiwa kacau yang mengusik tenangku. Membunuh manusia yang melahirkan dua putra tetapi tidak becus menjaga dan membesarkannya. Membunuh laki-laki yang banyak menuntut pada perempuan. Membunuh pemuda yang malas belajar. Membunuh pemudi yang hanya memikirkan riasan wajah. Membunuh anak-anak yang hanya merengek minta dibelikan ini itu semaunya. Selanjutnya bagaimana? Apakah sesudah mereka terbunuh semua akan membaik atau semakin keruh?

Kedua mata terasa berat, kepala pening, otak kosong. Semua menjadi bodoh seketika. Apalagi yang harus dihadapi? Tuhan, kapan semua ini berakhir? Sudah muak, jenuh, dan butuh honda civic warna kuning. Aku ingin honda civic warna kuning. Susah sekali mendapatkannya, atau perlu perjuangan? Perjuangan yang seperti apa? Aduh tulisan ini terlalu banyak “aduh” dan “tanda tanya”. Menunjukkan betapa bodohnya si penulis. Hanya banyak tanya dan mengeluh. Apalagi bisanya? Tuh kan tanya lagi. Capek capek capek capek! Dimana letak bahagia? Dimana letak ketulusan? Mampus! Malah tanya lagi. Sudah selesai untuk hari ini, ditutup dengan hujan, disapa petir, tak ada pelangi sebagai penutup. Maklum hujan di malam hari takkan ada pelangi yang nampak. Jadi bisa disimpulkan bahwa pelangi sehabis hujan tidak selalu benar. Hujan malam hari tidak menampakkan pelangi. Bisa jadi cinta berakhir, kebersamaan dalam kemelekatan juga belum tentu benar, mirip seperti hujan di malam hari.

Vana mengumpat pada keadaan, 12 April 2022 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Baca juga: Bukan tentang Hujan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun