Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ultimatum Bambang Soesatyo dan Tanggung Jawab Hukum Dahlan Iskan

31 Oktober 2012   04:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:11 1378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_206761" align="aligncenter" width="620" caption="KOMPAS IMAGES/DHONI SETIAWAN Dahlan Iskan saat mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (30/3/2010)."][/caption]

Di Mailing List mediacare@yahoogroups.com, Selasa, 30/10/2012, Bambang Soesatyo, anggota Komisi III DPR, mengirim posting-nya dengan nada marah kepada (Humas) Kementerian BUMN, terkait beredarnya SMS yang berisikan sejumlah inisial anggota DPR pemeras BUMN. Bambang bahkan memberi ultimatum kepada Humas Kementerian BUMN itu, jika benar mereka yang mengirim SMS itu, maka dalam 2 x 24 jam harus segera mengklarifikasikannya. Bila tidak, DPR akan melaporkan mereka ke polisi karena telah menebarkan fitnah.

Berikut isi lengkap posting tersebut:

Beredarnya inisial anggota DPR pemeras BUMN sangat disesalkan, untuk itu Kementerian BUMN harus buka seterang-terang agar tidak menimbulkan fitnah.

Kita ksh waktu 2x24 pada Humas Kementerian BUMN. Jika benar mereka yg umumkan inisial2 harus dibuka seterang2nya. Jika tdk akan kita laporkan ke polisi krn menebar fitnah.

Di Golkar sendiri yg berinisial BS ada beberapa. Diantaranya: saya, Budi Supriyanto, Bambang Sutrisno dll.

Jadi, harus diklarifikasi dan diperjelas kepanjangan nama2 itu sehingga tdk merugikan pihak2 yg kebetulan mirip dg inisil tsb.

Sebab, beredarnya inisial sejumlah anggota DPR dari berbagai fraksi yg diduga kerap melakukan pemerasan terhadap sejumlah BUMN, yg katanya bersumber dari informasi Humas BUMN sangat meresahkan dan merugikan anggota dewan yg kebetulan namanya mirip2 dg inisial tsb. Untuk itu, Saya mendesak humas BUMN utk segera umumkan nama lengkap dari inisial2 itu agar tidak ada pihak2 yg dirugikan akibat kemiripan inisial tsb. Jika, humas BUMN tdk segera mengklarifikasi dan mengumumkan, maka tdk tertutup kemungkinan nama2 yg kebetulan mirip dg insial itu dapat mem-polisikan humas BUMN krn patut diduga ada unsur kesengajaan pencemaran nama baik dan upaya pembusukan terhadap sejumlah anggota DPR yg tdk ada hubungannya dg bidang tugas komisinya baik langsung maupun tdk langsung, melalui modus penyebutan inisial. (Bambang Soesatyo, Anggota Komisi III DPR)

Demikian Bambang Soesatyo.

Sebenarnya, Bambang Soesatyo tidak perlu galau seperti itu gara-gara beredar SMS yang tidak jelas sumbernya itu. Sebab, bukankah Kementerian BUMN melalui Juru Bicaranya, Faisal Hilmi, sudah menyatakan bahwa SMS tersebut bukan berasal dari mereka? Menteri BUMN Dahlan Iskan juga sudah bilang, itu SMS gelap, yang tidak perlu ditanggapi.

Apabila mau dilacak, siapa sebenarnya pengirim SMS tersebut, itu merupakan tugas Polri. Dan, seharusnya polisi segera bergerak cepat untuk melacak SMS-SMS seperti ini. Tangkap pelakunya, dan diproses hukum sebagaimana mestinya.

Perihal informasi yang berasal dari Menteri BUMN Dahlan Iskan bahwa ada sejumlah anggota DPR pemeras BUMN, sebenarnya bukan berita baru. Sudah lama kabar seperti ini beredar di masyarakat. Meskipun tanpa bukti, publik lebih banyak yang percaya daripada tidak. Bukan hanya pemeras BUMN, tetapi juga pemeras kementerian-kementerian dan institusi-institusi negara lainnya, terutama ketika sedang dibicarakan suatu RUU di rapat-rapat komisi, maupun paripurna. Supaya RUU itu lolos menjadi UU dengan pasal-pasal tertentu yang diinginkan, maka ada kewajiban untuk memberi fee kepada anggota-anggota DPR tersebut.

Bukan hanya dari institusi-institusi negara, dari pihak swasta yang berkepentingan terhadap UU tersebut pun, kabarnya, biasanya ada praktek pemberian fee tersebut. Agar UU dengan pasal-pasal yang menguntungkan mereka itu bisa lolos di DPR.

Dari praktek-praktek ala mafia seperti inilah kita bisa menyaksikan, banyak anggota DPR yang menjadi kayak mendadak hanya dalam tempo 1-2 tahun setelah mereka menjadi anggota DPR, dari semula kere, tiba-tiba bisa hidup serba mewah.

Aneh juga sebenarnya, kenapa baru ketika Menteri BUMN Dahlan Iskan menyinggung soal ini, DPR pun murka? Sebelumnya, Presiden SBY pun pernah menyinggung hal yang sama. Bahwa di DPR seringkali terjadi kongkalikong antara anggota DPR dengan wakil dari pemerintah.

Dalam kata pengantarnya, sebelum memulai sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Kamis, 19 Juli 2012, SBY mengatakan hal itu.

Ketika itu, SBY mengaku merasa sangat prihatin dengan semakin banyaknya penyimpangan dalam penggunaan anggaran yang melibatkan eksekutif dan legislatif. “Sejak perencanaan sudah kongkalikong, pelaksanaannya kongkalikong, negara dirugikan,” kata SBY.

SBY mengaku selama ini, dia mengikuti praktek-praktek penyalahgunaan anggaran tersebut, oleh karena itu dia tahu hal-hal tersebut, meskipun selama ini tidak mengungkapkannya. Alasannya, supaya tidak terjadi kegaduhan dan tidak menimbulkan persepsi yang keliru secara politik. “Tetapi, saya tahu, dan saya mengikuti (semua itu), … Bahkan sampai saat ini di parlemen masih ada yang berani berkongkalikong soal anggaran. …,” kata SBY.

Tentang ini saya telah menulis artikelnya di Kompasiana, 21/07/2012.

Kenapa ketika itu tidak ada satu pun anggota DPR yang marah? Setelah Dahlan Iskan menyatakan hal yang sama, baru mereka bereaksi sedemikian kerasnya? Kemungkinan besar adalah karena Dahlan Iskan sudah sejak awal, menjadi musuh bersama DPR, dan apa yang dilontarkan oleh Dahlan Iskan itu bisa jadi lebih spesifik mengarah kepada individu-individu tertentu di DPR itu.

Kata, Dahlan ada 10 nama anggota DPR pemeras BUMN di kantongnya. Dia akan membukanya di DPR, apabila DPR memanggilnya khusus untuk itu.

"Saya ini enggak ingin ada heboh-heboh. Saya tidak punya kepentingan untuk bongkar-bongkar, ungkap-ungkap. Tapi, karena mereka mengatakan buka saja begitu, yah, saya akan buka kalau memang ada permintaan DPR," ujar Dahlan, Senin (29/10/2012) petang, dalam pembicaraan dengan Kompas.com sesaat sebelum mengisi acara di KompasTV, Palmerah, Jakarta Pusat.

Khusus untuk hal ini, saya ingatkan kepada Dahlan Iskan, bahwa persoalan ini sudah berkembang sedemikian jauhnya, dan dia harus ingat bahwa persoalan ini bukan semata-mata persoalan politik, tetapi sudah merupakan persoalan hukum.

Dengan menyebutkan ada sedikitnya 10 nama anggota DPR pemeras BUMN, maka Dahlan Iskan sudah berbicara soal adanya dugaan 10 orang anggota DPR yang berpotensi menjadi tersangka kasus pemerasan dan/atau koruptor. Ini jelas-jelas adalah persoalan hukum yang sangat serius.

Jadi, dia bukan hanya berkewajiban membeberkan nama-nama tersebut di DPR, tetapi dia juga wajib untuk melaporkannya ke KPK.

Kalau di DPR, Dahlan boleh mengatakan bahwa dia akan membuka nama-nama tersebut jika diminta/didesak DPR, tetapi di KPK, Dahlan tidak bisa berkata seperti itu. Dahlan tidak bisa bilang, dia akan membuka nama-nama itu kalau diminta KPK. Tetapi, membuka nama-nama tersebut ke KPK sudah merupakan kewajiban hukum baginya. Apalagi dia adalah seorang pejabat tinggi negara. Seorang Menteri BUMN. Tentu saja pemberian nama-nama tersebut diharuskan disertai dengan bukti-bukti (permulaan) yang cukup.

Apabila Dahlan Iskan tidak mau melaporkan 10 nama anggota DPR pemeras BUMN itu kepada KPK, dengan alasan apapun, maka Dahlan bisa dikategorikan menyembunyikan rahasia kejahatan pemerasan/korupsi yang dia ketahui, dan melindungi nama-nama tersebut dari KPK.

Dahlan juga harus yakin bahwa kasus-kasus yang melibatkan 10 anggota DPR itu apakah benar-benar murni pemerasan? Ataukah kongkalikong?  Marzuki Alie juga memberi kesaksiannya bahwa belum lama ini dia menerima laporan dari anggota DPR bahwa ada direksi sebuah BUMN yang membagi-bagikan uang kepada anggota-anggota DPR yang lain.

Kalau benar kasus-kasus itu murni pemerasan, berarti pihak BUMN berada pada posisi sebagai korban. Apakah benar mereka sebagai korban? Baru bisa dikatakan seseorang menjadi korban pemerasan, apabila dia berada pada posisi benar-benar terjepit, sehingga tidak mempunyai pilihan lain selain untuk mengabulkan permintaan pemerasnya. Kalau tidak dalam posisi demikian, lalu apa praktek pemberian/bagi-bagi uang, itu namanya kongkalikong. Dua belah pihak terlibat tindak pidana kejahatan korupsi itu.

Dahlan sendiri mengatakan bahwa menjadi pejabat negara, bukan hanya berani mengambil suatu keputusan, tetapi harus berani bertanggung jawab. Oleh karena itu, dalam menyatakan ada 10 nama anggota DPR pemeras BUMN, Dahlan juga harus bertanggung jawab. Bukan hanya tanggung jawab politik, tetapi juga – lebih penting lagi – tanggung jawab hukum.

Jangan berperilaku seperti pejabat-pejabat negara lainnya, yang seenaknya melontarkan pernyataan, tetapi ketika timbul gejolak akibat pernyataannya itu, dia tidak mau tahu. Alias tidak mau bertanggung jawab. Dahlan Iskan harus bertanggung jawab sampai tuntas persoalan ini.

Apalagi pihak KPK sudah meminta kepada Dahlan Iskan agar mau melaporkan nama-nama anggota DPR pemeras BUMN itu kepada KPK untuk diproses hukumnya.

"Sebaiknya jangan ramai di luar saja. Kalau Pak Dahlan punya informasi, ya disampaikan ke KPK," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa (30/10/2012).

Johan mengatakan, jika dilaporkan, KPK akan menindaklanjuti dan menelaah informasi tersebut. Jika memang benar apa yang disampaikan, kata Johan, permintaan jatah termasuk tindak pidana korupsi.

Sekarang, kita menunggu konsistensi dan konsekuensi tanggung jawab politik, dan terutama sekali tanggung jawab hukum Dahlan Iskan dengan pernyataannya bahwa ada 10 nama anggota DPR pemeras BUMN itu. ***

Informasi:

Jangan lewatkan, acara “Mata Najwa” di Metro TV, hari ini, Rabu, 31 Oktober 2012, pukul 21:30 WIB, dengan thema “Sengatan Dahlan.” Menghadirkan DAHLAN ISKAN dan MARZUKI ALIE

http://www.metrotvnews.com/read/promo/136822/Sengatan-Dahlan

[caption id="attachment_206764" align="alignnone" width="150" caption="@danielht2009"]

13516597011642193339
13516597011642193339
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun