Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Menganiaya Wartawan dan Warga, Pesan Buruk untuk RUU Kamnas

17 Oktober 2012   06:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:45 1968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_204462" align="aligncenter" width="600" caption="Letkol Robert Simanjuntak menendang, membanting, mencekik, dan memukul Didik Herwanto (fotografer Riau Pos), disaksikan warga, termasuk anak-anak Sekolah Dasar yang ada di sekitar lokasi kejadian (Sumber: Antaranews.com)"][/caption]

Empat orang wartawan dan sejumlah warga yang mengambil gambar pesawat Hawk 200 yang jatuh di tengah-tengah pemukiman penduduk di Pekanbaru, Riau, dipukul dan dianiaya sejumlah perwira TNI-AU (Selasa, 16/10/2012). Kamera dan ponsel yang digunakan untuk menggambil gambar itu dirampas.

Berikut ini adalah gambaran Harian Jawa Pos, Rabu, 17/10/2012 tentang salah satu aksi penganiayaan yang terekam video  tersebut:

Didik Herwanto (fotografer Riau Pos) mengambil gambar bangkai pesawat di lokasi yang belum dipasangi pembatas oleh petugas. Namun, saat membidikkan kamera ke arah pesawat yang terbakar, tiba-tiba dia ditendang dan dibanting oleh Kadis Pers Lanud AU Pekanbaru Letkol Robert Simanjuntak. Meskipun Didik sudah tersungkur ke tanah dan tidak melawan, tubuhnya ditindih dan dicekik oleh Perwira yang bertubuh besar itu. Tangannya dipegangi, kemudian dadanya dihantam dengan lutut kiri hingga dua kali. Bukan itu saja. Dalam keadaan Didik tak berdaya, Robert melayangkan satu pukulan keras ke telinga kiri awak media itu (sampai terluka). Penganiayaan itu dilakukan di depan warga dan dilihat langsung oleh puluhan anak Sekolah Dasar.

Selain menganiaya empat orang wartawan, sejumlah warga juga dianiaya dan dikeroyok beberapa anggota TNI-AU tersebut. Salah seorang warga yang terluka cukup parah adalah Mancon Fernando. Dia mahasiswa semester V Fakultas Ilmu Komunikasi  Universitas Islam Riau. Saat mencoba mengabadikan momen tersebut, Mancon tiba-tiba dipukuli dan dikeroyok lima anggota TNI-AU. “Awalnya cuma mau mengabadikan foto, saya tidak tahu kalau dilarang. Tiba-tiba saya dikeroyok lima anggota AURI,” terang Mancon. Akibat penggeroyokan itu, bibir bagian atas dan bawah Mancon robek.

Sejumlah warga yang menyaksikan kejadian tersebut mengatakan, ada beberapa wartawan dan warga yang mengambil foto pesawat jatuh itu, tiba-tiba datang sejumlah anggota TNI-AU, langsung memukul dan menyeroyok mereka. “Jangan difoto! Orang lagi musibah, kok, difoto!” Seorang saksi mata adegan brutal itu meniru teriakan beberapa anggota TNI-AU yang memukul itu.

Atasan dan petinggi TNI-AU memang telah menyatakan rasa penyesalannya atas insiden tersebut. Namun demikian pada intinya mereka juga tidak (terlalu) menyalahkan anggota-anggota TNI-AU yang telah melakukan tindakan brutal tersebut kepada empat orang wartawan dan sejumlah warga sipil tersebut. Alasannya adalah demi keselamatan para wartawan dan warga itu sendiri karena ada kemungkinan Hawk 200 tersebut membawa bom, juga ada peluru kendalinya yang bisa setiap saat meledak. Alasan lain adalah adanya rahasia negara yang terdapat di pesawat tempur buatan British Aerospace Inggris tersebut.

Panglima Komando Operasi I TNI-AU Marsekal Muda Bagus Puruhito meminta pengertian dari semua pihak. Berdasarkan prosedur memang tidak boleh ada yang mendekat karena kondisi cukup berbahaya. “Jadi, apa yang terjadi di lapangan, terutama soal pemukulan, saya minta maaf. Itu tanggung jawab saya. Anggota saya itu tidak bersalah. Saya berharap semua pihak bisa sama-sama menjaga etika, dan tidak seharusnya terjadi hal ini.”

KSAU Marsekal Imam Sufaat mengatakan ada yang perlu dijaga kerahasiaan karena Hawk 200 berjenis pesawat tempur. Termasuk menjaga keamanan area. “Nanti, misalnya (pesawat) bawa bom, nanti situ kena bomnya. Selain sebetulnya ada kerahasiaannya juga,” katanya (Jawa Pos, Rabu, 17/10/2012).

*

Dari urutan kejadian yang bisa dilihat dari rekaman video yang dilakukan oleh jurnalis Riau TV, dan saksi-saksi mata insiden tersebut. Terlihat bahwa (para) korban penganiayaan tersebut, langsung dipukul dan dianiaya oleh anggota-anggota TNI-AU tersebut, tanpa ada upaya persuasif terlebih dahulu. Mereka berteriak, “Jangan diifoto!” Dilanjutkan dengan langsung melakukan penganiayaan tersebut. Begitu ringan tangannya, dan begitu gampangnya TNI menganiaya rakyatnya sendiri?

Pada waktu kejadian, tidak ada penjelasan dari pihak TNI-AU kenapa pesawat yang jatuh itu tidak boleh difoto. Wartawan yang tugasnya memang meliput setiap kejadian yang ada, tentu otomatis akan mengabadikan kejadian tersebut. Sedangkan warga sipil yang berada di kejadaian terebut, wajar pula untuk tertarik mengabadikan kecelakaan tersebut dengan ponselnya.

Apakah benar tindakan penganiayaan tersebut dilakukan demi keselamatan wartawan dan warga itu dari kemungkinan meledaknya pesawat? Alasan ini sangat tidak relevan. Apa hubungannya? Kalau memang itu alasannya, para anggota TNI-AU itu, termasuk Letkol Robert Simanjuntak seharusnya langsung berupaya mengevakuasi mereka menjauh dari lokasi jatuhnya pesawat tempur itu, bukan malah langsung dengan begitu gampangnya  menganiaya mereka di tempat kejadian.

Lagipula dilihat dari foto-foto dan video-video yang beredar kelihatan sekali alasan pengamanan dan keselamatan dari kemungkinan meledaknya pesawat Hawk 200 itu hanya mengada-ada saja. Karena warga masyarakat yang ada di sekitar lokasi kejadian dibiarkan bebas menonton bangkai Hawk 200 itu dari jarak dekat (asalkan tidak memotret). Tidak ada upaya melakukan evakuasi warga dari lokasi kecelakaan itu, termasuk evakuasi penghuni rumah yang rumahnya hanya berjarak beberapa meter dari lokasi jatuhnya pesawat tersebut.

[caption id="attachment_204471" align="aligncenter" width="620" caption="Kalau alasan demi keamanan dari kemungkinan meledaknya pesawat, tentu TNI-AU sudah mengevakuasi warga yang menontonnya sedem,ikian dekatnya ini. (Erick Foto lokasi kejadian jatuhnya pesawat di Pekanbaru, yang diupload Erick, di Twitter dengan akun erickriboo. (Kompas.com) )"]

13504460341856018480
13504460341856018480
[/caption]

Jangan-jangan rahasia negara yang dimaksud, yang ditakuti diketahui publik itu sebenarnya adalah ternyata peluru kendali yang dibawa Hawk 200 itu tidak bisa dipakai untuk menembak? Hal ini terkait erat dengan kualitas alutsista TNI, termasuk TNI-AU yang memprihatinkan.

Berbicara tentang rahasia negara yang disebutkan oleh pihak TNI sendiri, termasuk KSAU Marsekal Imam Sufaat, dalam kejadian jatuhnya pesawat Hawk 2000 ini, sekaligus memperlihatkan kepada kita bukti bahwa betapa berbahayanya penggunaan alasan “rahasia negara” untuk membenarkan setiap tindakan TNI menindas warga negara sipil, padahal istilah tersebut penafsirannya masih membias.

Rahasia Negara apa yang dimaksud di sini? Apakah terkait rahasia teknologi pesawat Hawk 200 ini? Sepengetahuan saya, meskipun Hawk 200 ini tergolong pesawat tempur canggih, tidak ada lagi yang dirahasiakan dari pesawat ini. Lagipula yang dilakukan wartawan dan warga itu hanya memotret pesawatnya yang jatuh. Bukan, misalnya, mengambil bagian-bagian tertentu dari pesawat itu. Atau, misalnya, pesawat tempur yang jatuh itu adalah hasil buatan TNI berdasarkan teknologi terbaru, tercanggih dan sangat rahasia yang berhasil ditemukan, mirip pesawat siluman Stealth F117 dan B2, atau pesawat pengintai tanpa awaknya Angkatan Udara AS. Atau, misalnya ada wartawan ketahuan memotret lokasi-lokasi militer tertentu yang memang vital dan dirahasiakan.

Apakah dari hasil memotret bangkai Hawk 200 itu bisa berbahaya bagi rahasia negara? Kalau memang begitu, seharusnya pihak TNI segera sudah menghentikan dan melarang keras semua foto dan video yang telah telanjur beredar itu. Faktanya, ‘kan tidak begitu? Jadi, kelihatanlah bahwa alasan-alasan untuk membenarkan penganiayaan itu, termasuk alasan rahasia negara itu adalah terlalu mengada-ada. Aksi brutal kayak preman itu hanyalah menunjukkan arogansi dan pamer kekuatan anggota TNI-AU kepada rakyatnya sendiri.

Begitu gampangnya pihak TNI menggunakan alasan demi rahasia negara membenarkan penganiayaan rakyatnya sendiri itu membuat kita langsung teringat dengan RUU Keamanan Nasional (RUU Kamnas), yang sampai sekarang masih mengundang kontroversi hebat di DPR dan  warga masyarakat. Karena ada pasal-pasalnya yang multitafsir, atau disebut pasal karet, sebab bisa ditafsirkan sekehendak penguasa untuk mengamankan kekuasaannya, dengan cara membenarkan penangkapan, penahanan, dan memenjarakan rakyat yang dinilai membahayakan keamanan negara. Termasuk di dalamnya adalah pasal tentang rahasia negara. Apabila pasal-pasal karet ini dibiarkan lolos menjadi bagian dai UU Keamanan Nasional, sangat dikhawatirkan penguasa kelak akan memanfaatkannya untuk  bertindak represif demi melanggengkan kekuasaannya seperti yang pernah dilakukan oleh rezim Orde Baru. Pemberitaan dan kritik terhadap kelemahan dan ketidaksewenangan penguasa, akan dengan mudah diberangus dengan tuduhan membahayakan keamanan negara dan melanggar ketentuan hukum tentang rahasia negara. Dan, penindaknya adalah selain unsur Kepolisian RI, juga dari unsur TNI ini.

Seandainya pasal-pasal tentang rahasia negara di RUU Kamnas itu sudah berlaku menjadi UU, hampir dapat dipastikan pihak TNI-AU akan membenarkan tindakan anak buahnya itu berdasarkan pasal-pasal itu. Misalnya, dengan menyatakan, “Demi kerahasiaan negara yang diatur di UU Kamnas, anggota TNI-AU terpaksa melakukan tindakan itu!”

Arogansi dan pamer kekuatan TNI kepada rakyatnya sendiri ini jelas sekali, seperti yang dikatakan oleh Wakil ketua MPR RI, Lukman Hakim Saifuddin, adalah kampanye buruk militer terhadap RUU Kamnas itu.

"Jelas ini kampanye buruk RUU Kamnas. Bisa kita bayangkan kalau RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang. Perlakuan seperti apa lagi yang akan diberikan," kata Lukman di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa, 16/10/2012.

"Faktanya, ... gangguan kepada pers itu muncul. Apalagi pelakunya perwira menengah TNI yang seorang berpangkat Letkol. Makanya wajib ditolak RUU itu," imbuhnya (Antaranews.com, 16/10/2012).

Oleh karena itu untuk memperbaiki citranya, dan agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi, pihak TNI-AU harus segera bisa menindak tegas semua anggotanya yang telah melakukan tindakan penganiayaan itu. Bilamana perlu, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono turun tangan dengan memerintahkan KSAU  supaya melakukan tindakan tegas dan nyata terhadap anggota-anggota TNI-AU yang sok kuat itu.

Atau, bisa juga memanfaatkan kehebatan mereka itu, dengan mengirim mereka semua ke Papua, untuk dihadapkan dengan penembak-penembak misterius di sana. Siapa tahu ilmu mereka itu bisa bermanfaat melawan para penembak misterius yang telah membunuh beberapa kolega mereka di TNI tersebut. ***

Video penganiayaan itu, klik di sini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun