[caption id="attachment_130656" align="aligncenter" width="620" caption="Pelatih timnas sepakbola Indonesia asal Belanda, Wim Rijsbergen dalam sebuah latihan bersama para pemain timnas (Kompas.com)"][/caption]
Apakah sepakbola Indonesia sudah layak tampil di level internasional? Mungkin sejajar dengan Korea Selatan dan Jepang?
Semua orang pasti setuju bahwa Indonesia sampai saat ini belum bisa dikatakan layak bermain di level internasional (kelas dunia). Jangankan level internasional (dunia). Untuk level Asia pun Indonesia belum diperhitungkan. Indonesia baru bisa sedikit menonjol di level Asia Tenggara. Tetapi itu pun belum pernah sekalipun menjuarai turnamen di level ini (Asia Tenggara / Piala Tiger / AFC).
Dalam perkembangan terakhirnya, pada kualifikasi Asia untuk Pra Piala Dunia 2014 di Brasil, di dua kali pertandingan berturut-turut Indonesia kalah. Masing-masing melawan Iran (tuan rumah) dengan skor 0-3, dan yang terakhir ketika menjadi tuan rumah, melawan Bahrain dengan skor 0-2.
Seusai pertandingan melawan Bahrain itu, Kapten Timnas, Bambang Pamungkas (Bepe) dengan sportif mengatakan bahwa mereka masih kalah pintar dengan Bahrain.
"Kita harus mengakui kalau kita bermain tidak baik. Kami terlalu banyak kehilangan bola dan mereka bermain lebih pintar. Kalau kami bermain lebih pintar, tentu enggak akan membuang-buang bola karena dengan kehilangan bola kami harus lebih mengejar dan membuat kami makin kelihatan lebih capek ya," katanya, dalam keterangan pers usai kalah 0-2 dari Bahrain (kompas.com).
Nah, kalau semuanya sudah sedemikian gamblang. Lalu, kenapa ketika Pelatih Timnas, Wim Rijsbergen, dengan suara keras mengkritik para pemain asuhannya sendiri itu dengan antara lain mengatakan bahwa mereka (Timnas Indonesia) belum layak tampil di level internasional, mendadak membuat banyak pihak tersinggung berat, dan marah? Termasuk Bepe sendiri, bersama, konon tujuh pemain Timnas lainnya. Sampai-sampai katanya, mau berhenti sebagai pemain timnas apabila Wim masih menjadi pelatihnya.
Tidak cukup hanya marah kepada Wim. Bahkan beberapa pihak mendesak Wim segera dipecat sebagai pelatih timnas dan diusir keluar Indonesia, karena dia telah menghina bukan hanya timnas, tetapi juga bangsa Indonesia!
Reaksi dengan semangat nasionalisme berlebihan dan tidak pada tempatnya ini antara lain dikemukakan oleh mantan anggota Komite Normalisasi PSSI FX Hadi Rudyatmo. Dia mengusulkan agar Wim segera dipecat, karena dia telah menghina, dan menjatuhkan motivasi para pemain timnas. Bahkan, katanya, Wim sudah melecehkan harga diri bangsa Indonesia lewat pernyataannya itu.
"Pernyataan bahwa timnas Indonesia belum layak tampil di level internasional tidak pantas keluar dari mulut pelatihnya sendiri. Itu tidak saja melecehkan pemain, tetapi melecehkan harga diri bangsa Indonesia," kata Rudy, yang kini adalah Ketua PSSI Solo, dan Wakil Wali Kota Solo itu (kompas.com, 16/9/2011).
Jadi, mau mereka ini sebenarnya Wim harusberkata apa ketika melihat penampilan tim yang baru dilatih sekitar dua bulan itu?
Apakah mereka mau Wim harus berkata seperti ini, “Oh, timnas Indonesia sangat luar biasa hebatnya. Bisa disejajarkan dengan Jepang dan Korea Selatan. Besar peluangnya lolos ke Piala Dunia 2014 di Brasil. Bahkan satu grup dengan Brasil, Argentina, Spanyol, Belanda, dan Italia pun kita tak gentar ...”?
Kalau Wim bicara seperti ini, justru kita layak merasa tersinggung. Karena kita tahu itu semua tidak sesuai dengan fakta.
Apakah kita mau Wim bicara apa adanya, menurut penilaiannya sebagai seorang pelatih, demi perbaikan performa timnas, ataukah kita mau dia bersikap basa-basi, dengan mengatakan hal-hal yang menyenangkan hati para pemain timnas dan kita tetapi semu dan palsu, tidak sesuai dengan fakta?
Seharusnya kita berpikiran positif terhadap pernyataan Wim tersebut. Sebagai seorang pelatih dengan latar belakang budaya barat, yang tidak terbiasa berbasa-basi. Tentu Wim berbicara apa adanya. Dan sebagai seorang pelatih profesional, tentu saja setelah bicara begitu (bahwa timnas tampilannya jelek – sampai-sampai menurutnya belum layak bermain di level internasional), tentu dia akan berupaya untuk memperbaikinya. Melatih timnas bagaimana supaya bisa “layak tampil di level internasional”. Karena dia dibayar memang untuk itu. Kalau dia tidak mampu untuk itu, tentu saja dia sadar konsekuensinya. Bisa dipecat oleh PSSI.