[caption id="attachment_173158" align="aligncenter" width="565" caption="Suasana Bandara Soekarno-Hatta (Tribunnews.com/Anwar Sadat Guna)"][/caption]
Kontroversi berita tentang kasus "seorang anggota DPR menampar seorang petugas Bea dan Cukai" di Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) pada Rabu, 22 Februari 2012 malam, menyebar dengan cepat melalui Twitter dan BlackBerry Messenger (BBM). Diteruskan, dan dikembangkan oleh televisi-televisi swasta.
Bahkan dampaknya terus menjalar ke isu politik. Andi Taufan Tiro, anggota DPR dan Fraksi PAN yang dituduh telah melakukan penamparan tersebut adalah juga calon bupati Bone, Sulawesi Selatan. Oleh kerabat Andi di Bone menilai penyebaran berita yang dikatakan sebagai pemutarbalikkan fakta itu telah ditunggangi oleh lawan politik Andi untuk menjatuhkan reputasi calon bupati Bone tersebut.
Entah siapa yang benar. Menurut pihak Irfan Nur Ilman, petugas Bea dan Cukai yang sedang bertugas saat itu, melalui akun Twitter-nya bahwa Andi Taufan Tiro telah menampar rekannya yang bernama Rajindra. Gara-garanya Andi tidak terima harus antri terlalu lama, karena ekstrail (alat pemeriksaan barang X-Ray di bandara) hanya dioperasikan satu buah. Terjadi perang mulut, yang berujung pada penamparan itu.
Sedangkan menurut Andi, dia sama sekali tidak menampar. Menurut versinya karena antrian panjang, dan penumpang yang baru datang dari Jepang itu banyak yang mengeluh, dia kemudian berinisiatif menghampiri petugas Bea dan Cukai meminta mereka mempercepat pelayanan, dengan cara menambah pengoperasian ekstrail yang hanya dioperasikan satu unit dari tiga unit yang ada. Di luar dugaan ada salah satu petugas yang lantas marah-marah. Mengata-ngatai bahwa mereka adalah otoritas yang punya kuasa di Bandara. Kemudian ada satu petugas Bea dan Cukai yang merapat kepadanya seolah-olah hendak memukulnya. Otomatis, refleks, kata Andi, dia mendorongnya. Bukan menamparnya.
Ketika Andi hendak meninggalkan lokasi tersebut, dia malah tidak diperbolehkan pergi sebelum minta maaf kepada petugas Bea dan Cukai yang didorongnya itu. Menurut Andi, dia pun ikhlas memenuhi permintaan tersebut, minta maaf.
Menurut Andi, waktu itu dia sama sekali tidak menunjukkaan identitasnya sebagai anggota DPR. Identias sebagai anggota DPR baru diketahui setelah petugas Bea dan Cukai itu meminta kartu identitasnya.
Ternyata, kasus itu dianggap belum selesai oleh petugas Bea dan Cukai Bandara Soeta itu, dengan munculnya pesan berantai yang mengatakan bahwa anngota DPR Abdi Taufan Tiro menampar seorang petugas Bea dan Cukai karena tidak mau mengantri itu.
Versi siapa sebenarnya yang benar? Kata Andi, silakan saja lihat di CCTV, apakah benar ada peristiwa dia telah menampar petugas Bea dan Cukai itu. Dia yakin pasti tidak ada, karena memang tidak ada. Sebenarnya, selain SSTV, bukankah pasti ada banyak saksi mata yang melihat keributan itu? Penumpang-penumpang lain yang sedang mengantri waktu itu? Seharusnya mereka bisa didengar kesaksiannya bagaimana sebenarnya peristiwa itu terjadi.
Biasanya, dalam kejadian seperti ini publik akan menaruh simpatik kepada salah satu pihak (korban, yang lebih lemah status sosial-ekonominya). Sebaliknya, menyerang pihak yang lain (yang lebih kuat status sosial-ekonominya) dengan berbagai cemooh dan komentar pedas. Tetapi, rupanya dalam kejadian ini tidaklah demikian. Publik tidak bereaksi riuh seperti lazimnya kalau ada kejadian-kejadian seperti ini.