Ketegasan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil terhadap ormas intoleran beragama yang melakukan intimidasi hingga penghentian paksa Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) Natal Gereja Reformed Injili, pada 6 Desember 2016 lalu, bukan hanya sekadar ketegasan basa-basi saja, tetapi sungguh-sungguh kongkrit.
Seperti yang dijelaskan lewat akun Instagram-nya, ketika peristiwa  di Gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), kompleks ITB, Bandung itu terjadi, Ridwan Kamil sedang berada di Jakarta, sehingga meskipun dia mengetahuinya lewat laporan jemaat di Instagram-nya, dia tak bisa berbuat banyak, selain menegaskan lewat Instagram-nya itu pula bahwa ibadah dilanjutkan saja karena hak menjalankan ibadah setiap warga negara dijamin oleh undang-undang.
Setelah kejadian tersebut terlanjur sudah terjadi. Ridwan yang masih memantau perkembangannya, meminta maaf lewat Instagram-nya, kepada pihak panitia, karena kejadian itu di luar jangkauannya.
Biasanya kejadian intoleran beragama seperti ini akan berakhir dengan basa-basi pejabat pemerintah, baik yang di  daerah bersangkutan, maupun di pusat, dengan menyatakan, menyesalkan terjadinya kejadian itu, seharusnya hal tersebut tidak boleh terjadi, dan jangan sampai terulang lagi. Setelah itu, seiring dengan berlalunya waktu, dilupakan begitu saja. Hanya sebagai catatan penambah data-data intoleran beragama yang semakin lama semakin banyak di Indonesia, untuk kemudian terulang lagi.
Namun, kali ini tidak lagi di tangan Wali Kota Bandung Ridwn Kamil.
Karena dari Jakarta, pada 7 Desember masih harus ke Surakarta lagi untuk menjadi pembicara di Universitas Sebelas Maret, Surakarta, pada seminar berthemakan: "Visi Kota ke Depan dalam Mewujudkan Kota Layak Huni", Ridwal hanya bisa menyampaikan sikapnya sebagai kepala daerah Kota Bandung atas kasus tersebut di akun Face Book-nya.
Pernyataan tersebut terdiri dari 10 butir yang pada intinya kembali menegaskan  bahwa semua warga negara dijamin haknya oleh Pancasila dan UUD 1945 untuk beribadah menurut agama dan keyakinannya masing-masing.
Menyesalkan kehadiran dan intimidasi ormas keagamaan yang tidak pada tempatnya, dan melanggar hukum, dan bertentangan dengan semangat bhinneka tunggal ika.
Bahwa ibadah di tempat umum yang dilakukan secara insidentil diperbolehkan.
Menyesalkan terjadinya miskoordinasi antara panitia dengan aparat keamanan mengenai jadwal acara kebaktian. Dan akan mengupayakan secepatnya jadwal pengganti agar kebaktian KKR tersebut dapat dilaksanakan kembali dengan sebaik-baiknya.
Pemkot Bandung meminta maaf kepada panitia KKR Natal 2016, dan semoga ke depan koordinasi antara para pihak dapat berlangsung dengan lebih baik.