Mental belajar sepanjang hayat merupakan sesuatu yang hilang dari pendidikan di Indonesia. Setidaknya hal itu yang saya rasakan. Saya tinggal di lingkungan yang bisa dibilang merupakan pedesaan atau perkampungan. Lokasinya tidak terlalu dekat tapi tidak terlalu jauh juga dari perkotaan. Seperti biasanya, masalah di bidang pendidikan cukup membuat saya prihatin. Saya memang tidak melakukan riset dan langsung menemui mereka yang mengalami masalah, tetapi masalah yang mereka alami tidak diada-ada dan benar-benar terjadi.
Seperti perkampungan pada umumnya, tingkat ekonomi masyarakat disini kebanyakan adalah berada pada tingkat menengah ke bawah. Kemampuan mereka untuk mendapatkan pendidikan kebanyakan hanya bisa sampai tingkat SMA. Bahkan ada beberapa yang hanya bisa sampai tingkat sekolah dasar dan tingkat menengah pertama. Mungkin seperti di tempat lain di Indonesia, terkadang mereka hanya sampai tingkat SD dan SMP karena mereka menikah di usia yang masih sangat muda. Ada juga yang lulus SMA lalu menikah. Pernikahan ini katanya beberapa disebabkan karena faktor hamil di luar pernikahan. Terlepas dari persoalan ekonomi yang menjadi penyebab mereka tidak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, saya rasa ada faktor lain yang menyebabkan hal ini. Faktor tersebut adalah mental belajar sepanjang hayat yang kurang ditanamkan di dalam diri mereka dan keluarganya.
Belajar sepanjang hayat merupakan suatu konsep / ide. Berdasarkan konsep ini, belajar merupakan sebuah kegiatan yang tidak hanya ditempuh melalui pendidikan formal seperti sekolah. Belajar juga bisa dilakukan oleh manusia setelah menyelesaikan pendidikan formal. Ini tergantung pada tiap individu, apakah ia mau untuk belajar seperti itu atau tidak. Belajar dalam arti yang sebenarnya berlangsung sepanjang manusia hidup (Ummu Khuzaimah, 2009). Seharusnya manusia sepanjang hidupnya selalu belajar hal-hal baru.Â
Manusia harus bisa memperbarui pengetahuan yang dimilkinya karena zaman terus berkembang, banyak hal-hal baru dan pengetahuan dan keterampilan baru. Jika tidak bisa menguasai atau paling tidak mengikuti dan memiliki kemampuan dasarnya, maka manusia akan kesulitan dalam menjalani kehidupannya. Manusia tidak lagi bisa berkontribusi dengan baik kepada lingkungannya. Pada akhirnya ini berdampak kepada aspek ekonomi dari tiap individu karena skill yang sejalan dengan perkembangan zaman mendapatkan bayaran yang lebih layak.
Dari konsep yang disebutkan di atas, seharusnya tiap individu di Indonesia memiliki mental untuk mau belajar sepanjang hayat. Belajar merupakan suatu kewajiban yang berakhir saat manusia meninggal. Manusia harus selalu belajar karena zaman terus berkembang dan banyak hal-hal baru yang harus dipelajari agar manusia bisa hidup dengan baik di zaman yang berkembang tersebut. Berbeda dengan konteks di sekitar tempat tinggal saya tadi, mental belajar sepanjang hayat belum terlalu tertanam dalam diri individu. Mereka masih ada yang beranggapan bahwa kewajiban belajar hanya sampai tingkat SMA. Selebihnya mereka tidak usah belajar. Mereka hanya bekerja dan tinggal menikah. Padahal di zaman sekarang, untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik harus 'sedikit' belajar kembali. Jika mental belajar sepanjang hayat tertanam di masyarakat sekitar tempat tinggal saya, maka tidak akan lagi ada orang yang menikah sesaat atau sebentar setelah lulus SMA, tidak akan ada lagi orang yang hanya sekolah sampai SD atau SMP, tidak ada lagi orang yang hanya puas bekerja dengan bayaran yang kurang banyak. Tetapi mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan biaya untuk melanjutkan sekolah lewat beasiswa dan jalur lain, mereka akan mengasah skill agar bisa bekerja dengan bayaran yang lebih banyak, mereka akan selalu berusaha sekuat tenaga belajar apapun yang mereka sukai demi kebaikan diri mereka, keluarga dan masyarakat sekitar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H