[caption id="attachment_209281" align="aligncenter" width="500" caption="(sumber: Merdeka.com)"][/caption]
Kalau pengamat bilang, Rhoma Irama nyapres anggap saja joke of the month, bagi saya, Rhoma Irama nyapres bukan saja joke of the month, tetapi adalah joke of the pilpres 2014. Yah, ini adalah berita paling lucu sekaligus konyol di antara berita-berita seputar pilpres 2014. Kalau mau melucu, bolehlah, tapi, jangan yang keterlaluan seperti ini, dong! Apakah yang hendak diandalkan oleh/dari Rhoma Irama?
Awalnya, saya pikir ini hanya sekadar bercanda, tetapi ternyata serius. Rhoma Irama dengan keyakinan penuh hendak maju sebagai capres 2014. Keinginannya ini mendapat angin dari PPP dan PKS. Entah apa yang hendak diandalkan dan dijual dari sosok si Raja Dangdut ini. Tidak ada sedikitpun rekam jejak Rhoma Irama yang bisa dijadikan pegangan kuat untuk ini. Sebaliknya, selama ini publik hanya mengenal Rhoma sebagai seorang penyanyi dangdut yang handal, itu pun zaman 30-an tahun yang lalu. Selain dari itu sosoknya dikenal serba negatif, seperti tercermin dari ribuan komentar yang muncul di setiap pemberitaan tentangnya di media internet, terutama sebagai sosok yang gemar perempuan, tukang kawin, dan penganut kuat SARA.
Setiap berita tentang wacana Rhoma Irama hendak maju sebagai capres 2012 ini, selalu diiringi dengan ratusan sampai dengan ribuan komentar pembaca yang 100 persen negatif untuknya. Komentar-komentar tersebut pada intinya menghujatnya habis-habisan, sebagai sosok yang tidak tahu malu dan tidak tahu diri.
Memang sulit dipercaya kalau Rhoma Irama serius, dengan begitu pede-nya mau maju sebagai capres 2014. Lebih sulit dipercaya lagi ternyata ada juga parpol yang mendukungnya. Parpol itu adalah PPP (sebagai pelopor wacana pencalonan Rhoma Irama sebagi capres) dan PKS. Tetapi itulah yang terjadi.
Rupanya dua parpol ini belum kapok-kapok juga, tidak pernah mau belajar dari pengalaman bahwa memanfaatkan agama di dalam pemilu sekarang itu adalah sebuah kesia-siaan belaka. Berkali-kali mereka memanfaatkan isu agama di dalam setiap pemilu, berkali-kali pula mereka kalah. Terakhir adalah fenomena yang sama terjadi di pilkada Gubernur DKI Jakarta 2012. Isu SARA bernuansa agama sama sekali tidak berhasil memenangkan kubu yang mereka dukung, Foke-Nara.
Dalam wacana pen-capres-an Rhoma Irama ini juga titik pangkalnya pada sosok Rhoma Irama sebagai tokoh agama Islam, ketimbang sebagai tokoh nasional kebangsaan yang menghargai plularisme.
Sunggu lucu mendengar Rhoma Irama yang tiba-tiba bicara tentang visi dan misinya tentang kebangsaan, yang mengungkit-ungkit tentang Pancasila, tetapi isinya melulu tentang Islam semata. Bukan bicara bahwa kita sangat memerlukan persatuan bangsa Indonesia, tetapi yang dibilang adalah perlunya persatuan Islam. Tentu saja Islam menurut versi dia dan kawan-kawannnya.
Rhoma Irama terlalu serius dan ke-pede-an menanggapi wacana pencaloan dirinya itu. Tanpa mau bercermin terlebih dahulu. Sedangkan PPP dan PKS boleh jadi sudah kehilangan akal sehatnya (irasional) karena terlalu sering kalah dalam setiap pemilu. Bukan hanya kalah, di setiap pemilu (baik itu pemilu nasional, maupun daerah) perolehan suara mereka selalu cenderung menurun terus.
Kalau PPP dan PKS nekad terus serius mencalonkan Rhoma Irama sebagai capres di 2014. Itu sama saja dengan mereka melakukan gerakan bunuh diri politik. Bisa-bisa malah menjadi bumerang di pemilu 2014, membuat mereka kehilangan sangat banyak kursi di parlemen.
Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah yang juga peneliti senior Survei Indonesia (LSI) Burhanuddin Muhtadi mengatakan, alasan rasional meragukan keseriusan Rhoma nyapres adalah tingkat elektabilitasnya. Seseorang yang populer tak serta-merta memiliki elektabilitas tinggi. “Dilihat dari kemungkinan di PPP sendiri juga sangat kecil. Jangan kan Rhoma. Ketua Umumnya saja belum tentu jadi capres. Elektabilitas Rhoma juga belum muncul, bahkan dalam simulasi top of mind.” (Kompas.com).
Burhanuddin meyakini, publik juga tidak menanggapi serius wacana pencapresan Rhoma. "Rhoma sudah luar biasa di panggung dangdut, sebagai raja yang tak pernah lengser. Namun, sebagai capres, menurut saya, bukan kaplingnya. ... Bagi saya ini hanya joke of the month."
Memang, publik tidak mennganggap serius pencapresan Rhoma Irama ini. Indikasinya bisa dilihat dari setiap komentari yang mengikuti setiap berita tentang pencapresan Rhoma ini. Lihat saja, misalnya, di Kompas.com. Tetapi, rupanya pihak Rhoma sudah telanjur ke-pede-an, sehingga mereka tetap pantang mundur terus melucu.
Apakah Rhoma Irama, PPP dan PKS tetap mau terus membanyol dalam wacana pilpres 2014, meskipun elektabilitas Rhoma nyaris nol?
*
Setelah terlalu GR (gede rasa) dengan wacana pencalonan dirinya sebagai capres 2014 itu, Rhoma Irama tiba-tiba bisa bicara tentang Pancasila. Tetapi, seperti yang saya kemukakan di atas, dari apa yang kita baca di berbagai berita, termasuk di Kompas.com, wawasan Rhoma tentang Pancasila isinya itu bukan mengenai wawasan kebangsaan Indonesia, tetapi wawasan Ke-Islaman-an. Persatuan dan kemajuan Islam versinya. Sepertinya warganegara yang di luar Islam, atau Islam yang tidak sepaham dengannya, baginya adalah warga kelas dua. Khususnya ketika masuk ke ranah menjadi pimpinan.
Bagaimana sesungguhnya wawasan kebangsaan dari Rhoma Irama yang “tiba-tiba” berwawasan Pancasila dan dengan demikian tentu saja wajib menjalankan Konstitusi Negara, UUD 1945 itu?
Dengan sangat jelas hal itu sudah pernah dia sampaikan kepada kita semua ketika berceramah di Masjid Al-Isra, Tanjung Duren, Jakarta Barat, 29 Juli 2012 dalam kaitannya dengan Pilkada Gubernur DKI Jakarta yang mempertaruhkan pasangan Foke-Nara dengan Jokowi-Ahok. Yang sempat membuat heboh Jakarta itu, karena ceramah itu isinya sangat sarat SARA, dan menghina Jokowi karena dia katakan punya orangtua Kristen, dan Ahok yang diakatakan sebagai orang Cina dan Kristen yang haram hukumnya dipilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Di dalam ceramah tersebut Rhoma Irama menyampaikan “cara yang benar” dalam memilih calon pimpinan, dalam hal ini calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jakarta. Tentu saja, -- apalagi -- capres dan cawapres.
Diawali dengan kutipan ayat Al-Quran yang berbunyi: “Hai orang-orang beriman jangan sekali-kali engkau memilih pimpinan orang-orang kafir di samping orang-orang beriman,” Rhoma menguraikan isi ceramahnya yang sekaligus mencermin wawasannya “kebangsaannya” itu.
Anda pasti sudah tahu. Untuk penyegaran memori kita bersama, baiklah saya tulis kembali isi ceramah Rhoma Irama tersebut, sebagai berikut (lihat video-nya di Youtube di akhir tulisan ini):
Dalam memilih pimpinan persoalan SARA boleh dibicarakan/dipakai. Ini juga berdasarkan pendapat dari Ketua Dewan Pembina KPU Prof. Dr. Jimly Ashiddiqie.
Haram hukumnya bagi umat Islam memilih (mempunyai) pimpinan yang nonmuslim. Hukuman dari Allah bagi mereka yang memilih pimpinan yang nonmuslim adalah azab dari Allah.
Di pilkada DKI Jakarta ini ada dua pasangan calon, yang pertama Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli, dua-duanya Betawi dan Islam. Yang kedua adalah Jokowi dan Ahok. Jokowi Jawa dan Muslim, tetapi orangtuanya Kristen. Ahok, suku bangsanya Cina, agamanya Kristen.
Pada 1972, saya pergi ke Singapura untuk mengikuti ASEAN Pop Festival. Juara Pop Singer Asia Tenggara adalah saya, Rhoma Irama. Di sana, saya diminta tolong sampaikan, hati-hati bahaya salah pilih Gubernur Jakarta, saya khawatir Jakarta jadi Singapura-nya Indonesia. Dulu, Singapura adalah wilayah Malaysia, tapi setelah dikepung secara ekonomi, dikuasai secara politik, maka Singapura memisahkan diri menjadi negara sendiri. Negara yang tadinya wilayah Melayu, menjadi negara Cina, dari negara Muslim, menjadi negara Kristen. Innalilahi. ...
Tahun 72 saya diingatkan oleh Tengku Ghazali Ismail kasih tau orang Islam, hati-hati. Maka, ketika sekarang terjadi, saya merinding. Jangan-jangan sinyalemen dari Ghazali Ismail sebentar lagi akan terjadi, kalau umat Islam tidak bersatu, kalau umat Islam tidak menyadari hal ini, bukan mustahil sinyalemen Ghazali Ismail akan terjadi.
Karena yang namanya Jokowi ini hanya batu loncatan saja. Beberapa periode sebagai gubernur, tapi setelah itu beliau siapa yang menjadi gubernur? Ahok! Kalau Ahok yang adalah Cina dan Kristen menjadi Gubernur Jakarta, maka martabat bangsa tergadaikan, citra bangsa binasa, tercabik-cabik.
Kalau sudah seorang Kristen dan Cina memimpin Ibukota, Jakarta, negara yang mayoritas Muslim ini, maka umat Islam menanggung aib besar di mata dunia internasional. Inalillahi. Saya tahu, banyak umat Muslim yang mengidolakan Jokowi, karena beliau, menurut mereka, orangnya sabar, santun, ini, itu. Tapi ingat, Jokowi hanya batu loncatan. Nanti, yang berkuasa adalah Ahok yang nonmuslim. Ahok yang Cina, Ahok yang Kristen, Innalillahi naudzubillah min dzalik.
*
Nah, itulah wawasan kebangsaan tentang syarat-syarat dan hak-hak dari seorang WNI untuk menjadi seorang pimpinan versi capres 2014 dukungan PPP dan PKS, si Raja Dangdut Rhoma Irama. Orang macam begini, patut dicalonkan sebagai presiden NKRI?
Wawasannya tersebut sudah pasti bukan wawasan yang umumnya dianut oleh umat Islam di Indonesia, dan jelas-jelas bertentangan dengan UUD 1945, yang menjamin setiap WNI mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk menjadi pimpinan bangsa. Mulai dari RT sampai dengan Presiden. Rhoma Irama mempunyai pandangan yang bertolak belakang dengan apa yang telah diatur di UUD 1945, maka untuk menjadi Ketua RT pun dia tidak memenuhi syarat.
Apakah yang dimaksud dengan Rhoma Irama dengan memperjuangkan persatuan umat Islam adalah menyatukan pandangan tentang wawasan kepimpinan bangsa seperti yang dianutnya itu? Itu berarti sama aja dengan dia bilang, dia akan mengubah Pancasila dan UUD 1945 itu. Atau paling tidak, tidak akan menjalankan Pancasila dan UUD secara utuh dan konsekuen.
Ucapan-ucapan Rhoma Irama di dalam ceramahnya itu provokatif, yang malah berpotensi memecah-belahkan rakyat Indonesia. Untung sekali, bahwa wawasanrakyat DKI Jakarta pada khususnya, dan rakyat Indonesia pada umumnya, tidak sesempit Rhoma Irama.
Ucapan-ucapan di dalam ceramahnya itu juga sebetulnya sangat menghina dan menyakitkan hati umat Kristen dan orang Tionghoa (Cina) sebagai bagian tak terpisahkan dari NKRI. Betapa tidak, dia mengatakan apabila ada orang Kristen dan/atau Cina menjadi pimpinan (Jakarta), maka itu sama dengan suatu kutukan dari Allah. Harga diri bangsa Indonesia tergadaikan, citra bangsa binasa dan tercabik-cabik. Jadi, menurut Rhoma Irama WNI beragama Kristen dan/atau beretnis Cina itu statusnya apa di NKRI? Sampai-samapi kalau mereka menjadi pimpinan, maka harga diri bangsa tergadaikan, binasa, dan tercabik-cabik itu? Apakah mereka, bukan ciptaan Allah? Apakah mereka adalah warga kelas dua, yang tidak punya hak menjadi pimpinan? Jawabannya pasti, ya, kalau Rhoma Irama menjadi presiden.
Apakah, ketika sekarang Jokowi dan Ahok menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, kutukan dan azab akan jatuh dari Allah kepada warga Jakarta. Khususnya warga Muslim yang telah memilih Jokowi-Ahok? Apakah setelah Ahok menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta, martabat bangsa telah tercabik-cabik? Justru bangsa ini martabatnya akan tercabik-cabik kalau mempunyai pimpinan-pimpian dengan wawasan-wawasan sempit seperti Rhoma Irama.
Dengan pemikirannya ini, seandainya saja Rhoma Irama menjadi presiden sangat kuat terjadi tidak ada satu pun menterinya yang nonmuslim/Cina, tidak ada satupun pimpinan daerah yang nonmuslim/Cina, sampai ke jajaran pemerintahan terbawah, semua harus Muslim, maka Pancasila dan UUD 1945 akan digusur, dan NKRI ini terpecah-belah.
Sedangkan tuduhannya bahwa orangtua Jokowi adalah Kristen, ternyata juga tidak benar. Sesungguhnya Rhoma telah melakukan fitnah kepada keluarga Jokowi, khususnya orangtua Jokowi. Tetapi, namanya saja “Ksatria Bergitar,” ternyata dia tidak berjiwa ksatria dan bergetar ketika faktanya ternyata orangtua Jokowi sejak lahir sudah Muslim/Muslimah.
Rhoma Irama (di acara ILC, TV One) bukannya mengaku salah, tetapi mengelaknmya dengan mengatakan bahwa informasi tentang orangtua Jokowi Kristen itu didapatnya dari internet. Jadi, dia menjadikan internet sebagai kambinghitamnya. Ketika kita mencoba mencari informasi itu di internet, melalui Google, ternyata informasi itu tidak ada. Selain informasi yang berupa tuduhan Rhoma Irama itu sendiri. Jadi, sebelum ada fitnah Rhoma Irama itu, informasi tentang orangtua Jokowi yang Kristen, tidak ada di internet.
Apa yang diceramahkan oleh Rhoma Irama tentang Singapura itu pun ternyata penuh dengan ketidakbenaran (kalau bukan suatu kebohongan), pemutarbalikkan fakta sejarah, demi membenarkan argumentasinya. Semua yang dituturkan tentang Singapura yang memisahkan diri dari Malaysia, tentang wilayah Singapura yang semula mayoritas terdiri dari orang Melayu dan Islam, tetapi kemudian tergusur oleh orang Cina dan Kristen, semuanya adalah tidak benar.
Singapura bukan memisahkan diri dari Federasi Malaysia, tetapi justru dikeluarkan oleh Federasi Malaysia karena faktor politik.. Populasi di Singapura pun sejak lama, sejak sebelum bergabung dengan Malaysia, mayoritasnya adalah Cina dan Kristen.
Selengkapnya tulisan yang membongkar habis fitnah dan kebohongan Rhoma Irama tentang sejarah Singapura berpisah dengan Malaysia itu, pernah diungkapkan oleh Hans Liem, seorang Kompasianer, dalam tulisannya yang berjudul Membuka Kebohongan & Fitnah dari Ceramah Rhoma Irama tentang Singapura.
Dengan fakta-fakta seperti ini, pantaskah Rhoma Irama nyapres? Dengan fakta-fakta ini masih rasionalkah kalau ada parpol yang mendukung Rhoma Irama sebagai capres 2014?
Kalau mau membanyol, janganlah sampai membuat dirimu menjadi bahan tertawaan orang banyak. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H