“KPK adalah lembaga penegakan hukum superbodi”?
Itu dulu, sekarang, di masa pemerintahan Jokowi-JK itu hanyalah mitos.
Siapa yang bisa membantah bahwa justru di masa pemerintahan Jokowi-JK inilah KPK berada dalam posisi yang paling lemah sejak didirikan pada 2002. Hanya dalam tempo sekitar tiga bulan pemerintahan baru ini, KPK sudah mampu dibuat sekarat. Memang bukan langsung oleh tangan Presiden Jokowi, tetapi tragedi hukum yang kemudian diikuti dengan tragei-tragedi hukum lainnya itu terjadi di bawah pemerintahannya yang baru seumur jagung, sampai hari ini (baca artikel: Presiden Super Sakti).
Sebelumnya, selama bertahun-tahun, mereka yang sangat berhasrat melemahkan KPK mungkin tak terpikirkan dan/atau tak punya akses/wewenang untuk melakukannya bahwa jantung kelemahan KPK itu justru ada di Undang-Undang tentang KPK itu sendiri. Persisnya di Pasal 32 ayat (2) yang menentukan: Dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari jabatannya. Selanjutnya ayat (3)-nya mengatur: Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia.
Ternyata, dengan hanya menetapkan para pimpinannya sebagai tersangka, sudah cukup membuat mereka terpental dari kursi pimpinan KPK. KPK tanpa ketua dan pimpinan yang cukup sama saja dengan harimau ompong yang dicabut juga kuku-kukunya. Semudah itu, seperti menyentik jari saja!
Yang terpenting adalah punya kewenangan untuk itu (menetapkan seseorang sebagai tersangka), dan kewenangan itu dimiliki oleh Polri, khususnya dalam konteks ini adalah berperannya Bareskrim Polri di bawah Komjen Budi Waseso.
“Harimau” yang Dicabut Gigi dan Kukunya
Saat KPK di bawah kepimpinan Abraham Samad dengan nyali harimaunya berani mengusut calon Kapolri Komjen Budi Gunawan yang diduga bermasalah dengan kasus korupsi dan kemudian menetapkannya sebagai tersangka justru setelah ditunjuk sebagai calon tunggal Kapolri, saat itulah senjata ampuh itu digunakan. Maka dengan cepat rontoklah gigi dan tercabutlah kuku-kuku “sang harimau” KPK, seketika itu juga ia lemas dan sekarat.
Keampuhan luar biasa Pasal ini telah terbukti saat melalui kriminalisasi lalu penetapan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri terhadap Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, yang dinilai paling bertanggung jawab atas penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka.
Kesalahan kedua komisioner KPK itupun dicari-cari, setelah ditemukan atau diada-adakan, kesalahan itu pun dijadikan dasar untuk menetapkan mereka sebagai tersangka kejahatan. Kesalahan Abraham di masa lalu adalah melakukan pemalsuan dokumen kependudukan, dan Bambang dibuat bersalah telah memerintah para saksi membuat kesaksian palsu saat ia menjadi pengacara di suatu sidang gugatan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, maka sesuai dengan hukum, presiden yang entah karena terlalu naif atau karena karena pengaruh kuat kekuatan partai politik di belakangnya, atau kombinasinya, dengan begitu cepatnya, dengan alasan sesuai dengan undang-undang, memberhentikan sementara Abraham Samad dan Bambang Widjojanto itu.