Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Seriuskah Kivlan Zen Mau Menjadi Saksi Kunci Penculikan dan Pembunuhan Para Aktivis Prodemokrasi?

30 April 2014   17:05 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:01 6557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13988269541906965480

[caption id="attachment_305182" align="aligncenter" width="466" caption="Kivlan Zen di acaa Debat: Siapa Capres Pelanggar HAM, 28 April 2014 (Capture dari YouTube)"][/caption]

Kita terkejut mendengar pengakuan mantan Kepala Staf Kostrad (1998) Mayor Jenderal (Purnawirawan) TNI Kivlan Zen di TV One, Senin, 28 April 2014, dalam acara Debat, dengan thema “Siapa Capres Pelanggar HAM.”

Pada salah satu kesempatan dia berbicara, menjawab pertanyaan dari seorang ibu dari Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan), Kivlan yang berbicara dengan nada berapi-api mengaku bahwa dia tahu di mana tiga belas aktivis yang hilang diculik itu ditembak, dan di mana kuburan mereka, serta siapa pelakunya.

“Penangkapan” Bukan “Penculikan”?

Ketika berbicara membela Prabowo Subianto itu, berkaitan dengan penculikan aktivis di tahun 1997-1998, Kivlan menggunakan istilah “penangkapan”, bukan “penculikan”. Dia bilang, para aktivis itu sebenarnya ditangkap, kemudian “disimpan”, tetapi orang (publik) yang menggunakan istilah “penculikan.” Maksud dia, sebenarnya, para aktivis itu bukan diculik, tetapi ditangkap, kemudian “disimpan” (untuk diinterogasi). Menurut Kivlan penangkapan itu tidak diketahui oleh Prabowo.

“Dia (Prabowo) tidak mengetahui tentang rencana penangkapan, yang dikata orang  itu  ‘penculikan,’ kemudian disimpan. Termasuk yang hilang tiga belas. Nah, ini teori, dan ini terjadi dalam action . Di mana-mana operasi intelijen, operasi militer, itu dilakukan, ada yang dinamakan doubel agent. Nah, kalau ini umpamanya diamankan, bangsa Desmon, bangsa Pius Lustrilanang, semuanya keluarkan, selesai itu. ...”

Maksudnya, para aktivis pro-demokrasi (anti-Soeharto) ketika itu, sebenarnya “hanya” ditangkap, kemudian diamankan (untuk melalui proses interogasi), termasuk tiga belas aktivis yang sampai sekarang masih hilang itu. Tetapi, yang ditangkap anak buah Prabowo itu seperti Desmon dan Pius (semua) sudah dibebaskan. Sedangkan yang hilang itu adalah karena ada operasi militer/intelijen dari tim lain di luar pengetahuan Prabowo (double agent). Mereka adalah lawan Prabowo di militer.

Nah, tim militer/intelijen lain inilah yang menurut Kivlan Zen bertanggung jawab atas tiga belas aktivis yang hilang sejak 1998, dan yang oleh publik sampai sekarang dianggap nasibnya masih misterius. Tetapi, di dalam acara Debat TV One itu, Kivlan memberi pengakuannya bahwa dia tahu tiga belas orang aktivis itu telah tewas ditembak. Dia tahu di mana kuburan mereka semua, dan siapa yang bertanggung jawab. Jadi, sebenarnya ini bukan kasus misterius seandainya Kivlan tahu dan membuka mulutnya.

Tentu saja pengakuan Kivlan Zen ini sangat serius, mengejutkan, sekaligus mengherankan. Siapa pun presiden baru kelak, harus menindaklanjuti pengakuan Kivlan ini. Mengherankan, karena kenapa setelah enam belas tahun berlalu, Kivlan baru membuat pengakuan tersebut. Lagipula pengakuannya ini hanya terjadi di sebuah acara non-formal, di sebuah forum debat yang diadakan sebuah stasiun televisi.

Penggunaan istilah “penangkapan” oleh Kavlin, dan bukan “penculikan” sebagaimana istilah yang umum dan selama ini digunakan pengadilan militer, Komnas HAM, LSM-LSM, dan publik, menimbulkan kesan Kavlin hendak meminimalisir kadar keseriusan pelanggaran HAM kasus itu. Karena kalau benar istilah yang digunakannya itu, yaitu “penangkapan”, maka tidak ada pelanggaran HAM-nya. Padahal, yang terjadi memang murni sebuah penculikan, bukan penangkapan (telah terjadi pelanggaran HAM). Karena semua mereka yang mendadak hilang itu diambil dengan cara-cara di luar proses hukum mana pun. Tanpa seorang pun yang mengetahuinya, termasuk keluarganya, tidak ada surat perintah penangkapan dan penahanan, diniaya, bahkan ada yang mati, yang melakukanya pun bukan polisi, tetapi tentara, padahal negara bukan dalam keadaan darurat perang. Dalam proses Mahkamah Militer dan sidang Dewan Kehormatan Perwira (DKP) pun disimpulkan penculikan-penculikan yang dilakukan oleh Tim Mawar itu di luar prosedur standar ABRI (sekarang TNI), di luar kewenangan Prabowo, dan tidak ada apa yang dinamakan Bawah Kendali Operasi (BKO).

Aktivis-aktivis itu dikuntit oleh beberapa anggota Tim Mawar, kemudian dipojokkan di suatu lokasi yang tidak terlihat orang banyak, dimasukkan secara paksa ke dalam mobil, diborgol, dan kepalanya diselubung kantong kain untuk menutup matanyanya. Selama di perjalanan mereka sudah mengalami penganiayaan, dipukul dan disiksa. Dibawa ke sebuah tempat rahasia, di sana mereka mendengar suara teriakan kesakitan kawan-kawannya yang disiksa, sebelum mereka sendiri mengalami nasib yang sama; diinterogasi, dipukul sampai bibir berdarah-darah, digantung, disetrum, dan seterusnya (berdasarkan kesaksian Faisol Reza, salah satu aktivis yang dibebaskan Tim Mawar, di buku Anak-Anak Revolusi Jilid 2, Oleh Budiman Sudjatmiko – Gramedia, 2014).

Arsip Majalah Tempo edisi Edisi 26/03 - 29/Agustus/1998 memuat wawancara dengan Agum Gumelar, bekas atasan Prabowo. Di wawancara itu Agum menjelaskan tentang BKO: “Dalam istilah militer, biasanya Panglima Kodam sering mengeluarkan BKO kepada Kopassus. Artinya, Kopassus harus melaksanakan tugas yang diperintahkan Kodam. Jika perintah itu menyimpang dalam pelaksanaan di lapangan, maka itu berarti di luar kewenangan.”

“Hasil pemeriksaan DKP, tidak ada BKO yang diberikan Pangab. Namun, Prabowo mengakui, bahwa dirinya telah salah menganalisis BKO. Kenyataannya BKO itu tidak ada. DKP menemukan, telah terjadi penyimpangan integritas pada Prabowo, di mana ia melakukan langkah di luar kewenangannya tanpa mendapatkan perintah.

Semua Aktivis Itu Telah Tewas Ditembak!

Semua aktivis yang hilang itu ternyata memang benar-benar telah tewas dibunuh (oleh para penculiknya), dengan cara ditembak sampai mati, kemudian dikuburkan di suatu lokasi rahasia. Itulah pengakuan Kivlan Zen. Sebuah pengakuan yang mengejutkan bagi kita, apalagi bagi anggota keluarga/kerabat mereka. Bayangkan saja, selama ini, enam belas tahun sudah kita semua menganggap ini merupakan salah suatu misteri tragedi besar anak bangsa ini, ternyata selama ini pula seorang Mayor Jenderal purnawirawan, mantan Kepala Staf Kostrad mengetahui semua rahasianya. Jadi, sebetulnya, ini bukan menjadi misteri, apabila dia sudah mengungkapkanya sejak dulu.

Minimal, demi kemanusiaan, seharusnya sekarang juga Kivlan memberitahu di mana kuburan para aktivis itu, supaya keluarga korban bisa mengambilnya, dan menguburkan mereka secara lebih layak.

Kalau Kivlan Zen saja mengetahui misteri ini, apakah mungkin Prabowo Subianto yang mantan Panglima Kostrad di era yang sama tidak mengetahuinya? Prabowo pernah bilang, dia mengetahui rahasia di balik misteri hilangnya para aktivis itu, tetapi tidak mengatakan sedetail yang diucapkan Kivlan Zen ini. Jadi, kedua orang ini sebenarnya mengetahui misteri tersebut, tahu bagaimana nasib sebenarnya tiga belas aktivis yang selama ini kita hanya bisa menduga-duga. Yaitu, mereka semua sudah dibunuh, ditembak dan dikuburkan. Pertanyaannya, kenapa selama ini mereka membiarkan misteri ini terus berlangsung? Membiarkan keluarga korban menangis sampai air mata mereka kering, menanti dalam ketidakpastian?

Kivlan pun kelihatannya seperti keceplosan mengucapkan pengakuan itu saking berapi-apinya dia menjawab pertanyaan tentang penculikan itu dari seorang ibu dari Kontras itu. Mungkin setelah itu dia menyesal karena keceplosannya itu.

Ini ada lagi namanya operasi sampingan intelijen lawan kepada Prabowo . Saya tahu benar siapa lawan-lawan Prabowo. Ini yang menculik dan hilang. Tempatnya saya tahu, di mana ditembak, dan di mana dibuang. Kalau nanti disusun suatu panitia saya akan berbicara, kemana tiga belas orang itu hilangnya. Dan, di mana dibuangnya. “

Demikian yang dikatakan Kivlan di acara Debat, di TV One itu. Tetapi, dia masih menolak untuk berbicara sekarang. Kalau nanti disusun suatu panitia saya akan berbicara, kemana tiga belas orang itu hilangnya. Dan, di mana dibuangnya,katanya.

Siapa yang dimaksud Kivlan dengan pihak “intelijen sampingan lawan kepada Prabowo” itu? Apakah Pangab (waktu itu) Wiranto, atau musuh lama mereka di era Soeharto, yaitu kelompok perwira militer  “merah-putih nasionalis,” Benny Moerdani, Sintong Panjaitan, Luhut Panjaitan, termasuk Wiranto, dan lain-lain? Seperti diketahui, di era 1990-an terdapat friksi di tubuh militer, yaitu faksi Benny Moerdani yang disebut “ABRI Nasionalis Merah-Putih” karena berasaskan kebangsaan, dan faksi "ABRI Hijau” yang berasaskan pada agama Islam, yang hanya mau merekrut dan bekerja sama dengan anggota milier yang mempunyai paham Islam yang sama (sektarian). Mereka selalu menaruh curiga kepada Benny dan kawan-kawannya, karena Benny beragama Kristen, yang dituduh hendak menghancurkan Islam di Indonesia.

"ABRI Hijau" antara lain melalui Prabowo Subianto menginformasikan kepada mertuanya, Presiden Soeharto mengenai sekelompok Jenderal yang dipimpin Benny Moerdani, yang mulai tidak loyal kepadanya, bahkan bermaksud mengkudetanya. Reaksi Soeharto adalah menyingkirkan  Benny Moerdani sebagai orang yang sangat dipercaya selama bertahun-tahun,  dan menjadikannya sebagai musuhnya, apalagi Benny juga pernah berbicara memperingatkan Soeharto tentang anak-anaknya yang kian kebablasan dalam melancarkan bisnis KKN mereka. Belakangan setelah lengser, Soeharto sempat berkunjung ke kediaman Benny. Pada kesempatan itu mereka berdua berbicara dari hati ke hati. Soeharto mempertanyakan, kenapa dia bisa jatuh dengan cara sedemikian tragis, dan kenapa dia dikhianati oleh orang-orang kepercayaannya.

Benny pun mengingatkan Soeharto, bahwa dia pernah mengingatkan Soeharto yang terlalu percaya kepada "ABRI Hijau", padahal dirinya bersama kelompok "ABRI Nasionalis" sangat setia kepada Soeharto sebagai Presiden RI. Juga disinggung tentang peringatannya kepada Soeharto mengenai peran anak-anaknya itu. Saat itu Soeharto sempat menangis di hadapan Benny. Pada kesempatan itu Benny juga menyampaikan lima nama yang dianggap sebagai pengkhianat utama Soeharto (Menyibak Tabir Orde Baru, oleh Jusuf Wanandi, Penerbit Buku Kompas, 2014).

Siapa pun mereka, pertanyaannya tetap sama: Kenapa Prabowo Subianto dan Kivlan Zen menyimpan misteri ini terus selama enam belas tahun ini? Apakah rasional, Prabowo dengan rahasia di tangannya tentang tragedi berdarah akibat pelanggaran HAM berat itu, kemudian menjadi presiden. Seorang presiden yang menggegam rahasia salah satu tragedi berdarah bangsa ini?

Siapa pun presidennya kelak, harus bertekad membongkar dan menyelesaikan kasus penculikan ini, termasuk Prabowo. Beranikah Prabowo berjanji mengenai hal ini? Bukankah jika hal ini bisa di-clear-kan, Prabowo lebih memperoleh legitimasinya sebagai seorang (calon) presiden?

Kalau sejak dulu Prabowo dan juga Kivlan Zen mengungkapkan kasus ini, apapun dampaknya, yang penting positif bangi bangsa dan negara, bukankah saat ini pasti Prabowo akan lebih banyak mendapat dukungannya sebagai calon presiden? Elektabilitas Prabowo pasti jauh lebih tinggi daripada sekarang. Ini pasti bukan tidak disadari Prabowo, tetapi kenapa pengungkapan itu tidak dilakukan?

Pansus Orang Hilang dan Kontras

Kivlan mengatakan, dia hanya mau mengungkapkan semua misteri yang dia ketahui tentang penculikan para aktivis itu jika sudah ada panitia khusus untuk itu. Padahal sebenarnya panitia yang dimaksud itu pernah ada, yaitu Panitia Khusus (Pansus) untuk Orang Hilang yang dibentuk DPR-RI pada 2004-2009. Kenapa Kivlan tentang mengungkapkan pengetahuannya itu kepada Pansus ini?

Kenapa juga, ketika berlangsung peradilan militer terhadap Tim Mawar yang berujung bersalah kepada mereka, serta pemecatan Prabowo sebagai prajurit ABRI (TNI), Kivlan tetap tutup mulut? Bukankah itu adalah momen yang paling pas untuk mengungkap kebenaran menurut versinya dengan cara menjadi saksi di pengadilan militer itu?

Pansus untuk Orang Hilang yang diketuai oleh Effendi Simbolon itu pernah mengajukan empat rekomendasi kepada pemerintah, salah satunya dibentuknya Pengadilan Ad-hoc untuk mengadili perwira-perwira dan siapa saja yang terlibat dalam aksi penculikan itu, tetapi sampai sekarang semua rekomendasi Pansus itu tidak dilaksanakan (sumber).

Bukankah dengan demikian sebenarnya negara sudah membentuk suatu panitia/lembaga khsus untuk mencari tahu misteri di balik kasus penculikan-penculikan sebagaimana diinginkan Kivlan itu? Seharusnya pada waktu itu juga Kivlan Zen sudah pro-aktif untuk menjadi saksi kunci membongkar semua kejahatan kemanusiaan itu. Sekali lagi, pertanyaannya kenapa dia selama ini diam? Apakah benar dia, dan juga Prabowo benar-benar bersih dari kasus ini?

Selain Pansus Orang Hilang yang berasal dari negara, ada juga LSM yang bernama Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Tindakan kekerasan), didirikan pada 20 Maret 1998, yang dibentuk dari 12 LSM pro-demokrasi dengan visi demokrasi harus ditegakkan atas kekuatan rakyat dan prinsip kebebasan dari rasa takut, tekanan, kekerasan, dan pelanggaran HAM. Kegiatan Kontras adalah melakukan perlawanan terhadap kekerasan politik dan mendorong proses hukum, menangani kondisi fisik dan psikologis korban serta mendorong dialog tentang kekerasan. Tokoh Kontras yang paling terkenal adalah Munir, yang tewas diracun secara misterius pada 7 September 2004, di dalam pesawat Garuda, dalam perjalanannya dari Jakarta ke Amsterdam, Belanda.

Munir pernah menjadi Ketua Kontras. Dia dikenal sebagai pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Dia juga pernah membela para aktivis yang menjadi korban Tim Mawar dari Kopassus anak buah Prabowo.

Ketika itu juga, kenapa tidak ada inisiatif dari Kivlan untuk membantu Kontras? Bukankah dengan adanya Pansus untuk Orang Hilang dan Kontras itu sebenarnya sudah cukup membuat Kivlan pro-aktif membantu membongkar misteri tragedi berdarah bangsa ini? Apakah Kivlan juga tahu siapa sebenarnya otak pembunuhan Munir?

Jadi, apakah Kivlan sungguh-sungguh serius ingin menjadi saksi kunci penculikan para aktivis yang dikatakan sudah tewas ditembak para penculiknya itu?



Kivlan dan Prabowo

Dari berbagai literatur, salah satunya di sini, dapat dibaca mengenai hubungan erat antara Prabowo dengan Kivlan Zen. Di beberapa kasus yang berkaitan dengan nama Prabowo, hampir selalu saja ada nama Kivlan di dalamnya.

Pada Maret 1980, Prabowo yang waktu itu masih berpangkat Kapten membentuk tim khusus dari Kopassus dengan misi untuk menculik dan mengamankan Pangab/Pangkomkatib Jenderal Benny Moerdani dan kawan-kawan (antara lain Moerdiono, Sudharmono, dan Ginanjar Kartasasmita) dengan tuduhan hendak melakukan kudeta terhadap Presiden Soeharto. Rencana itu gagal setelah para atasannya, termasuk Menhankam M. Jusuf,  tidak mempercaya tuduhan Prabowo itu.  Sebaliknya, atasanya ketika itu, Luhut Panjaitan memerintahkan Prabowo membubarkan “tim penculiknya” itu. Karena tindakannya itu, kemudian atas perintah KSAD Rudini, Prabowo dipindahtugaskan ke Kostrad, dengan jabatan Wakil Komandan Batalyon. Prabowo sempat mempertanyakan mutasinya itu kepada Luhut.

Adalah Kivlan Zen yang menjadi salah satu informan utama Prabowo tentang isu rencana kudeta Benny dan kawan-kawan itu. Pada 1990-an Kivlan juga kembali mengungkapkan bahwa Jenderal (Purn) Benny Moerdani dan Jenderal (Purn) Wiranto bersekongkol merencanakan kudeta terhadap Presiden Soeharto. Tak hanya itu, Kivlan juga pernah menuding Wiranto telah “main mata” dengan Wakil Presiden Habibie untuk menggulingkan Soeharto.

Faktanya, jika saja Wiranto memang berniat menggantikan Soeharto sebagai presiden, ketika Soeharto menyatakan dirinya lengser pada 21 Mei 1998, dan untuk sementara menyerahkan mandatnya kepada Wiranto untuk memulihkan keamanan nasional, sudah pasti Wiranto memanfaatkan kondisi yang mirip-mirip kasus Super Semar itu sebaik-baiknya untuk mengulangi sejarah Orde Baru, menjadikan dirinya sebagai Presiden RI.

Pada Mei 1998, pasukan Kostrad yang dipimpin langsung Kivlan Zen berada di sekitar Monumen Nasional (Monas), Istana Presiden dan kediaman BJ Habibie di kawasan Patra. Pengerahan pasukan ini, yang merupakan bagian dari “pasukan tak dikenal” (istilah dari Wiranto),  belakangan dituding sebagai bagian dari upaya Prabowo dan kawan-kawan melakukan kudeta. Tudingan ini dibantah prabowo. Meskipun pernah juga secara berkelakar mengatakan, menyesal waktu itu tidak mengkudeta Habibie.

Pada 22 Mei 1998, Kivlan ditugasi Prabowo menghadap Habibie untuk membawa surat dari Jenderal Besar AH Nasution yang berisi usulan pemisahan Menhankam dan Pangab (Prabowo membujuk Nasution menandatangani surat yang dibuatnya itu, dengan harapan karena nama besar Nasution, Habibie akan memenuhi permintaan itu). Kivlan juga membawa surat dukungan 320 ulama Jawa Timur yang mendukung Habibie. Maksud usulan itu agar Habibie nanti mengangkat Prabowo sebagai Pangab atau Menhankam.

Tetapi surat itu diabaikan Habibie. Yang terjadi, malah karena aksinya melakukan pengerahan pasukan itu tanpa perintah dan sepengetahuan pangab, Probowo justru dicopot dari jabatan Pangkostrad, dan digantikan oleh Mayjen Johny Lumintang.

Menyusul kemudian, pada 20 Juni 1998, Kivlan Zen juga harus meletakkan jabatan Kepala Staf Kostrad. Kivlan dituduh ikut membahas keabsahan jabatan Habibie dan perubahan UUD 1945 menjadi Konstitusi yang berdasarkan Islam  di Hotel Regent. ***

Artikel terkait:

Ingkar Jokowi vs Ingkar Prabowo

Berikut video mengenai pernyataan Kivlan Zein tersebut:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun