Salah satu thema kampanye Partai Golkar yang dikomandai oleh ketua umumnya sekaligus calon presidennya, Aburizal Bakrie, alias Ical adalah membangkitkan kembali kejayaan “sang diktator” Soeharto. Misi Golkar dalam Pemilu kali ini adalah mengrehabilitasi nama Soeharto, dan mengembalikan kejayaannya!
Anak-anak Soeharto pun kembali muncul di hadapan publik untuk turut memperjuangkan kembalinya kejayaan sang ayah. Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut dan Siti Hediati alias Mbak Titiek, misalnya, turut menjadi juru kampanye aktif Golkar. Di setiap kesempatan kampanye Golkar mereka menyeru-nyerukan mengenai perlunya nama Soeharto direhabilitasi dan kejayaannya dikembalikan.
Mbak Titiek, misalnya, di Gelanggang Olah Raga (GOR) Universitas Pesantren Darul Ulum (Unipdu) Pondok Pesantren Darul Ulum, Jombang, Jawa Timur, Sabtu 22 Maret lalu, ketika menjadi juru kampanye Golkar, berseru, "Saya ingatkan lagi, untuk bisa kembali seperti jaman Pak Harto, jangan lupa Golkar- lah yang mampu mewujudkan itu!”
"Piye kabare, enak jamanku to?" kata Mbak Titiek meniru tulisan di gambar-gambar Soeharto yang beredar dalam bentuk kaos, stiker, lukisan di bak truk, dan lain-lain itu.
"Bagaimana keadaannya sekarang? Beras makin mahal, pendidikan dan kesehatan juga masih mahal," teriak Mbak Titiek.
[caption id="attachment_300958" align="aligncenter" width="365" caption="(sumber: auwoo.wordpress.com )"][/caption]
Mbak Titiek kemudian mengingatkan untuk bisa mengubah semua keadaan saat ini seperti masa lalu, maka pada 9 April nanti warga diminta memberikan suara hak pilihnya ke Partai Golkar.
"Saya ingatkan lagi, untuk bisa kembali seperti jaman Pak Harto, jangan lupa Golkar lah yang mampu mewujudkan itu!" (viva.co.id)
Memang betul, enak'an zaman Soeharto, yaitu, enak bagi anak-anaknya seperti Mbak Titiek ini, dan para kroninya dalam menikmati praktek-praktek monopoli dan KKN. Inilah rupanya yang hendak mereka kembalikan dengan mengupayakan kembalinya kejayaan Soeharto itu.
Reinkarnasi dari Soeharto.
Yang paling getol mengkampanyekan perlunya mengembalikan kejayaan Soeharto, tentu saja adalah Ical. Dia terus memanfaatkan kampanye Pemilu untuk berupaya keras merehabilitasi nama dan kejayaan Soeharto untuk masa kini dan ke depan untuk kepentingan dirinya dan Golkar dengan memperdayai rakyat bahwa itu demi kepentingan mereka. Menurutnya kejayaan Soeharto itu perlu dikembalikan melalui hasil Pemilu 2014 ini dengan cara memenangkan Golkar dan memilihnya sebagai Presiden 2014-1019. Jika terpilih sebagai penguasa negeri ini, dia berjanji bersama Golkar akan mengembalikan semua kejayaan sang diktator.
Misalnya, dalam kampanyenya pada Selasa (18/03) lalu, Ical memuji-muji pemerintahan Soeharto yang berlangsung selama lebih dari tiga dekade itu.
"Kenapa Partai Golkar harus menang? Partai Golkar adalah satu-satunya partai yang pernah memimpin Indonesia selama 32 tahun. Tidak ada partai lain yang punya pengalaman seperti Partai Golkar memimpin Indonesia selama 32 tahun. Kita tahu selama 32 tahun dengan pimpinan Presiden Soeharto yang merupakan pendiri Partai Golkar. Beliau mengatakan bahwa Indonesia harus sejahtera," seru Ical, "Itulah karya dari Partai Golkar yang telah ditunjukan oleh kader-kader Partai Golkar dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto!"
Ical juga menyebutkan beberapa tokoh penting Golkar yang ikut memimpin dan membangun kesuksesan rezim Soeharto, seperti antara lain Akbar Tanjung.
Ia menambahkan, Indonesia mengalami kemajuan pesat saat dipimpin oleh Soeharto. Menurutnya, kesejahteraan masyarakat Indonesia semakin baik pada masa Orde Baru dan kemiskinan berkurang. Presiden Soeharto bersama Golkar, tambah Aburizal,akan kembali terulang jika Golkar kembali dipercaya untuk memimpin nanti (voaindonesia.com).
Ical dan Golkar serta anak-anak Soeharto itu seolah-olah lupa kenapa sampai Soeharto dulu ditumbangkan secara paksa oleh rakyatnya sendiri, setelah dia berkuasa selama lebih dari tiga dekade itu, yang berakhir secara tragis, ketika dia terpaksa menyatakan kelengserannya pada 21 Mei 1998.
Setelah lebih dari satu tahun, melalui aksi berbagai demonstrasi besar-besaran, diwarnai dengan penculikan-penculikan para aktivis demokrasi (sebagian sampai hari ini belum kembali), dan kerusuhan hebat di beberapa kota besar, terutama sekali di Jakarta (Tragedi Trisakti, Semanggi, dan lain-lain) pada Mei 1998 yang memakan korban ribuan nyawa melayang, melalui tangan para mahasiswa yang didukung sebagian besar rakyat di seluruh Indonesia, rezim Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun dengan cara-cara diktarorisme, otoriterisme, diskriminatif, dan praktek-praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang luar biasa itu akhirnya berhasil ditumbangkan.
Ical, Golkar, dan anak-anak Soeharto itu pura-pura lupa, kenapa sampai Soeharto bisa berkuasa sedemikianlamanya, yaitu, karena dilakukan dengan cara-cara diktaktorisme, membungkam semua lawan politiknya, memenjarakan mereka yang mencoba mengkritiknya, didukung kroni-kroninya, para penjlatnya, dan jenderal-jenderal ABRI-nya, yang diuntungkan dengan praktek-praktek KKN yang dijalankan rezim itu.
Jusuf Wanandi, tokoh CSIS, dalam bukunya Menyibak Tabir Orde Baru, Memoar Politik Indonesia 1965-1998 (Penerbit Buku Kompas, 2014), antara lain menyebutkan paham yang dianut Soeharto selama dia berkuasa adalah komisi 5-10 persen bagi pejabat yang menangani proyek adalah hal yang biasa.
Di halaman 106 buku tersebut Jusuf menulis: “Mungkin kelemahan Soeharto adalah ia tidak bisa mengerti bagaimana pendapat orang lain tentang sesuatu hal. Ia tidak pernah mengambil posisi yang tegas dalam penaganan korupsi. Sejak 1967, ia mengutarakan pendapatnya bahwa 5 persen atau 10 persen komisi bagi pejabat yang menangani proyek adalah wajar. Ia tidak mempertimbangkan secara cermat kemungkinan para pejabat itu mempunyai konflik kepentingan, dan berakibat dianggap bersalah di mata masyarakat dan elit politik. Sikap ini tidak berubah sepanjang hidupnya.”
Jika paham Soeharto itu diterapkan sekarang ini, maka kasus korupsi seperti dalam proyek wisma atlet dan Hambalang tidak akan digolongkan sebagai korupsi. Sebagian besar tahanan dan narapidana KPK yang saat ini ada, juga tidak akan ada jika paham Soeharto ini digunakan sekarang.
[caption id="attachment_300961" align="aligncenter" width="330" caption="(sumber: mobavatar.com)"]
![13959732761659709821](https://assets.kompasiana.com/statics/files/2014/03/13959732761659709821.jpg?t=o&v=770)
Kalau pejabat saja ditolerir oleh Soeharto untuk memungut fee dari proyek-proyek pemerintah, apalagi untuk kroni-kroninya di bidang bisnis, yang harus melindungi anak-anaknya, seperti Mbak Tutut, Tommy Soeharto, dan Bambang Soeharto. Di bagian lain buku tersebut, Jusuf mengatakan, Soeharto sangat melindungi anak-anaknya demi kemajuan bisnis mereka. Dia sangat tersinggung dan marah kalau ada yang mencoba mempersoalkan anaknya itu.
Maka, sebagian besar kesejahteraan ekonomi pun sesungguhnya hanya dinikmati oleh para kroninya, termasuk dan terutama anak-anaknya melalui praktek monopoli dan KKN itu. Salah satu anaknya yang paling menikmati kesejahteraan dari praktek KKN yang sangat luar biasa itu adalah Mbak Tutut. Dan, salah satu kroninya yang paling menikmati kesejahteraaan dari rezim itu adalah keluarga Bakrie pula. Tidak heran, Aburizal Bakrie kini bermimpi untuk mengembalikan kejayaan itu, sambil memanfaatkan perilaku rakyat yang “gampang lupa dan pemaaf itu.”
Mantan aktivis gerakan mahasiswa semasa Orde Baru, Hendrik Dickson Sirait mengatakan, pengangkatan kembali figur Soeharto oleh Golkar di setiap kampanye adalah bentuk kepercayaan diri yang berlebihan dari Golkar.
"Kepercayaan diri yang berlebihan, bahwa masyarakat akan berpikir mundur ke belakang. Merindukan lagi ideologi kejayaan developmentalisme atau ideologi pembangunan gaya Orde Baru. Yang menekankan pada soal pertumbuhan ekonomi yang diimbangi dengan stabilitas politik. Nah, dalam kacamata Orde Baru stabilitas politik ya kemudian adalah anti demokrasi yang berdampak pada kejahatan pada kemanusiaan," ujarnya.
Hendrik, yang pernah dipenjara 10 bulan karena berdemonstrasi menolak pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden pada sidang umum 1993, mengatakan dalam beberapa tahun terakhir, muncul gerilya politik di masyarakat yang mengkampanyekan pemikiran Soeharto.
"Ini tidak berdiri sendiri. Ini adalah sebuah proses yang sebenarnya berjalan cukup panjang. Mereka melakukan sebuah gerilya melalui budaya pop dengan misalnya memproduksi massal kaos-kaos yang ada gambar foto Soeharto dengan tulisan ‘piye kabare enak jamanku tho?’" ujarnya (voaindonesia.com).
Aburizal Bakrie hendak memposisikan dirinya sebagai reinkarnasi dari Soeharto.
Apabila "reinkarnasi Soeharto" ini kembali berkuasa, maka tak usah diragukan lagi kalau anggota keluarga Soeharto pun akan kembali dijayakan dalam berbagai bisnis seperti di masa kejayaan Bapaknya. Tentu saja juga keluarga Bakrie berikut kroni-kroni baru mereka.
Perjuangan Rakyat Menumbangkan Soeharto, Kesalahan dalam Sejarah?
Kita tentu masih ingat, ketika Soeharto semakin goyah tahtanya, banyak tokoh Golkar yang selama Soeharto berkuasa pandai menjilatinya pula yang mengkhianatinya. Mereka ramai-ramai cari selamat dengan meloncat ke “perahu reformasi” yang ketika itu diperjuangkan para mahasiswa dan tokoh-tokoh lawan politik Soeharto. Mereka segera berganti jubahnya dengan jubah reformasi palsu, lalu ikut mendesak Soeharto supaya mau mengundurkan diri. Setelah Soeharto benar-benar tumbang, Golkar pun menyebutkan dirinya sebagai “Golkar Baru,” pejuang reformasi di segala bidang. Sekarang, “Golkar Baru” itu kini hendak kembali ke “Golkar Lama” dengan mengrehabilitasi nama Soeharto.
[caption id="attachment_300954" align="aligncenter" width="640" caption="Pada 21 Mei 1998, karena semakin kuatnya perjuangan rakyat reformasi, Soeharto akhirnya mengumumkan pengunduran dirinya sebagai presiden setelah berkuasa 32 tahun. Apakah menurut Golkar ini suatu kesalahan sejarah? (Sumber: Wikipedia)."]
![13959717881352640480](https://assets.kompasiana.com/statics/files/2014/03/13959717881352640480.jpg?t=o&v=770)
Pada 24 Juli 2010, pada acara Rakornas Golkar di di Jakarta, dalam pidatonya Ical berseru agar para kader Golkar dan ormas-ormas yang berafiliasi di dalamnya bangga sebagai bagian dari Orde Baru di bawah rezim Soeharto.
Di dalam pidatonya ketika itu, Ical memberi petunjuk pula kepada para kader Golkar itu, bagaimana caranya bisa sukses dalam politik dan bisnis dengan menggunakan “ilmu tikus.”
“Belajarlah dari tikus supaya orang tidak berasa kalau kita gigit. Jangan sampai berasa, kalau berasa kita dipentung, dan payah kita,” ucap Ical disambut tawa peserta Rakornas Golkar ketika itu.
Menurut Ical, ilmu tikus ini diterimanya dari petuah sang ayah semasa hidup. Katanya, ayahnya bercerita soal keberhasilan tikus yang berhasil menggerogoti jari kaki ayah Ical hingga berlubang.
“Pagi-pagi itu kakinya bolong karena digigit tikus tidak terasa. Kenapa? Tikus itu menggigit dengan menghembus dulu, baru gigit. Hembus lagi, gigit lagi. Karena kalau digigit terus, tikus dipentung dan mati,” ungkapnya (Tribunnews.com).
Dengan “ilmu tikus” ini, maka seorang pejabat pun bisa melakukan korupsi tanpa ketahuan. Kalau ketahuan pun, dia tidak akan merasa bersalah, karena toh “sang Maha Guru” mereka yang bernama Soeharto itu mengatakan fee 5-10 persen bagi pejabat yang menangani suatu proyek adalah hal yang normal-normal saja.
Dengan terus mengkampanyekan kejayaan Soeharto, dan ingin mengembalikan kejayaan itu, berarti bagi Ical dan Golkar, serta anak-anak Soeharto itu, gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa yang melengserkan Soeharto secara paksa dari tahta yang telah diduduki selama 32 tahun, sekaligus mengakhiri rezim Orde Baru pada 21 Mei 1998 itu adalah suatu kesalahan fatal dalam sejarah Republik ini. Soeharto telah memerintah dengan caranya yang benar, rakyat dan mahasiswa dengan gerakan reformasinya itu telah melakukan kesalahan besar dengan menjatuhkan Soeharto. Karena itulah sejarah harus diperbaiki, dengan cara menghidupkan kembali kejayaan Soeharto. Seandainya, Ical dan Golkar menang, bisa jadi tindakan pertama yang akan mereka lakukan adalah mengrehabilitasi nama baik Soeharto, menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional, dan menyerukan kepada mereka yang dulu bertanggung jawab atas jatuhnya Soeharto harus meminta maaf! Kebenaran sejarah hendak dijungkirbalikkan oleh Ical dan Golkar!***
Artikel terkait:
Misi Golkar dalam Pemilu 2014: Bangkitkan Orde Baru dan Soehartoisme
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI