[caption id="attachment_203884" align="aligncenter" width="496" caption="Wakapolri Komjen Nanan Sukarna (Kompas.com)"][/caption]
Wakil Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Nanan Sukarna mengatakan, penghasilan kecil merupakan salah satu sumber korupsi. Korupsi sulit dihindari karena berbagai faktor, termasuk pengaruh dari lingkungan. Hal itu diungkapkan Nanan saat mengisi Seminar Nasional Komisi Kejaksaan di Hotel Atlet Century, Jakarta Selatan, Kamis (11/10/2012).
"Sehari-hari gaji kami tidak cukup. Kapan naiknya? Karena ini menjadi salah satu sumber kenapa kita sulit memberantas korupsi," kata Nanan saat Seminar Nasional Komisi Kejaksaan RI di Hotel Atlet Century, Jakarta, Kamis (11/10/2012). Menurut Nanan, karena gaji yang tidak mencukupi, seseorang akan mencari penghasilan di luar gaji. Mencari pengasilan melalui usaha yang menghasilkan akan menjadi sisi positif, tetapi negatifnya jika melakukan praktik korupsi untuk mendapatkan penghasilan lebih. "Angkat tangan yang sudah bersih? Yang hanya hidup dari gaji saja, coba? Jadi, kita enggak usah munafik, termasuk saya kalau hanya dari gaji enggak cukup juga," katanya. Saat Nanan melontarkan pertanyaan itu, para peserta seminar hanya tersenyum. Tak ada satu pun di antara mereka yang mengangkat tangan. Ia menerangkan, praktik korupsi tak hanya karena sistem yang tidak benar, tetapi juga berasal dari pimpinan dan anggota. Ia mengatakan, anggota atau sebagai bawahan harus tegas menolak penyimpangan yang terjadi di lingkungannya atau pimpinannya. Bawahan harus memiliki keberanian melawan praktik korup. "Keberanian bawahan dalam rangka menjaga institusi dan jaminannya itu yang susah. Takut dicopot (jabatan), misalnya," terang Nanan.
Demikian berita yang dimuat di Kompas.com, Kamis, 11/10/2012. Saya yang menebalkan kalimat-kalimat di atas, untuk mau saya komentari di sini.
“Penghasilan yang kecil merupakan salah satu penyebab utama dari korupsi,” inilah pernyataan yang sering kita dengar. Dan, sekarang kembali dinyatakan oleh Wakapolri Komjen Nanan Sukarna. Nanan Sukarna tidak hanya mengulangi pernyataan tersebut, tetapi juga menyetujuinya. Dia mengambil contoh dari dirinya sendiri, yang meskipun jabatannya sudah Wakapolri, tetap saja merasa gaji yang diterimanya tidak cukup.
"Sehari-hari gaji kami tidak cukup. Kapan naiknya? Karena ini menjadi salah satu sumber kenapa kita sulit memberantas korupsi, ... Jadi, kita enggak usah munafik, termasuk saya kalau hanya dari gaji enggak cukup juga,"kata Nanan.
Karena gaji yang diterimanya tidak cukup, membuat orang lalu mencari penghasilan tambahan. Kalau penghasilan tambahan itu diperoleh dari hasil usaha yang legal, itu merupakan hal yang positif. Sedangkan kalau penghasilan tambahan itu dari hasil korupsi, tentu itu merupakan hal yang negatif. Demikian yang dikatakan oleh Nanan. Tetapi, dia tidak menjelaskan, penghasilan tambahan apa yang telah dilakukan akibat dari gaji yang dia rasakan tidak cukup itu. Apakah yang pertama, ataukah yang kedua. Kalau yang pertama, usaha apa yang dijalankan oleh Nanan? Apakah usaha tambahan itu tidak terlarang mengingat dia adalah seorang Polisi?
Gaji polisi Indonesia memang tergolong kecil. Tetapi, apakah benar lalu bisa dijadikan alasan kenapa sampai seseorang (polisi) itu korupsi? Apakah benar karena gaji yang kecil? Lalu, kalau gajinya besar, dia tidak akan korupsi?
Sebenarnya, yang menjadi sumber utama dari seseorang melakukan korupsi itu bukan karena gaji atau penghasilannya yang kecil. Tetapi sumber utamanya adalah moral dan integritas dari orang tersebut.
Buktinya, ada saja orang yang bergaji kecil, tetapi bisa tetap bertahan untuk tidak melakukan korupsi sesen pun sampai dia pensiun. Contohnya tidak perlu jauh-jauh, ambil saja dari sosok seorang tokoh polisi paling jujur dan bersih yang pernah dimiliki Republik ini, dia adalah Jenderal (alm.) Hoegeng Imam Santoso. Yang selama menjabat sebagai polisi tidak pernah melakukan tindakan tercela (korupsi), termasuk ketika menjadi Kapolri (9 Mei 1968 – 2 Oktober 1971), sampai dengan pensiun, dan meninggal dunia pada 14 Juli 2004. Hidup bahagia bersama keluarganya meskipun dengan keuangan yang sangat pas-pasan, yang diperolehnya dari gaji dan uang pensiun sebagai polisi, yang diterimanya dari negara. Selengkapnya, silakan baca biografi singkat beliau di sini.
[caption id="attachment_203885" align="aligncenter" width="540" caption="(Sumber: Merdeka.com)"]
Sebaliknya, ada saja orang atau pejabat negara yang gajinya sudah tergolong besar, bahkan sangat besar plus dengan berbagai tunjangan yang memanjakan hidupnya, tetapi tetap saja belum merasa puas.Serakah. Kemudian melakukan tindakan tercela itu, korupsi. Sudah begitu, ketika ketahuan pun tidak merasa malu. Contohnya, tidak perlu jauh-jauh, ambil saja juga dari Kepolisian sendiri. Bagaimana dengan kasus rekening gendut para perwira polisi, dan terbaru kasus korupsi pengadaan simulator SIM? Contoh lain, begitu banyaknya anggota DPR/DPRD, dan Kepala Daerah, yang meskipun dari gaji dan tunjangan yang diterima dari negara mencapai Rp. 50 jutaan sampai dengan Rp 100 jutaan per bulan, tetap saja merasa belum puas, dan korupsi.
Contoh-contoh tersebut dengan telak mematahkan pernyataan Wakapolri Nanan Sukarna tersebut di atas bahwa gaji kecil merupakan sumber utama dari korupsi.
Dalam wawancara Jawa Pos (2006) dengan mantan Deputi Komisaris dan Kepala Operasi ICAC (Independent Commission Againt Corruption), — KPK-nya Hongkong), Professor Tony Kwok Man-wai pernah mengatakan bahwa untuk dapat mencapai hasil maksimal dari pemberantasan korupsi, salah satu prinsip utama yang mutlak harus dijalankan adalah prinsip “zero tolerance,” tidak ada toleransi sedikitpun dengan alasan apapun terhadap korupsi.
ICAC, kata Professor Kwok, pernah menangkap seorang tukang pos karena ketahuan meminta uang tip kepada penerima paket yang diantarnya. Padahal uang tip itu sangat kecil jumlahnya.
“Ketika melamar suatu pekerjaan, anda tentu sudah tahu berapa besar gaji yang akan anda terima. Jadi, kecilnya gaji tak bisa dijadikan alasan untuk melakukan korupsi!” tegas Professor Kwok.
Penjelasan yang sama dia utarakan lagi ketika diwawancara majalah TEMPO(edisi 28 Agustus 2011). “Kalau ingin mengubah kultur, jangan menoleransi suap (korupsi) sekecil apa pun,” katanya.
Professor Kwok mengisahkan, “ICAC pernah menahan petugas rumah sakit yang menerima uang, meski sangat sedikit. Sejumlah media Hongkong mengkritik: bagaimana mungkin ICAC menghukum mereka yang menerima uang satu atau dua dollar? Seharusnya ICAC mengurusi big fish, koruptor besar. Kami berprinsip zero tolerance. Big fish dan small fish sama-sama suap. Kalau ingin mengubah kultur, jangan menoleransi suap, sekecil apapun. Sekali saja kami punya kasus petugas rumah sakit. Setelah itu, tak pernah ada lagi petugas rumah sakit meminta uang.
Jadi, sekali lagi, di sini bukan soal gaji kecil atau gaji besar, bukan pula soal munafik atau tidak munafik, tetapi inti dari semuanya adalah moral dan integritas dari seseorang (pejabat negara). Menyitir pernyataan Professor Kwok tersebut di atas, maka dapatlah kita berkata: “Ketika anda melamar untuk menjadi seorang polisi, anda tentu sudah tahu berapa besar gaji yang akan anda terima. Jadi, besar kecilnya gaji anda sebagai polisi tidak bisa dijadikan alasan untuk melakukan korupsi!”
Konsekuensi untuk mau menjadi seorang PNS, pejabat negara, termasuk polisi adalah siap hidup serba sederhana. Kalau anda ingin hidup serba kaya-raya, janganlah jadi PNS, polisi, dan sejenisnya. Kalau anda penggemar motor gede, Harley Davidson, dan ingin bergabung di dalam organisasinya, HDCI (Harley Davidson Club Indonesia), jangan menjadi polisi. Meskipun, kenyataannya banyak perwira Polri yang mempunyai hobi ini, dan bisa memiliki lebih dari satu Harley Davidson, serta menjadi pengurus HDCI itu.
*
"Angkat tangan yang sudah bersih? Yang hanya hidup dari gaji saja, coba? Jadi, kita enggak usah munafik, termasuk saya kalau hanya dari gaji enggak cukup juga," katanya.
Saat Nanan melontarkan pertanyaan itu, para peserta seminar hanya tersenyum. Tak ada satu pun di antara mereka yang mengangkat tangan.
Melihat kejadian itu, lalu jangan anda dengan gampang mengambil kesimpulan: berarti semua, atau sebagian besar peserta seminar itu sama saja, atau setuju dengan pernyataan Wakapolri itu. Artinya, mereka juga melakukan korupsi (karena gajinya tidak cukup). Karena tidak semua orang suka pamer kejujuran dan kebersihannya. Meskipun dia bekerja, atau berusaha dengan jujur, bukan berarti dia lalu suka memamerkan dirinya untuk itu, dengan misalnya, mengangat tangannya ketika Nanan Sukarna bertanya seperti itu. Lagi pula, peserta seminar itu bukan mau munafik atau tidak, tetapi mereka tentu sungkan, kalau sampai ada yang angkat tangan, karena mereka memang hanya hidup dari gajinya saja. Yang berarti menyangkal pernyataan Nanan tersebut, bisa-bisa wajah Wakapolri berpangkat Komisarin Jenderal itu berubah menjadi merah, saking malunya.
Nanan Sukarna telah menilai orang lain dengan ukuran dirinya sendiri.
*
Wakapolri Komjen Nanan Sukarna juga bilang bahwa sumber, atau penyebab korupsi adalah karena pimpinan yang tidak baik, dan pengaruh lingkungan.
Ia mengatakan, anggota atau sebagai bawahan harus tegas menolak penyimpangan yang terjadi di lingkungannya atau pimpinannya. Bawahan harus memiliki keberanian melawan praktik korup.
"Keberanian bawahan dalam rangka menjaga institusi dan jaminannya itu yang susah. Takut dicopot (jabatan), misalnya," katanya.
Saya jadi bertanya-tanya, apakah apa yang dinyatakan oleh Nanan Sukarna ini adalah tentang pimpinan dan lingkungan tempatnya bekerja sendiri, yakni pimpinan dan lingkungan kerja di Kepolisian Negara Republik Indonesia?
Apakah pimpinan Polri, Kapolri selama ini berperan dalam merebaknya korupsi di institusi Kepolisian Negara RI, mulai dari Pusat (Mabes Polri) sampai di daerah-daerah?
Jadi, selama ini banyak bawahan alias polisi-polisi berpangkat rendah sebenarnya enggan untuk ikut-ikutan korupsi, tetapi hal itu sulit dilakukan karena kena pengaruh lingkungan di institusi Kepolisian yang terkenal korup itu? Mau melawan atasan yang korupsi, takut dicopot.
Jadi, selama ini, banyak polisi jujur yang juga hendak melawan atasanya yang korup, tetapi tidak berani melakukannya, karena takut dicopot dari jabatannya?
Kalau Nanan Sukarna bukan berbicara tentang lingkungan dan pimpinan di Kepolisian, di instansinya sendiri, lalu instansi mana yang sedang dibicarakan oleh Nanan Sukarna itu? Tentu kita tidak bisa mengetahui secara detail instansi orang lain, selain instansi kita sendiri.
Oh, jadi, kondisi di institusi Kepolisian Negara RI itu begitu, ya, Pak?! Pantasan penyidik-penyidik KPK asal Polri banyak yang tidak mau kembali ke instansinya. Karena mereka adalah polisi-polisi jujur, yang tidak mau kena pengaruh lingkungan, dan bertekad melawan korupsi. Tapi karena kalau berani melawan korupsi di instansinya sendiri bisa-bisa malah dicopot dari jabatannya, maka mendingan tetap berada di KPK, supaya bisa berperang melawan koruptor, tanpa takut dipecat. Salah satunya adalah Kompol Novel Baswedan.***
Artikel lain yang terkait:
- Jurus Maut Pembunuh Koruptor yang Disia-siakan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H