Makna universal dari berkurban bagi orang beragama adalah menyerahkan sesuatu yang berharga, yang kita miliki kepada mereka yang membutuhkannya, dengan ikhlas, tanpa pamrih apapun. Berdasarkan keyakinan (keimanan) bahwa apa yang kita miliki merupakan titipan Allah sepenuhnya. Oleh karena itu apa yang kita kurbankan kepada sesama kita yang membutuhkan itu tidak perlu diketahui orang lain. Apalagi sampai dengan sengaja mempublikasikan berapa banyak kurban yang kita berikan itu. Cukuplah bahagia hati ini, kalau kurban yang kita serahkan itu, kita tahu, telah menjadi sesuatu yang bernilai di hati mereka yang menerimanya itu. Allah tentu mengetahui lubuk hati kita paling dalam ketika kita berkurban dengan motivasi demikian (dan akan memberi pahalaNya).
Kalau ada orang yang dengan sengaja mempublikasikan berapa besar kurban yang disumbangkan olehnya, hampir dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan mempunyai pamrih, agar publik mengetahui betapa dermawannya dia. Meskipun publikasi tersebut disertai dengan kalimat-kalimat yang seolah-olah dia seorang yang rendah hati.Kalimat-kalimat seperti itu hanya merupakan kamuflase dari pamrih untuk disanjung tersebut.
Makna dari berkurban, bukan semata-mata hanya menyerahkan sebagian harta yang kita miliki, tetapi juga termasuk di dalamnya adalah semangat pengabdian kita terhadap masyarakat. Seorang pejabat publik yang Muslim, selain merayakan Idul Adha dengan berkurban berupa sekian ekor sapi, kambing, atau domba, seperti umat Muslim mampu lainnya, dia juga harus dengan ikhlas mengurbankan dirinya untuk mengabdi sepenuhnya kepada masyarakat yang dipimpinnya. Yakni, menyumbangkan pengetahuan dan talentanya, disertai dengan mengurbankan waktu dan tenaganya demi sesuatu yang lebih baik bagi masyarakat yang dilayaninya.
Jadi, makna paling dalam dari berkurban itu tidak sebatas hanya menyumbangkan sekian banyak ekor hewan kurban, atau uang kepada mereka yang membutuhkannya. Karena kalau batasannya hanya itu, maka semua orang mampu/kaya akan dengan sangat mudah memenuhinya.
Saya baru saja membaca tentang kegiatan dua pejabat tinggi berkaitan dengan perayaan Idul Adha, dengan kurban-kurban yang mereka berikan pada Jumat, 26 Oktober 2012. Mereka adalah Ketua DPR-RI Marzuki Alie, dan Gubernur DKI Jakarta Jokowi. Dua-duanya telah menyerahkan sumbangan hewan-hewan kurbannya itu. Tetapi, sikap mereka terhadap apa yang baru mereka kurbankan itu berbeda 180 derajat.
Tanpa bermaksud menghakimi, saya membeberkan informasi tersebut, sbb:
Ketika memberi sumbangan hewan kurbannya, kegiatan Marzuki Alie itu diliput pers. Media pun menyebarluaskan tentang kurban yang telah diserahkannya itu. Marzuki Alie memberitahu bahwa dia telah berkurban 10 ekor sapi dan 3 ekor kambing. Dibandingkan dengan tahun lalu, kurban yang diserahkan oleh Marzuki kali ini, lebih banyak.
“Ini tidak berapa dari yang dicontoh Nabi Ibrahim AS. Kita diuji dengan kesabaran dan keikhlasan, sejauh mana iman kita kepada Allah,” kata Marzuki merendah, Jumat, 26/10/2012 (rakyatmerdeka.com).
Menurut Marzuki, hewan-hewan kurban sumbangannya itu tidak hanya dipotong di satu tempat (Jakarta), tetapi juga sampai di kampung halamannya, di Palembang. Sedangkan di Jakarta, hewan-hewan itu dipotong di kawasan Rawabelong, Meruya, Kembangan, Koja, Halim, Tambun, dan pengelola kurban DPR.
Berbeda dengan Marzuki, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo alias Jokowi malah menolak mengatakan berapa banyak kurban yang diserahkan olehnya. Menurutnya, hal itu tidak etis untuk diungkapkan.
“Tidak perlu disebutkan, ria’ namanya, “ ujar Jokowi seusai menghadiri penyerahan hewan kurban Presiden SBY kepada Masjid Istiqlal, Jumat, 26/20/2012. (Kompas.com, 26/10/2012).