Aku berhenti di pinggir jalan besar, tidak sebesar harapanku saat itu. Tapi sungguh jalan ini cukup besar untuk dilewati tiga truk sekaligus. Aku membeli parfum dan beberapa amunisi.Â
Tentu saja tidak lupa aku mengambil minuman vitamin C. Mengingat malam ini akan panjang dan pastinya cukup melelahkan. Tunggu! Kemarin aku belum jadi berkenalan secara baik, sopan, dan benar ya? Hai, perkenalkan aku Vanalika. Sering dijadikan ejekan seperti yang kemarin aku ceritakan. Tak apa, aku bangga dengan namaku. Sangat indah artinya bagiku, meski aku tak tahu apa makna sebenarnya.Â
Apa kalian tahu apa arti namaku? Cari tahu saja jika kalian punya waktu. Vanalika sebenarnya adalah nama tengahku. Nama pemberian dari bundaku tercinta, entah dari mana inspirasinya. Pernah aku bertanya pada bunda "Bunda, mengapa namaku Vanalika?" dan bundaku hanya tertawa dengan nada sedikit mengejek. "Tanya saja ayahmu" ucap bunda tak memuaskan rasa kepo dalam diriku.
Perkenalanku sudah cukup, segitu saja. Selanjutnya mari kita lanjutkan kisah tentang perjalanan malam itu. Amunisi dan parfumku sudah lengkap dalam genggaman. Saatnya melanjutkan perjalanan yang tersisa beberapa meter lagi. Keluar dari toko modern, aku merogoh kunci Sibiru.Â
Sibiru yang sangat dicintai bundaku. Motor tua berwarna putih biru, yang sebenarnya biasa saja. Bundaku tidak sependapat dengan pikiranku, baginya Sibiru sudah seperti saksi bisu kehidupannya. Loh loh loh, kok jadi bahas motor bunda.Â
Mari kita percepat saja cerita ini, seperti proklamasi NKRI. Sesingkat-singkatnya dan akhirnya aku tiba di Hotel Utara Kerajaan Gondor. Nama hotel ini panjang dan sulit ditemukan di google maps. Dengan kemampuan bot mega bot sken bot akupun berhasil menemukannya. Tentunya terlambat dari jadwal open gate untuk tamu undangan malam itu.
Terbirit-birit aku berlari dengan sepatu hak tinggi yang menyiksa tumitku. Malam itu aku seperti kucing mengejar ikan asin berkalung bunga. Buket bunga? Ya, aku membawa buket bunga saat itu. Untuk siapa? Entah, aku dilema, merasa bodoh, dan tidak percaya dengan diriku sendiri.Â
Syukurlah, penyambut tamu masih menerima dan mengizinkan aku untuk masuk. Aku masuk dan duduk diantara sekian banyak manusia yang diundang maupun pura-pura diundang.Â
Siapa lagi kalau bukan aku, tamu tak diundang yang pura-pura diundang. Unbelieveable moment, semua menyambut hangat hadirku saat itu. Kecuali satu nama yang sudah aku blokir dalam hidupku untuk selamanya, lupakan saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H