Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tidak Bisa Terima Kenyataan, Rhoma Irama Ancam PKB

27 April 2014   03:27 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:09 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13985187701500536394

[caption id="attachment_304667" align="aligncenter" width="569" caption="Rhoma Irama (Kompas.com)"][/caption]

Perkembangan politik pasca Pileg 2014 membuat parpol-parpol harus bersikap realistis jika ingin tetap eksis dan memajukan calon presiden dan calon wakil presidennya. Demikian juga dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang sempat mengalami euforia atas perolehan suaranya yang melonjak tajam, dari 4,94 persen suara (urutan ketujuh) di Pileg 2009, menjadi 9,12 persen suara (urutan kelima) – hanya selisih 0,13 persen suara dengan Partai Demokrat (9,43 persen)  di Pileg 2014 (versi hitung cepat Kompas).

Setelah masa euforia berakhir, PKB kembali ke dunia nyata, mereka mulai berpikir realistis bahwa perolehan suara tersebut, meskipun melonjak tajam, belum cukup untuk memposisikan diri pada posisi tawar tinggi, pimpinan poros koalisi, apalagi mencalonkan presidennya sendiri. Mau tak mau, PKB harus bersedia berkoalisi, bukan sebagai pimpinan poros koalisi, tetapi sebagai “pengikut” parpol pimpinan koalisi. Maka,nyaris mustahil PKB bisa mengusung calon presidennya sendiri. Tidak terkecuali dengan salah satu bakal calon presidennya yang “tidak berambisi menjadi presiden, tetapi berambisi menjadi presiden,” yaitu penyanyi dangdut Rhoma Irama. Tetapi, tidak seperti PKB yang mau realistis, Rhoma Irama yang berkali-kali menyatakan tidak berambisi menjadi presiden itu justru sepertinya tidak bisa menerima kenyataan, kalau pintu peluang dia menjadi capres dalam Pilpres 2014 boleh dikatakan sudah tertutup.

Melihat gelagat PKB sudah mulai melangkah ke dunia nyata, dengan tidak lagi berbicara soal mencalonkan dirinya sebagai calon presiden, Rhoma Irama mulai memperlihatkan kemarahannya kepada parpol yang dipimpin oleh Muhaimin Iskandar itu.

Rhoma Irama, melalui tim suksesnya yang menamakan dirinya Riffori (Rhoma Irama For Republik Indonesia), mengancam akan mencabut dukungannya kepada PKB jika parpol itu batal mencalonkan dirinya sebagai presiden, dan jika PKB tidak melibatkan dirinya dalam menjalinkan koalisi dengan parpol manapun (Kompas.com).

Dari manuvernya ini semakin kelihatan bahwa sesungguhnya Rhoma Irama bukan hanya berambisi menjadi presiden, tetapi sudah overconfident kebelet menjadi presiden, sampai-sampai sudah tidak bisa berpikir realistis lagi.

Bagaimana bisa tetap nekad mau menjadi calon presiden dari PKB kalau untuk memenuhi syarat presidential threshold saja jauh dari cukup? Apalagi bersamaan dengan itu mengharuskan PKB untuk melibatkan dirinya dalam menjalin koalisi dengan parpol manapun. Padahal parpol lain itu pastilah pimpinan koalisi yang mempunyai bakal calon presiden sendiri. Apa iya, mereka diminta mengganti bakal calon presidennnya dengan Rhoma Irama sebagai syarat PKB bersedia berkoalisi? Misalnya, PKB koalisi dengan PDIP, apa iya, PDIP  harus  mau Jokowi diganti Rhoma Irama? Atau harus mau Rhoma Irama dijadikan cawapres-nya? Jangankan dengan PDIP, parpol lain pun tak bakal sudi bakal calon presidennya diganti Rhoma Irama. Kembalilah ke dunia nyata, Bang Rhoma, tidak semua ambisi kita itu bisa menjadi kenyataan!

Sebelumnya, berkali-kali sudah Rhoma Irama mengatakan, dia tak berambisi sedikit pun menjadi presiden. Bahkan dia pernah, pada Desember 2013 mengatakan, menjadi presiden itu merupakan suatu musibah baginya, tetapi karena ketidakkonsistennya, dia juga bilang, menjadi presiden itu tugas mulia.

“Kalau seandainya saya ditakdirkan jadi presiden, saya bukan alhamdulillah. Tapi inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Jabatan presiden itu musibah!” Tetapi sambungnya, “Tapi tugas seorang presiden itu adalah tugas yang mulia. Oleh karena itu saya harus menerimanya, ” tetapi katanya lagi. “Presiden itu bukan sebuah jabatan untuk bertolak pinggang, aksi bermegah-megah. Saya tidak berambisi.” Itu dikatakan Rhoma pada Kamis, 5 Desember 2013, diHotel Sari Pan Pasific, Jakarta Pusat.

Perilaku “lain di bibir lain di hati, lain di bibir lain di perbuatan” Rhoma Irama itu sudah pernah saya ulas di artikel Kompasiana saya yang berjudul Bakal Capres Rhoma Irama, Lain di Bibir, Lain di Hati.

Sikap “lain di bibir lain di hati” Rhoma itu terus memperlihatkan kebenarannya, sampai sekarang. Sampai-sampai dia sudah tidak bisa berpikir realistis, menerima kenyataan, seperti yang disebutkan di atas.

Ambisi besar Rhoma Irama untuk dijadikan calon presiden PKB semakin kelihatan justru sejak hasil hitung cepat memperlihatkan perolehan suara PKB hanya 9,12 persen. Tanggal 14 April, Rhoma sendiri mengaku kepada wartawan bahwa sehari sebelumnya dia sudah menelepon langsung ke Muhaimin Iskandar menangih komitmen Muhaimin mengenai pencalonan dirinya sebagai presiden. Menurutnya, Ketua Umum PKB itu berjanji tetap memegang komitmennya itu.

"Sampai saat ini komitmen Pak Muhaimin, Rhoma capres. Kemarin saya telepon Pak Ketua Umum, dia bilang saya masih capres PKB," ujar Rhoma di kediamannya, Jakarta, Senin (14/4/2014). (Kompas.com)

Rupanya, dari komitmen Muhaminin inilah Rhoma menagih janji PKB, dan marah ketika melihat gelagat PKB mulai berpikir realistis, dengan tidak lagi mencalonkan dirinya sebagai presiden, melainkan mulai merapat ke parpol lain (kemungkinan besar ke PDIP) tanpa melibatkannya. Maka itu, keluarlah ancaman tersebut di atas: Jika PKB tidak jadi mencapreskan Rhoma Irama, maka dia akan mencabut dukungannya kepada PKB!

Padahal, Rhoma juga pernah berkata, dia tetap legowo, seandainya suatu ketika PKB tidak jadi mencapreskannya. Katanya ketika itu, “Misalnya, PKB menelikung saya, saya tidak akan punya beban. Saya ikhlas.” (Tribunnews.com)

Di mulut bilang ikhlas, tetapi di hati mungkin mengumpat PKB, sambil berkata di dalam hati, “Sungguh terlalu!” Lalu, keluarlah ancaman mencabut dukungannya kepada PKB tersebut di atas.

Mungkin benarlah sinyalemen yang mengatakan Muhaminin Iskandar hanya mengiming-iming Rhoma Irama dengan kursi presiden, karena dia tahu betapa luar biasa besarnya ambisi penyanyi dangdut itu untuk menjadi presiden. Padahal, Muhaminin hanya memanfaatkan popularitasnya untuk mengaet perolehan suara di Pileg 2014. Sama dengan parpol-parpol lain yang banyak memanfaatkan hanya popularitas artis-artis untuk mendongkrak perolehan suara mereka di Pileg. Cuma cara Muhaimin ini berbeda, sedikit lebih “canggih.”

Namun, rupanya Rhoma belum sadar-sadar juga, dengan tetap mengejar Muhaimin dengan komitmen “pura-pura” itu. Nanti, ketika sadar pun, semua itu sudah terlambat. Kalau Rhoma benar-benar mencabut dukungannya kepada PKB, itu sudah tidak ada pengaruhnya di Pilpres 2014. Jadi, bagi PKB, silakan saja Bang Rhoma, kalau memang mau mencabut dukungannya. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun