Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), yang juga bakal calon gubernur DKI Jakarta (sumber gambar: rmol.com) Yusril Ihza Mahendra
Strategi Yusril Ihza Mahendra agar diusung oleh minimal satu partai politik di pilkada DKI 2017 dengan cara mendaftarkan dirinya di semua parpol yang sudah membuka pendaftaran calon gubernur DKI-nya tampaknya akan sia-sia, karena sampai hari ini belum juga ada tanda-tanda ada parpol yang akan memenuhi harapannya itu. Sebaliknya, tanda-tanda yang muncul justru semakin meredupkan harapan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu (baca artikel: Ketika Yusril Ihza Mahendra Melamar ke Mana-Mana).
Statusnya sebagai Ketua Umum PBB yang justru mendaftar di parpol lain itu kemungkinan besar menjadi salah satu faktor pertimbangannya, apalagi PBB itu merupakan parpol “seupil”, “antara ada dan tiada”.
Sejak didirikan, dari pemilu ke pemilu eksistensi PBB terus menciut, sampai akhirnya hilang dari peredaran perpolitikan Indonesia, nyaris tak terdengar. Di Pemilu 2014, PBB gagal total, dengan hanya mampu berada di posisi nomor dua dari juru kunci, dengan hanya memperoleh 1,45 persen suara. Karena tidak mampu memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold), satu kursi pun tidak mampu diraih PBB di DPR, maupun di DPRD DKI Jakarta.
Oleh karena itu Yusril hanya bisa mengandalkan “belas kasihan” parpol-parpol lainnya yang punya kursi di DPRD DKI. Mau ikut jalur perseorangan (independen) seperti Ahok, Yusril tidak punya rasa percaya diri yang cukup apakah akan mampu mengumpulkan jumlah minimal KTP dukungan sebagai persyaratan bisa maju melalui jalur tersebut.
Namun dengan status politiknya seperti tersebut tadi, bagaimana bisa masuk logika jika ada parpol yang jauh lebih besar daripada PBB, tidak mengusung kadernya sendiri, tetapi malah mengusung ketua umum dari parpol lain, yang status parpol-nya itu justru nyaris tak terdengar.
Apalagi, misalnya, sebelum pendaftaran calon gubernur DKI itu dibuka parpol-parpol, dengan pongahnya Yusril sendiri pernah menyatakan dirinya lebih layak menjadi calon gubernur DKI daripada kader unggulan PDIP sendiri (baca: Yusril Sebut Calon Gubernur DKI dari PDIP Tak Akan Menang Melawannya).
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
Apakah mungkin, PDIP mau menggadaikan harga dirinya sendiri untuk “membuktikan” bahwa pernyataan Yusril itu sungguhlah benar, sehingga mereka pun mengabaikan kadernya sendiri, lalu mengusung Yusril?
Apakah mungkin PDIP sebagai parpol terbesar, pemenang pemilu, yang punya jumlah kursi terbanyak (28 kursi) di DPRD DKI sehingga menjadi satu-satunya parpol yang bisa mengusung calonnya sendiri, justru mengusung calon dari ketua umum parpol lain, apalagi parpol itu statusnya antara ada dan tiada, dan tidak punya satu kursi pun di DPRD DKI Jakarta?
Apalagi, selama ini Yusril Ihza Mahendra selalu memandang remeh kemampuan Jokowi sebagai Presiden RI, dan selalu memposisikan dirinya sebagai lawan Jokowi, padahal sebagai partai penguasa, PDIP sangat bangga dengan “petugas partai”-nya itu.