Siapa di sini yang suka menulis? Saya yakin, rekan-rekan sekalian di Kompasiana rata-rata menyukai aktivitas menulis. Menulis memang menjadi salah satu aktivitas yang produktif sekaligus bermanfaat bagi kesehatan otak. Aktivitas ini sudah terjadi sejak zaman dahulu dan terus bertahan hingga kini.
Mari kita bernostalgia sejenak. Dulu, kita jika ingin menulis dan dipublikasikan, itu susahnya bukan main. Biasanya, platform yang menyediakan fitur "kirim tulisan" adalah surat kabar dan majalah. Sementara, suatu tulisan agar bisa dimuat di dua media tersebut perlu melalui proses redaksi yang panjang dan persaingan yang teramat ketat.
Saya jadi teringat, dulu saat masih kecil saya sering mengirim puisi ke surat kabar. Di salah satu surat kabar yang ada di daerah saya, setiap hari Minggu memang membuka kolom bagi masyarakat untuk mengirim karya sastra, salah satunya puisi. Namun dari sekian puisi yang saya kirim, tidak ada satu pun yang berhasil dimuat. Saya sedih sekali karena selalu tertolak saat itu.
Kehadiran internet membuat banyak perubahan dalam aktivitas tulis menulis. Banyak platform tulis yang bermunculan dan membuat kita memiliki banyak pilihan untuk mengirim tulisan. Mengirim tulisan ke media menjadi tidak sesulit dulu lagi. Kondisi ini termasuk ke dalam perubahan sosial.
Internet dan Perubahan Sosial yang Terjadi
Hadirnya internet membawa perubahan sosial yang begitu besar dalam dunia penulisan.
 Perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar individu, organisasi, atau komunitas yang bertalian dengan struktur sosial atau pola nilai dan norma (Goa, 2017). Perubahan sosial dipicu oleh masyarakat yang selalu bergerak, berkembang, dan berubah.
Secara lebih spesifik, kita bisa mengaitkan dengan salah satu teori perubahan sosial yakni teori fungsionalis. Teori ini pada dasarnya ingin mengatakan bahwa perubahan sosial terjadi karena ketidakpuasan masyarakat atas suatu kondisi sosial tertentu (Pratama, 2020).
Dalam konteks ini, banyak masyarakat yang tidak puas dengan sistem media di zaman sebelum adanya internet. Jumlah media yang terbatas membuat ruang bagi masyarakat untuk berkreasi juga terbatas. Ketidakpuasan ini menghadirkan internet yang menjadi solusi atas permasalahan yang ada.
Menariknya, meski internet sudah merajalela di Indonesia, kehadiran media lama juga masih ada hingga kini. Meskipun, secara kuantitas sudah jauh berkurang. Data dari Serikat  Perusahaan Pers (SPS), seperti dilansir Tirto.id, mencatat bahwa pada tahun 2014 total oplah surat kabar mencapai 9,65 juta. Pada tahun 2015, jumlah ini menurun 8,9 persen menjadi  8,79 juta (Zuhra, 2017). Hal yang sama juga dirasakan oleh tabloid dan majalah.
Ditambah lagi di masa pandemi seperti saat ini, masyarakat mulai berbondong-bondong beralih menuju media digital. Maka dari itu, mencoba untuk mulai menulis di platform digital rasanya sangat penting bagi para penulis dewasa ini. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â