Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jusuf Kalla yang Semakin Mencurigakan

13 Maret 2015   00:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:44 1975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14261819801591020763

Wakil Presiden Jusuf Kalla (Tempo.co)

Tanggal 17 Februari 2015: Abraham Samad, ketika itu masih sebagai Ketua KPK, mengadakan konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta,  yang isinya antara lain membantah kalau dirinya kenal dengan perempuan yang bernama Feriyani Lim. Ia juga menyatakan, tidak pernah punya ruko di Jalan Boulevard Ruby II RT 003/RW 005, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakukang, Makassar. Alamat tersebut yang menurut polisi dahulu adalah alamat yang tercantum di KSK Abraham Samad. Di KSK itulah yang Abraham Samad memasukkan nama Feriyani Lim, untuk kemudian dibuat KTP asli tapi palsunya itu. Dari sinilah polisi menetapkan Abraham sebagai tersangka pemalsuan dokumen kependudukan (KTP).

Apakah benar Abraham Samad tidak mengenal Feriyani Lim, atau sebenarnya dia kenal, tetapi menyangkalnya untuk menyelamatkan dirinya dari tuduhan polisi itu? Rasanya, sangat terlalu naif, kalau orang sekaliber Abraham Samad itu menggunakan cara sedemikian konyol untuk mengelak: menyangkal kenal Feriyani Lim, padahal ia kenal. Karena fakta itu (jika memang ia kenal) akan dengan sangat mudah ditemukan polisi.

Tampaknya sosok Feriyani Lim ini juga menjadi misteri tersendiri, karena sampai hari ini polisi tidak juga berupaya untuk memperjelaskan ke publik siapa sebenarnya perempuan ini, dengan misalnya menampilkan dia di depan publik (wartawan) untuk membuat pernyataannya terkait kasus ini.

Ruko dan JK

Sedangkan mengenai ruko di Kelurahan Masale, Kecamatan Panakukang, Makassar itu, beberapa media sudah melakukan investigasinya sendiri. Salah satunya adalah Kompas.com. Hasil investigasi Kompas.com dengan cara meminta keterangan kepada pihak Kelurahan Masale, ditemukan penjelasan bahwa nama Abraham Samad sejak dulu, tidak pernah tercantum di data kependudukan di kelurahan tersebut. Data riwayat kepemilikan ruko di kelurahan itu juga tidak tercantum nama Abraham Samad di alamat manapun di kelurahan itu.

Sekretaris Lurah Kelurahan Masale, Syarifuddin, mengaku kaget, saat mengetahui,  tiba-tiba nama Abraham Samad disebut-sebutkan pernah menjadi penduduk dan mempunyai ruko di wilayah kerjanya. Dari data riwayat kepemilikan ruko tersebut justru menunjukkan fakta bahwa ruko dengan alamat di Jalan Boulevard Ruby II RT 003/RW 005, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakukang, Makassar itu atas nama Era Elfani Halim Kalla, yang adalah adik ipar dari Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK). Ruko itu dikontrakkan Era kepada pengusaha mainan bernama Lisa.

"Abraham tidak pernah menjadi penduduk di sini, Pak. Kalau alamat ruko yang dimaksud dalam KK diduga palsu itu milik keluarga Wapres JK. Di SPPT, ruko itu saja bernama Era Elfani Halim Kalla yang kemudian dikontrakkan kepada pengusaha mainan bernama Lisa. Sepengetahuan kami, ruko itu tidak pernah berganti kepemilikan," ujar Syarifuddin kepada Kompas.com, Senin, 2 Maret 2015.

Syarifuddin juga mengungkapkan, mantan Lurah Masale, Karyadi, pernah dimintai keterangan di Polda Sulselbar, dan membantah jika Abraham pernah menjadi warganya pada tahun 2007. Karyadi juga mengaku tidak pernah menandatangani KK atau KTP atas nama Abraham Samad ataupun Feriyani Lim.

"Berdasarkan data, memang Pak Abraham Samad ataupun perempuan bernama Feriyani Lim tidak ada di sini. Kalau kasus seperti ini, banyak memang yang terjadi. Buktinya banyak warga yang memiliki KK atau KTP ganda dan didukung data kependudukan di Makassar, tetapi belum pasti. Jika mau diusut, semua kasus beginian, banyak warga terutama pejabat masuk sel. Bisa-bisa, penjara penuh. Ini kasus terkesan dipaksakan sekali," ungkap dia.

Syarifuddin menyatakan, dia sebagai warga Indonesia mendukung gerakan "Save KPK". Kinerja Abraham Samad sebagai Ketua KPK dinilainya sangat bagus dan tidak pandang bulu. "Dia tidak pilih-pilih pejabat, pokoknya sikat habis koruptor. Buktinya, semua pejabat korup dijebloskan ke penjara, dan banyak uang negara yang berhasil diselamatkan," tandas Syarifuddin.

Sedangkan Jusuf Kalla, ketika dikonfirmasi, menjelaskan bahwa ruko itu awalnya milik Abraham Samad, kemudian dijual kepada Eva Alfani Halim Kalla, adik iparnya itu. Rupanya, menurut Kalla, sebelum dijual kepada Eva itulah kejadian pemalsuan dokumen kependudukan untuk membuat KTP Feriyani Lim itu terjadi.  Menurut Kalla, sekerang, ruko itu bukan lagi milik adik iparnya itu, karena sudah dijual lagi.

"Memang setelah KTP (Feriyani) dibuat, setelah itu pindah tangan. Sebelumnya Abraham Samad punya (ruko tersebut). Biasa kan jual beli," jelas Kalla di Istana Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (3/3/2015) (Tribunnews.com).

Konfirmasi Jusuf Kalla ini jelas bertentangan dengan keterangan yang telah disampaikan oleh Sekretaris Lurah Kelurahan Masale, Syarifuddin, sebagaimana dimaksud di atas. Bahwa ruko itu sejak awal milik dari Eva Alfani Halim Kalla, dan tidak pernah berpindah tangan.

Jika dibandingkan, seharusnya keterangan dari Sektretariat Lurah Kelurahan Masale itulah yang lebih akurat, karena setiap kelurahan pasti mempunyai data riwayat kependudukan di wilayahnya, termasuk properti apa saja yang mereka miliki di wilayah tersebut, dari data awal sampai yang terkini.

Menimbul pertanyaan juga: jika memang sejak awal Jusuf Kalla tahu bahwa ruko itu pernah dimiliki oleh adik iparnya itu, kenapa sejak awal dia tak menjelaskan hal tersebut? Kenapa setelah fakta ini diketahui wartawan, baru dia menjelaskannya seperti itu? Bukankah seharusnya sejak awal dia menjelaskannya, agar tidak menimbulkan kecurigaan? Jangan-jangan, sebenarnya, Kalla tidak menyangka kalau wartawan akan mencari tahu siapa pemilik ruko itu sebenarnya?

Sebenarnya jika mau lebih akurat dan pasti lagi, data kepemilikan ruko tersebut bisa dilihat di Kantor Pertanahan setempat, yaitu pada data dokumen Buku Tanah yang ada di sana. Setiap sertifikat tanah yang dipegang oleh pemilik tanah (dan bangunan) sejatinya adalah salinan dari Buku Tanah ini. Di sana riwayat status tanah (dan bangunan) tersebut dari pertama kali sampai yang terkini, berikut yang menguasai dan yang memilikinya semua ada dan lengkap.

Apartemen dan JK

Sebelumnya, Supriansyah, sahabat Abraham Samad, telah memberi kesaksiannya, yang membenarkan Abraham Samad pernah melakukan pertemuan dengan para petinggi PDI-P;  Hasto Kristiyanto, Tjahjo Kumolo, dan lain-lain di apartemen miliknya di The Capital Residence, Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta Selatan.

Selain itu, pernah di dalam rapat dengar pendapat umum Komisi III DPR, Supriansyah juga mengaku Abraham Samad pernah melakukan pertemuan dengan Putri Indonesia Elvira Devinamira di apartemennya itu. Saat memberi kesaksian itu, Supriansyah menceritakan satu hal yang sebenarnya mustahil, yaitu, kesaksiannya yang mengatakan, ia sempat pergi meninggalkan Abraham dan Elvira hanya berdua di apartemennya itu, membeli gado-gado untuk Elvira, dalam tempo hanya lima menit! Mana mungkin waktu lima menit cukup turun-naik lift pergi dan kembali membeli gado-gado itu.

Kemudian, terungkaplah bahwa ternyata Supriansyah ini bekerja sebagai pengacara dari sebuah perusahaan milik Grup Bosowa.  Grup Bosowa adalah milik adik ipar Jusuf Kalla, Aksa Mahmud. Apartemen itu juga ternyata bukan milik Supriansyah, sebagaimana ia sendiri mengakuinya, tetapi milik dari CEO dan pemilik Grup Bosowa, Erwin Aksa Mahmud, yang tak lain adalah anak dari Aksa Mahmud, atau keponakan Jusuf Kalla. Katanya, boss-nya itu tidak tahu, kalau apartemennya itu dipakai oleh Abraham Samad untuk melakukan pertemuan dengan para petinggi PDI-P itu dan Putri Indonesia Elvira Devinamira itu. Maka itu, ia terancam dipecat, dan harus meninggalkan apartemen tersebut.

“Dia (Erwin Aksa) enggak tahu. Dia juga baru tahu, makanya aku ini mau dipecat. Saya enggak nyangka masalah pertemuan Samad ini jadi besar dan berbuntut pantang kayak begini,” ujar Supriansyah di Gedung KPK, Jakarta, 23 Februari 2015.

“Jadi kalau suatu saat saya enggak bekerja lagi sebagai penasihat hukum atau pengacara di perusahaan itu, otomatis saya meninggalkan tempat itu,” kata dia (cnnindonesia.com).

Pertanyaannya: apartemen itu ternyata milik dari Erwin Aksa, atasan tertinggi dari Supriansyah, boss dari Grup Bosowa, tetapi kenapa di saat-saat awalnya,  Supriansyah begitu beraninya dalam memberi kesaksiannya, baik kepada wartawan, maupun di rapat dengar pendapat Komisi III DPR-RI, yang disiarkan di semua media massa, mengakui apartemen itu miliknya? Apakah saat itu dia tidak takut dengan Erwin Aksa? Apa yang mendorongnya mengakui apartemen boss-nya itu sebagai miliknya?

Apakah, kini, Supriansyah sudah dipecat, atau malah “naik pangkat” – jika ini merupakan bagian dari suatu sandiwara? Apakah, kini, Supriansyah sudah “diusir” dari apartemen itu?

Yang seharusnya diinvestigasi juga adalah, apakah benar sudah sejak lama Supriansyah tinggal di apartemen itu?

Abraham  dan JK

Sebelum kisah “Ruko dan JK” dan “Apartemen dan JK” tersebut di atas, sebelumnya lagi, ada kisah “Abraham Samad dan JK”, yaitu kisah di tanggal 23 Januari 2015, di Istana Bogor, saat konflik KPK melawan Polri baru saja dimulai.

Saat itu baru saja polisi dari Mabes Polri menangkap dan memborgol Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, sebagai balasan atas ditetapkannya Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK,  dan Presiden Jokowi pun memanggil Abraham Samad sebagai Ketua KPK dan Wakapolri Badrodin Haiti, ke Istana Bogor.

Kabar pun merebak bahwa pada kesempatan itu Presiden Jokowi memarahi Abraham yang tak mau menjelaskan secara detail kasus Budi Gunawan kepadanya. Sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla pun mengakui telah menegur dan memarahi Abraham Samad, berkaitan dengan penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK itu. Kalla tidak hanya menegur Abraham, tetapi juga membela Budi Gunawan, demikian yang dapat disimpulkan dari wawancara majalah Tempo dengan Kalla, sebagaimana ulasannya telah saya buat artikelnya dengan judul Ketika JK Berhadapan dengan KPK, Membela Budi Gunawan.

Ruki dan JK

Dipilihnya Taufiequrahman Ruki, mantan Ketua KPK periode pertama, sebagai pelaksana tugas Ketua KPK oleh Presiden Jokowi, adalah hasil rekomendasi dari Jusuf Kalla. Selain Ruki, juga Indriyanto Seno Adji sebagai Wakil Ketua KPK adalah hasil rekomendasi Jusuf Kalla kepada Presiden Jokowi. Dua-duanya menjadi kontroversial, dengan banyaknya pihak yang meragukan kemampuan, dan integritas mereka sebagai pemimpin KPK. Terutama sekali, tentu saja Taufiequrahman Ruki.

Terbukti kemudian Ruki malah menyerahkan berkas perkara Budi Gunawan dari KPK kepada Kejaksaan Agung, yang semakin memastikan kasus itu akan di-SP-3-kan, alias ditutup. Apalagi ada rencana Jaksa Agung M Prasetyo untuk melimpahkan perkara itu ke Mabes Polri, padahal sebelumnya Mabes Polri sudah menyatakan Budi Gunawan bersih.

Di dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2012 tentang KPK, justru yang ditentukan adalah KPK dapat mengambil-alih kasus korupsi yang sedang disidik oleh Polri atau Kejaksaan, oleh Ruki ketentuan itu diputarbalikkan, KPK-lah yang menyerahkan kasus korupsi yang sedang disidiknya itu kepada Kejaksaan Agung.

Ruki pun membuat sejarah, yang sayangnya merupakan sejarah yang menyakitkan hati para pegawai KPK, dan juga pasti masyarakat anti-korupsi, dengan menyatakan menyerah kalah dalam kasus Budi Gunawan itu. Itulah momen saat pertama kalinya KPK mengaku kalah dalam kasus korupsi.

Apapun alasannya, Ruki jelas telah menyakiti hati para pegawai KPK dan masyarakat anti-korupsi. Tindakan itu mau tak mau tergolong tindakan yang memperlemahkan KPK dari dalam. KPK dilemahkan oleh Ketua-nya sendiri!

*

Jadi, adakah korelasi rekomendasi Jusuf Kalla untuk Ruki sebagai Ketua KPK sementara itu merupakan bagian dari pelemahan KPK dari dalam? Sebagaimana saya ulas di artikel yang berjudul Ruki, Ketua KPK yang Penuh Kontradiktif.

Yang pasti, selama ini Kalla selalu mengecam pihak-pihak yang menjadi korban kriminalisasi oleh Polri, terutama sekali terhadap Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Saat Presiden Jokowi memerintahkan kepala Polri agar kriminalisasi terhadap pemimpin dan penyidik KPK dihentikan, Kalla bahkan menolak kalau Abraham dan Bambang itu dikatakan dikriminalisasi Polri. Karena, katanya, itu semua ada data dan faktanya. Pernyatan yang sama darinya ini tak diaberlakukan kepada kasus Budi Gunawan saat ditetapkan sebagai tersangka oleh KPKitu. Seolah-olah saat KPK menetapkan Budi sebagai tersangka itu, KPK tidak punya data dan fakta, atau hanya berdasarkan fiksi belaka.

Dari uraian tersebut di atas: Apakah memang ada korelasinya antara JK yang menegur Abraham Samad, ruko dan JK, apartemen dan JK, serta Ruki dan JK?  ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun