Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kini, Prabowo Hanya Punya Dua Pilihan

29 Juli 2014   17:29 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:55 2334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di hari pertama hari Raya Idul Fitri ini (28/07), Prabowo Subianto mengirim ucapan selamat Idul Fitri-nya melalui akun Twitter-nya @Prabowo08 kepada masyarakat umum. "Selamat siang sahabat. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1435 H. Mohon maaf lahir dan batin, ”demikian kicau Prabowo.

Di kicauan keduanya, Prabowo mengunggah foto keluarganya, yaitu dia, mantan istrinya, Titiek Soeharto, dan anak tunggal mereka, Ragowo Hedipratestya (30) atau biasa disapa Didit. Difoto itu terlihat mereka bertiga sedang bergaya selfie bersamamelalui ponsel yang dipegang Didit yang diapit oleh ayah dan ibunya sambil berdiri. Disertai dengan pesan, "Selamat meluangkan waktu bersama keluarga tercinta di hari yang fitri, di manapun sahabat berada." (Kompas.com)

[caption id="attachment_317152" align="aligncenter" width="780" caption="(sumber: KOmpas.com/Twitter @Prabowo08)"][/caption]

Sebelumnya, diberitakan Kompas.com, pada Minggu (27/07), Prabowo didampingi Wakil Ketua Partai Gerindra Fadli Zon mengadakan open house di Rumah Polonia, Jatinegara, Jakarta Timur, untuk para pendukungnya. Pada kesempatan itu Prabowo menyatakan terima kasih dan permohonan maaf lahir dan bathinnya kepada para pendukungnya itu.

Tidak ada yang luar biasa dengan apa yang dilakukan oleh Prabowo tersebut di atas. Umat Islam pada umumnya di mana pun melakukan hal-hal seperti yang dilakukan oleh Prabowo di hari Idul Fitri ini: Kumpul bersama keluarga dan kerabat dekat, bersilahturahmi, saling mengucapkan selamat hari Lebaran, selamat Idul Fitri, saling memaafkan,minal 'aidin wal-faizin”, “semoga kita semua tergolong orang yang kembali (ke fitrah) dan berhasil (dalam latihan menahan diri”.

Jika dia seorang pimpinan, seorang pejabat, atau seorang tokoh masyarakat/politik biasanya ada acara open house-nya. Memberi kesempatan kepada masyarakat umum untuk bersilaturahmi di hari Lebaran seperti sekarang ini.

Akan menjadi luar biasa jika di saat hari Lebaran ini, Prabowo menelepon, atau minimal melalui akun Twitter-nya itu mengucapkan maaf lahir bathinnya kepada Jokowi atas perlakuannya terhadap Jokowi selama ini. Sebab, kalau mau jujur, harus diakui selama ini “dosa” Prabowo terhadap Jokowi sudah terlalu banyak. Sedangkan Jokowi tidak pernah membalas semua hujatan yang pernah dilontarkan Prabowo kepadanya itu.

Bukankah dengan jika berjiwa besar dan benar-benar mengamalkan makna hari Lebaran ini – salah satu hakikat seorang pimpinan sejati, adalah bersedia menyampaikan permohonan maafnya itu? Proses hukum sengketa Pilpres versi Prabowo boleh saja diteruskan, tetapi saling maaf-memaafkan di antara masing-masing pribadi elit politik itu, bukankah juga merupakan teladan yang sangat baik bagi rakyat biasa?

[caption id="attachment_317153" align="aligncenter" width="321" caption="Foto yang telah diparodikan di Twitter (sumber: Twitter/BBM)"]

1406604310243073209
1406604310243073209
[/caption]

Sejak Jokowi ikut mendeklarasikan dirinya sebagai calon presiden, 14 Maret 2014 lalu, tiada henti-hentinya Prabowo menghujat dan mengfitnah Jokowi. Tidak hanya dia saja, tetapi juga para pengikutnya, termasuk Fadli Zon, yang beberapakali melecehkan Jokowi melalui puisi-puisinya. Alangkah indahnya, jika Fadli Zon pun memanfaatkan momen Lebaran ini menyampaikan permohonan maafnya kepada Jokowi. Alangkah indahnya jika Prabowo, Fadli dan Jokowi kemudian bertemu, saling bersilahturahmi, saling memaafkan, kemudian foto bersama, dan dipublikasikan melalui akun media sosialnya masing-masing, seperti Prabowo yang mempublikasikan foto bersama keluarganya di hari Lebaran ini.

Saling bersilahturahmi di antara sesama anggota keluarga, kerabat, sahabat, itu baik, tetapi tentu jauh lebih mulia jika saling memaafkan di antara sesama lawan politik, atau bahkan “musuh politik”? Bagaimana bisa bersembahyang dan mengamalkan makna hakiki dari hari Idul Fitri ini tetapi hati masih menyimpan dendam-kusumat?

Di dalam Injil juga ada ajaran Nabi Isa al-Masih yang intinya mengatakan, apabila kita hendak datang berdoa kepada Allah Bapa, jika masih ada ganjalan di hati kita terhadap saudara kita (sesama manusia), maka pergi dulu untuk berdamai dengan saudara kita itu, setelah itu barulah kembali untuk berdoa kepadaNya. Karena hanya dengan hati yang bersih doa kita itu bisa diterima.

[caption id="attachment_317154" align="aligncenter" width="546" caption="Bukankah jauh lebih menyenangkan, jika Prabowo dan Jokowi bersahabat seperti yang kelihatan ini? Prabowo senang, Jokowi senang, rakyat senang (sumber: Tribunnews.com)"]

14066043921390624397
14066043921390624397
[/caption]

Presiden SBY pernah mempertemukan Prabowo dengan Jokowi pada 20 Juli 2014 lalu, di Istana Negara, yaitu ketika KPU belum mengumumkan hasil resmi Pilpres 2014, yang sekarang dituding oleh Prabowo sebagai tidak sah. Dan sejak itu pula Prabowo telah memposisikan Jokowi sebagai musuhnya dalam arti sebenarnya.

Sebetulnya, bukan baru pada 22 Juli itu Prabowo menyimpan dendamnya kepada Jokowi, tetapi sudah sejak Jokowi mendeklrasikan dirinya sebagai calon presiden dari PDIP, pada 14 Maret 2014. Prabowo yang merasa peluangnya memenangi Pilpres menjadi terancam dengan ikut sertanya Jokowi di Pilpres itu, tidak siap bersaing secara sportif dan kurangnya rasa percaya diri, Prabowo pun murka kepada Jokowi. Sejak itulah dia menyimpan bara dendam kepada Jokowi yang semakin lama semakin membara, lalu menyala menjadi api dendam, ketika kekhawatirannya itu menjadi kenyataan; Jokowi mengalahkan di Pilpres 2014 ini.

Hal ini terbukti dengan berbagai pernyataannya yang menghujat dan mengfitnah secaramasif, menyerang pribadi Jokowi. Jokowi disebut sebagai mencla-mencle, pembohong, pengkhianat, kurawa, dan seterusnya.

Di waktu acara debat capres-jawapres pun secara tak sengaja ekspresi ketidaksukaan Prabowo terhadap Jokowi tertangkap kamera, yaitu ketika Jokowi menyalaminya di dalam sebuah ruangan sebelum naik panggung debat. Pada rekaman kamera itu terlihat ketika Jokowi mengajak Prabowo untuk ber-cipika-cipiki, Prabowo menjauhkan wajahnya, dan berjalan terus tidak menghiraukan Jokowi. Kalau sudah di atas panggung debat, ketika sedang siaran langsung, dilihat jutaan orang, Prabowo menampilkan sikap yang sebaliknya, sebaliknya, pura-pura baik dan bersahabat dengan Jokowi. Peristiwa ini pernah saya tulis di Kompasiana, dengan judul Ternyata, Prabowo Pemain Sinetron.



Pada 11 Juli 2014, Prabowo diwawancarai Babita Sharma dari BBC News. Ketika Babita Sharma menanyakannya mengenai perbedaan gaya berpolitik Jokowi dengan dia; Jokowi dikatakan yang merakyat, sedang dia bergaya tradisional, konservatif terhadap status quo, Prabowo dengan emosional menjawab, dia tak terima ucapan Babita Sharma itu. Dalam jawabannya itu dia menuding Jokowi dengan sebutan-sebutan yang melecehkan Jokowi. Semua gaya merakyatnya Jokowi disebut hanya pura-pura, hasil dari sebuah rekayasa public ralation demi pencitraan baik. Bahwa sesungguhnya Jokowi sama sekali tidak merakyat. Padahal kita semua sudah tahu gaya kepimpinan merakyat Jokowi sudah demikian adanya sejak dia masih Walikota Solo (sejak 2005), sebelum dia setenar sekarang.



Waktu itu dengan emosional Prabowo berkata kepada jurnalis BBC News itu: “... That is a perception that the other side has concocted. It’s a complete concoction. I think my rival is a product of PR campaign; completely the other side; he is actually a tool of the oligarch and I don’t think that’s the correct picture. He is not a man of the people. He claims to be humble but that’s just an act. In my opinion that’s just an act.”’

“... Itu adalah persepsi yang hasil rekayasa kubu sebelah. Menurut saya, rival saya adalah produk kampanye public relations; sangat kebalikannya; ia adalah alat oligarki, dan menurut saya bukan begitu gambaran dia. Ia bukan orang yang memihak rakyat. Ia menyebut dirinya bersahaja, tapi itu cuma pura-pura. Menurut saya itu cuma pura-pura.” (dikutip dari terjemahan di artikel Transkrip Wawancara Prabowo dengan BBC News, oleh Eddy Roesdiono).

Di dalam pidatonya yang diunggah di YouTube pada 25 Juli 2014, Prabowo kembali menuding Jokowi (dan JK) telah melakukan kecurangan Pilpres yang masif, terstruktur, dan sebagainya. KPU dan Bawaslu juga dengan terang-terangan dituduh telah berkonspirasi dengan kubu Jokowi-JK. Dua lembaga pemilu itu, terutama KPU, dituduh Prabowo juga telah menerima suap. Ini suatu tuduhan yang sangat serius. KPU dan Bawaslu seharusnya melakukan tindakan hukum untuk menuntut Prabowo dengan tuduhan telah melakukan fitnah dan pencemaran nama baik.

Prabowo menyatakan Pilpres kali ini telah gagal, karena adanya konspirasi KPU dengan kubu Jokowi-JK itu. Bila kita merestui keputusan KPU, berarti kita merestui sebuah kecurangan, kebohongan dan ketidakbenaran.

“Ternyata kalau semua lembaga itu buntu…karena hakim-hakim sudah tidak punya integritas. Pejabat KPU bisa dibeli, Pejabat KPUD bisa dibeli. Kalau ini semua terjadi, apa masa depan bangsa kita? Gunakanlah akal sehat kita, sungguh negara kita menuju kegagalan,” katanya.

Setelah menuduh kubu Jokowi-JK, KPU dan Bawaslu, Prabowo juga secara tak langsung mengadili rakyat yang memilih Jokowi-JK, sebagai bagian dari rakyat yang bersedia menjadi bangsa kacung. Hanya dengan memilih dia, atau setuju dengan dialah yang dianggap sebagai rakyat yang benar, yang terhormat.

“Pilihannya hanya dua: berdiri terhormat sebagai bangsa kesatria atau tunduk selamanya sebagai bangsa kacung, bangsa budak, bangsa yang lemah, bangsa yang bisa dibeli, bangsa yang bisa disogok.!” seru Prabowo mengakhiri pidatonya itu.

Jika Prabowo benar-benar seorang negarawan seharusnya dia tidak segampang itu sesumbar menyebarkan kebencian dan fitnahnya seperti tersebut di atas. Bukankah proses hukum di MK saja belum dimulai? Prabowo harus menghormati proses hukum itu, harus menghormati Mahkamah Konstitusi, dengan tidak bersikap seperti seorang fasis yang merasa paling agung dan berada di atas hukum.

Maka, sesungguhnya, di hari nan fitri ini juga, Prabowo sepatutnya menyampaikan maaf lahir dan bathinnya juga kepada KPU, Bawaslu, dan rakyat Indonesia yang telah memilih Jokowi-JK, yang diasamakan dengan memilih menjadi bangsa kacung, bangsa budak, dan sebagainya itu.

Prabowo hanya punya dua pilihan, memilih hendak dikenang sebagai tokoh pecundang provokator, penyebar fitnah dan kebencian, ataukah sebaliknya. Momen hari raya Lebaran ini adalah momen terbaik baginya. ***


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun