Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Polri Membuka Front, "Perang" Melawan KPK

10 Oktober 2012   14:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:58 3456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1349463333150055664

[caption id="attachment_202740" align="aligncenter" width="620" caption="KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES Sejumlah massa melakukan aksi mendukung KPK di gedung KPK, Senayan, Jumat (5/10/2012). Aksi ini adalah reaksi atas tersiarnya kabar bahwa polisi ingin menahan penyidik KPK Komisaris Polisi Novel."][/caption]

Seusai menjalani pemeriksaan selama 8 jam di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 5 Oktober 2012, Irjen (Pol) Djoko Susilo pergi meninggalkan Gedung KPK. Sekitar dua jam kemudian, puluhan polisi dan provost dari Metro Jaya dan Polda Bengkulu diam-diam sudah mengepung Gedung KPK. Dari Polda Bengkulu sudah dilengkapi dengan surat perintah penangkapan terhadap salah satu penyidik Polri di KPK. Dia adalah Kompol Novel Baswedan. Tuduhan dan sangkaan kepadanya adalah telah melakukan tindak pidana penganiayaan berat pada tahun 2004, ketika yang bersangkutan bertugas di Polda Bengkulu.

Puluhan polisi dan provos itu mengepung Gedung KPK agar Kompol Novel Baswedan yang masih berada di dalamnya tidak bisa lolos, untuk kemudian ditangkap dan dibawa paksa dari Gedung KPK.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Boy Rafii Amar mengatakan, Kompol Novel mau ditangkap karena terkait dugaan penganiayaan berat terhadap pencuri sarang burung walet di Bengkulu. Yakni, penembakan pada kaki tersangka pencuri sarang burung walet itu. Terjadi pada 2004. Waktu itu Kompol Novel menjadi Kasatreskrim di Polda Bengkulu. (Kompas.com, 05/10/2012).

Kompol Novel Baswedan adalah salah satu penyidik kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM dengan tersangka utamanya adalah Irjen Djoko Susilo. Bahkan, sumber Tribunnews.com mengatakan bahwa Novel adalah inisiator dari pengungkapan kasus dugaan korupsi itu. Oleh karena itu dia juga yang memimpin tim penyidik kasus tersebut.

“Dia (Novel) adalah panglima dalam kasus ini, dia inisiator yang membongkar kasus ini,” kata sumber Tribunnews.com itu (Tribunnews.com, 05/10/2012). Kompol Novel sudah bertugas di KPK selama 6 tahun.

Menurut sumber Kompas.com, sebenarnya karena kasus itu, pada 2004 itu juga, Kompol Novel sudah menjalani hukuman indispliner. Yang melakukan penembakan tersebut juga bukan Novel, melainkan anak buahnya. Kenapa tiba-tiba kasus ini dimunculkan lagi, dengan upaya penangkapan paksa terhadap Novel?

Terlalu banyak kebetulan dan keganjilan di sini.

Kebetulan ketika Kompol Novel mau ditangkap Polri, dia adalah inisiator pengungkap dan pemimpin tim penyidik  kasus dugaan korupsi pengadaan simulator mengemudi itu di institusi Polri (Korlantas), kebetulan pula Novel adalah pimpinan tim penyidiknya, kebetulan pula pada hari yang sama dengan hari pemeriksaan Djoko Susilo, Novel mau ditangkap polisi sebagai tersangka kasus 8 tahun yang lalu itu.

Sangat ganjil, dalam waktu yang sedemikian pendek terdapat begitu banyak kebetulan yang sambung menyambung. Sangat ganjil tindakan polisi itu, kenapa kasus 2004 itu baru sekarang diungkapkan bertepatan dengan ketika Novel sedang menyidik kasus dugaan korupsi itu?

Novel sama sekali tidak sedang melarikan diri. Selama 8 tahun ini masa iya, Polda Bengkulu dan Mabes Polri tidak tahu apa-apa tentang Novel dengan kasus itu? Kok bisa malah dia naik pangkat dimutasikan ke Mabes Polri, kemudian oleh Mabes Polri diberi kepercayaan dan kehormatan untuk bertugas di KPK. Selama 6 tahun pula.

Sangat sulit untuk tidak mengatakan bahwa ini merupakan upaya rekayasa tingkat tinggi mengkriminalkan petugas KPK dengan cara yang begitu vulgar.

Kompol Novel Baswedan bukan kebetulan saja ditetapkan sebagai target. Tetapi, memang dia sengaja dijadikan target, setelah Polri tahu bahwa dialah yang “paling bertanggung jawab” atas terbongkarkan kasus dugaan korupsi simulator itu. Mungkin Novel sudah dianggap telah “berkhianat” karena telah mengungkapkan kasus korupsi di institusinya sendiri, yang membawa dua Jenderal-nya sebagai tersangka KPK.

Kasus 2004 itu jelas terlalu dicari-cari, hanya supaya ada alasan untuk menangkap Kompol Novel. Nanti setelah dia sudah di tangan Polri, barulah ditetapkan langkah berikutnya. Ini sebagai bagian dari strategi “perang” melawan KPK.

Polri benar-benar ingin membuka “front” melawan KPK. Ini terbukti dengan Sabtu dini hari ini, 6 Oktober 2012, mereka telah memblokir semua signal komunikasi di gedung KPK! Apakah langkah selanjutnya polisi akan menyerbu masuk ke Gedung KPK untuk menagkap Novel? Apabila mereka nekad melakukan itu, maka mereka harus berhadapan dengan massa rakyat yang semakin banyak mendatangi Gedung KPK untuk mendukung KPK. Beranikah Kapolri Timur Pradopo mengambil keputusan nekad, ceroboh, dan konyol begitu?

Sebenarnya, Polri punya alasan kenapa kasus delapan tahun yang lalu itu baru mau “diurus” Polri. Menurut Brigjen Boy Rafii Amar, itu karena baru sekarang ini korbannya melapor ke Polda Bengkulu.

Maaf, Pak, alasan ini tetap saja sangat ganjil. Apa iya, korban memerlukan waktu sampai 8 tahun untuk melaporkan penganiayaan yang menimpanya itu? Lagipula, kok bisa juga begitu sangat kebetulan, dia lapor pas dengan KPK menyidik Polri?

Saya lebih percaya, kalau kejadian sebenarnya adalah begini, setelah mencari tahu, dan akhir mendapat informasi bahwa ternyata Kompol Novel-lah yang sebagai inisiator terungkapkan kasus dugaan korupsi itu, bahkan dia yang menjadi pimpinan tim penyidiknya, Mabes Polri pun memerintahkan Polda Bengkulu, tempat Kompol Novel pernah bertugas, untuk membongkar arsip-arsip lama tentang Novel. Apa saja pelanggaran yang pernah dia lakukan. Maka, ditemukan kasus penganiayaan di tahun 2004 itu. Padahal menurut sumber Kompas.com, sebenarnya kasus tersebut sudah diselesaikan.

Mungkin Polri akan, atau sudah menemukan orang yang dulu menjadi korban penganiayaan itu. Dan, dia akan disuruh seolah-olah baru berani melaporkan sekarang. Dari sini Polri punya alasan untuk membuka kembali kasus ini, dan akan dibuat sedemikian rupa, supaya Kompol Novel akan dihukum seberat-beratnya.

Apabila dugaan ini benar, sungguh keji apa yang direkayasa Polri tersebut. Ini sudah benar-benar seperti kerja mafia besar saja. Polri seperti sudah panik. Sehingga cara-cara rekayasa seperti ini pun dilakukan. Padahal publik dengan mudah membaca berbagai keganjilannya.

Ketika semua pejabat tinggi negara berdiam diri, bahkan mungkin diam-diam mengharapkan KPK segera kalah, saatnya rakyatlah yang bergerak mendukung KPK.

Mengutip Kompas.com, 05/10/2012, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan yang datang ke Gedung KPK, untuk mendukung KPK, meminta seluruh rakyat Indonesia untuk mendukung KPK yang saat ini sedang dilemahkan. "Rakyat Indonesia, tunjukkan bahwa kita semua melawan korupsi. Tekanan terhadap KPK luar biasa," jelas Anies Baswedan di Gedung KPK, Jumat (5/10/2012) malam. Di banyak negara, kata Anis, periode ketiga komisi antikorupsi adalah titik penentuan. "Apakah pada periode ini (KPK) berhenti atau terus," tambah Anies Baswedan. Anies pun mendorong pejabat negara untuk mendukung KPK. "Kita butuhkan dukungan seluruh komponen masyarakat. Tolong, jangan hanya rakyat jelata yang dukung KPK saja. Pejabat dan petinggi negara ini kemana? Ayo dukung KPK," tegas Anies Baswedan. Ya, kemana mereka pejabat tinggi negara? Ke mana itu anggota-anggota DPR yang baru kemarin dengan lantang mengatakan mereka menolak revisi UU KPK karena itu merupakan bagian dari pelemahan KPK? Bahwa mereka mendukung KPK memberantas korupsi? Ke mana pula itu Presiden SBY? Yang belum lama ini melalui Sekretaris Kabinet Dipo Alam mengatakan, “SBY full support KPK.” Seperti judul headline Harian Kompas, Selasa, 2 Oktober 2012: “Jangan Melawan Rakyat,” seperti itu pulahlah pesan yang hendak disampaikan masyarakat pendukung KPK. Jangan main-main dengan dukungan rakyat, dukungan dari tokoh masyarakat, dukungan dari tokoh lintas agama, dan dukungan dari tokoh-tokoh akedemisi itu, yang semakin lama semakin kuat. Bukan tidak mungkin, apabila rezim ini terus diam, atau diam-diam mendukung pelemahan/pembubaran KPK dengan cara-cara seperti sekarang ini, maka ini titik awal dari kejatuhan mereka di tangan rakyat. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun